Pemerintah tak serius tangani kabut asap
A
A
A
Sindonews.com - Kabut asap akhir-akhir ini kembali menjadi masalah. Mestinya, hal ini tidak harus terjadi lagi bila penanganannya dapat diseriusi oleh berbagai pihak.
Hal itu diungkapkan Kordinator Galanggang Alam Pertanian Organik (GAPO) Fauzan Azim mengatakan, disela pelaksanaan jambore GAPO di Pusat Belajar Rakyat Petani Organik Kelok Jaya, Balai Salasa, Kenagarian Palangai, Kecamatan Ranah Pesisir Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Menurutnya, pemerintah harus serius menghadapi masalah ini sejak lama. Namun, bencana serupa terus menerus berulang. Parahnya lagi, pemerintah tidak segera melakukan pemadaman titik api, dan menindak pelaku pembakaran hutan dan lahan, justru buru-buru meminta maaf kepada negara tetangga.
“Padahal, banyak agenda dalam negeri yang harus selesai untuk penanganannya. Misal dengan membekukan izin perusahaan yang telah berkali-kali ketahuan melakukan pembakakaran hutan dan lahan,” ujarnya, kepada wartawan, di Sumatera, Kamis (27/6/2013).
Senada dengan itu, aktivis lingkungan Rachmadi mengungkap, pelaku pembakaran hutan dan lahan, sudah terpetakan sejak lama. Yang paling besar, kasus ini mengemuka pada tahun 1997-1998, dimana lebih dari sebulan kabut asap menutupi sebagian besar pulau Sumatera dan semenanjung Malaya.
“Tapi sampai sekarang, tidak terlihat tindakan tegas dari pemerintah. Kita justru menjadi terkenal karena setiap musim kemarau selalu menghasilkan asap,” terangnya.
Menurut Rachmadi, Departemen Kehutanan bukan satu-satunya yang bertanggung jawab terhadap bencana ini. “Ini tanggung jawab semua pihak. Pemerintah harus menjadi pihak yang berdiri paling depan untuk menanganinya,” tandasnya.
Untung saja, lanjutnya, masih ada banyak petani yang juga turut peduli. “Dengan jambore GAPO, petani juga terlibat mendiskusikan masalah serius negara ini. Saya mendukung upaya petani dalam menangani persoalan lingkungan dan sumberdaya alam,” imbuh pria yang juga mantan Direktur Walhi Sumbar ini.
Menurut Fauzan, hal ini sudah menjadi agenda pembahasan dalam diskusi-diskusi GAPO. “Kami mendiskusi berbagai hal terkait dengan perubahan iklim. Bagaimana melakukan adaptasi dan mitigasi. Termasuk masalah kabut asap,” jelas Fauzan.
“Mestinya, suara petani didengar oleh pemerintah. Kembali ke model pertanian yang ramah lingkungan, adalah salah satu solusi pencegahan pembahakarn hutan dan lahan,” papar Fauzan.
Selain itu, Jambore GAPO juga mendiskusikan tentang keberadaan hutan rakyat dan ekosistem laut. Menurut Fauzan, kedua isu ini menjadi penting dalam upaya mengembangkan kegiatan inovasi petani dalam mengelola hutan dan ekosistem laut.
Sebagai petani, lanjutnya, juga membahas tentang pangan sehat berbasis agro ekologi. Petani harusnya adalah kelompok utama yang menikmati pangan sehat. Sumber pangan sehat, mestinya berasal dari pengelolaan agro ekosistem yang terpadu dengan mengagendakan penggunaan bahan-bahan lokal, dan tanpa menggunakan bahan kimia pabrikan.
Jambore GAPO membahas pula tentang pendidikan rakyat dan sekolah lapangan, kehidupan sosial budaya yang organis, serta pengambangan lembaga keuangan mikro.
Agenda bahasan tersebut, menurut Fauzan, telah dirancang dengan matang sehingga diharapkan menghasilkan rekomendasi yang dapat digunakan berbagai pihak untuk menata kehidupan yang selaras dengan alam.
“Kalau kita hidup selaras dengan alam, kabut asap harusnya tidak menjadi persoalan berkepanjangan,” tandasnya.
Hal itu diungkapkan Kordinator Galanggang Alam Pertanian Organik (GAPO) Fauzan Azim mengatakan, disela pelaksanaan jambore GAPO di Pusat Belajar Rakyat Petani Organik Kelok Jaya, Balai Salasa, Kenagarian Palangai, Kecamatan Ranah Pesisir Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Menurutnya, pemerintah harus serius menghadapi masalah ini sejak lama. Namun, bencana serupa terus menerus berulang. Parahnya lagi, pemerintah tidak segera melakukan pemadaman titik api, dan menindak pelaku pembakaran hutan dan lahan, justru buru-buru meminta maaf kepada negara tetangga.
“Padahal, banyak agenda dalam negeri yang harus selesai untuk penanganannya. Misal dengan membekukan izin perusahaan yang telah berkali-kali ketahuan melakukan pembakakaran hutan dan lahan,” ujarnya, kepada wartawan, di Sumatera, Kamis (27/6/2013).
Senada dengan itu, aktivis lingkungan Rachmadi mengungkap, pelaku pembakaran hutan dan lahan, sudah terpetakan sejak lama. Yang paling besar, kasus ini mengemuka pada tahun 1997-1998, dimana lebih dari sebulan kabut asap menutupi sebagian besar pulau Sumatera dan semenanjung Malaya.
“Tapi sampai sekarang, tidak terlihat tindakan tegas dari pemerintah. Kita justru menjadi terkenal karena setiap musim kemarau selalu menghasilkan asap,” terangnya.
Menurut Rachmadi, Departemen Kehutanan bukan satu-satunya yang bertanggung jawab terhadap bencana ini. “Ini tanggung jawab semua pihak. Pemerintah harus menjadi pihak yang berdiri paling depan untuk menanganinya,” tandasnya.
Untung saja, lanjutnya, masih ada banyak petani yang juga turut peduli. “Dengan jambore GAPO, petani juga terlibat mendiskusikan masalah serius negara ini. Saya mendukung upaya petani dalam menangani persoalan lingkungan dan sumberdaya alam,” imbuh pria yang juga mantan Direktur Walhi Sumbar ini.
Menurut Fauzan, hal ini sudah menjadi agenda pembahasan dalam diskusi-diskusi GAPO. “Kami mendiskusi berbagai hal terkait dengan perubahan iklim. Bagaimana melakukan adaptasi dan mitigasi. Termasuk masalah kabut asap,” jelas Fauzan.
“Mestinya, suara petani didengar oleh pemerintah. Kembali ke model pertanian yang ramah lingkungan, adalah salah satu solusi pencegahan pembahakarn hutan dan lahan,” papar Fauzan.
Selain itu, Jambore GAPO juga mendiskusikan tentang keberadaan hutan rakyat dan ekosistem laut. Menurut Fauzan, kedua isu ini menjadi penting dalam upaya mengembangkan kegiatan inovasi petani dalam mengelola hutan dan ekosistem laut.
Sebagai petani, lanjutnya, juga membahas tentang pangan sehat berbasis agro ekologi. Petani harusnya adalah kelompok utama yang menikmati pangan sehat. Sumber pangan sehat, mestinya berasal dari pengelolaan agro ekosistem yang terpadu dengan mengagendakan penggunaan bahan-bahan lokal, dan tanpa menggunakan bahan kimia pabrikan.
Jambore GAPO membahas pula tentang pendidikan rakyat dan sekolah lapangan, kehidupan sosial budaya yang organis, serta pengambangan lembaga keuangan mikro.
Agenda bahasan tersebut, menurut Fauzan, telah dirancang dengan matang sehingga diharapkan menghasilkan rekomendasi yang dapat digunakan berbagai pihak untuk menata kehidupan yang selaras dengan alam.
“Kalau kita hidup selaras dengan alam, kabut asap harusnya tidak menjadi persoalan berkepanjangan,” tandasnya.
(san)