100 Tahun Purbakala dan kelestarian Candi Borobudur

Kamis, 20 Juni 2013 - 02:34 WIB
100 Tahun Purbakala dan kelestarian Candi Borobudur
100 Tahun Purbakala dan kelestarian Candi Borobudur
A A A
Sindonews.com - Balai Konservasi Peninggalan Borobudur (BKPB) akan bersinergi dengan masyarakat di sekitar Candi Borobudur yang memiliki potensi keterampilan dan kesenian. Upaya tersebut dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kepala BKPB, Marsis Sutopo mengatakan, sudah saatnya keberadaan Candi Borobudur memberikan kontribusi bagi masyarakat setempat. Ke depan, pihaknya akan mendistribusikan wisatawan selain candi, juga berkunjung untuk melihat potensi masyarakat secara langsung.

"Supaya wisatawan tidak hanya melihat candi, tapi juga bisaa mendapatkan sesuatu yang lain. Misalnya batik, keterampilan, dan kesenian yang berada di wilayah Borobudur," ujar Marsis Sutopo dalam peringatan 100 tahun Purbakala di Balai Konservasi Borobudur, Rabu (19/5/2013).

Untuk itu, lanjut dia, pihak terkait harus mulai mengembangkan dan memperhatikan keberadaan potensi-potensi masyarakat.

"Kesenian nantinya akan siap tampil kapan saja untuk memberikan suguhan bagi wisatawan yang datang, misalnya seperti itu," lanjutnya.

Menurutnya, kondisi tersebut selain mampu mensejahterakan masyarakat, juga menjaga kelestarian Borobudur. "Bersinergi antara masyarakat dengan candi," tuturnya.

Selain itu, Marsis juga meminta kepada masyarakat maupun pengunjung candi untuk ikut serta melestarikan peninggalan Dinasti Syailendra tersebut.

"Pelestarian Candi Borobudur dan candi-candi lain termasuk juga situs-situs sejarah lainnya, bukan saja tanggung jawab pemerintah saja, melainkan juga masyarakat pada umumnya. Misalnya kaitannya dengan perawatan candi, wisatawan selalu kita imbau untuk memiliki kesadaran agar tidak membuang sampah sembarangan, memanjat dinding candi. Kesadaran ini harus tertanam pada pengunjung dan juga peran semua lapisan masyarakat,” jelasnya.

Pihaknya pun mengatakan telah berperan untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak terkait pelestarian candi Borobudur dengan diresmikan Studio Sejarah Restorasi Candi Borobudur. Studio tersebut, dibuka untuk umum dan anak-anak sekolah cukup dengan kapasitas 20-25 orang.

“Ini bentuk perhatian kita pada kesenian dan pendidikan pelestarian cagar budaya,” ujarnya.

Sementara, dalam peringatan satu abad Purbakala yang jatuh pada 14 Juni 2013 kemarin itu, dimeriahkan pentas kesenian rakyat, pameran hasil kerajinan rakyat dari sekitar Borobudur dan seminar Purbakala yang diikuti perwakilan perguruan tinggi dan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga se Jateng serta aktifis LSM peduli Candi Borobudur.

Dosen Arkeologi UNY, Suminto A Sayuti, Pelestarian cagar budaya perlu ditanamkan pada generasi muda sejak dini. Salah satu caranya adalah dengan mendekatkan anak-anak pada benda cagar budaya dan lingkungannya.

"Salah satu upaya strategis mewariskan cagar budaya pada generasi muda adalah melalui pendidikan dan pembudayaan. Hal itu supaya mengerti budaya, anak-anak didik harus didekatkan pada lingkungan. Anak-anak perlu diajak ke situs-situs. Soalnya kalau tidak diajarkan sejak sekarang, suatu saat kita akan belajar gamelan di Jepang atau di Amerika,” jelasnya yang juga sebagai narasumber Seminar Satu Abad Purbakala Indonesia.

Menurutnya, pendidikan tidak hanya sekedar mengisi kognisi anak-anak. “Tapi dengan knowing, doing, being (Mengetahui, melakukan dan ambil bagian). Pembudayaan juga sangat penting,” katanya.

Dalam seminar tersebut, Suminto menggambarkan cagar budaya dengan berbagai teori, seperti teori sangkar burung. Dalam teori tersebut, kata dia, ada pengembangan dan pemanfaatan.

Selain itu juga ada teori pohon, yakni dengan menanam kuat akarnya kemudian tanam, tumbuh hingga meninggi dan menjulang. Sehingga, menurutnya setiap orang perlu memanfaatkan lingkungan budaya, warisan budaya dan purbakala.

“Misalnya, anak-anak di sekitar Borobudur perlu diajak menggambar tentang Borobudur, mengerti dari tokoh-tokoh yang terlibat sampai pada tekhnologinya. Kurikulum kita mestinya integrated, tidak membangun arogansi,” paparnya.

Sementara itu, Arkeolog Mundardjito, memaparkan kepurbakalaan telah nampak sejak 1901. Saat itu sudah ada lembaga purbakala yang bersifat sementara, didirikan oleh orang-orang Belanda. Tapi sebelum itu pun, katanya sudah banyak peminat kepurbakalaan dari masyarakat barat.

Dalam kesempatan itu, dia juga berharap masyarakat tidak menganggap Borobudur sebagai sumber ekonomi saja, tapi juga sebagai inspirasi.

"Harapan saya masyarakat harus ikut serta, diberi peran, tapi jangan salah partisipasi. Tidak hanya sekedar masuk dan dagang kesana, sekedar ekonomis. Tapi bisa menampung keinginan para pemangku kepentingan, seperti pemerintah, swasta dan masyarakat. Disini ada tujuh BTS, itu harusnya dilarang karena ada visual polution,” tandasnya.
(rsa)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.4142 seconds (0.1#10.140)