254 Sekolah di Sulsel percontohan kurikulum baru
A
A
A
Sindonews.com - Meski Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) akan resmi memberlakukan kurikulum baru tahun ajaran 2013/2014 pada 15 Juli mendatang, Dinas Pendidikan (Disdik) Sulsel belum juga menerima pemberitahuan resmi.
Padahal dalam laman krikulum Kemendikbud.go.id, disebutkan dari 6.325 sekolah percontohan untuk semua jenjang di Indonesia, 254 diantaranya adalah sekolah di Sulsel. Dimana tingkat SD sebanyak 132 sekolah, SMP 64 sekolah, SMA 30 sekolah dan untuk tingkat SMK 28 sekolah.
“Ini kan sebatas percontohan saja, kalau sampai pada masa penerimaan siswa baru (PSB) berakhir belum juga ada pemberitahuan dari Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) tentu kita mengacu pada kurikulum lama,” tegas Plt Kadisnas Sulsel Abdullah Jabbar, Kamis (6/6/2013).
Adapun sekolah sasaran penerapan implementasi adalah sekolah eks RSBI yang ada disetiap daerah. Selain itu, sekolah yang menjadi sasaran haruslah memiliki akreditasi A dan telah memenuhi delapan standar nasional pendidikan terutama kesiapan guru dan sarana prasarana. Sehingga jika akreditasi B, maka tidak akan dijadikan sasaran penerapan kurikulum 2013.
Pada tahun pertama ini untuk SD/MI akan diterapkan pada kelas 1 dan 4. Sedangkan untuk kelas 7. Sementara pada jenjang SMA/MA dan SMK untuk kelas 10. Pada tahun kedua , selain diterapkan pada kelas 1,4,7, dan 10 juga ditambah kelas 2,5,8, dan 11. Dan tahun ketiga terimplementasi di semua jenjang.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Dewan Pendidikan Sulsel Prof Halide mengatakan, kurikulum baru ini belum semestinya berjalan. Kementerian tudingnya, memaksakan tanpa persiapan matang sehingga hasilnya diyakini akan amburadul. Meskipun yang ditunjuk sebagai sekolah percontohan adalah sekolah ex RSBI dan terakreditasi A.
“Apa yang mau diterapkan. Belum ada distribusi buku, belum ada pelatihan PTK (pendidik dan tenaga kependidikan). Kalau mau menerapkan kurikulum baru tidak segampang yang diomongkan. Kementrian enak-enak saja duduk, Dinas pendidikan provinsi, kabupaten, sekolah dan guru yang kerepotan. Jangan karena persoalan anggaran memaksakan merubah,” ungkapnya.
Menurut guru besar ekonomi Unhas tersebut, peninjauan kurikulum memang dilakukan dalam lima tahunan. Peninjauan tersebut berupa evaluasi dengan meyempurnakan yang dianggap kurang.
“Jadi dilihat mana yang berjalan efektif, mana tidak. Peninjauan itu bukan berarti melakukan perubahan mendasar yang luar biasa. Kurikulum lalu saja tidak semua efektif berjalan sudah mau melakukan perubahan,” tandasnya
Padahal dalam laman krikulum Kemendikbud.go.id, disebutkan dari 6.325 sekolah percontohan untuk semua jenjang di Indonesia, 254 diantaranya adalah sekolah di Sulsel. Dimana tingkat SD sebanyak 132 sekolah, SMP 64 sekolah, SMA 30 sekolah dan untuk tingkat SMK 28 sekolah.
“Ini kan sebatas percontohan saja, kalau sampai pada masa penerimaan siswa baru (PSB) berakhir belum juga ada pemberitahuan dari Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) tentu kita mengacu pada kurikulum lama,” tegas Plt Kadisnas Sulsel Abdullah Jabbar, Kamis (6/6/2013).
Adapun sekolah sasaran penerapan implementasi adalah sekolah eks RSBI yang ada disetiap daerah. Selain itu, sekolah yang menjadi sasaran haruslah memiliki akreditasi A dan telah memenuhi delapan standar nasional pendidikan terutama kesiapan guru dan sarana prasarana. Sehingga jika akreditasi B, maka tidak akan dijadikan sasaran penerapan kurikulum 2013.
Pada tahun pertama ini untuk SD/MI akan diterapkan pada kelas 1 dan 4. Sedangkan untuk kelas 7. Sementara pada jenjang SMA/MA dan SMK untuk kelas 10. Pada tahun kedua , selain diterapkan pada kelas 1,4,7, dan 10 juga ditambah kelas 2,5,8, dan 11. Dan tahun ketiga terimplementasi di semua jenjang.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Dewan Pendidikan Sulsel Prof Halide mengatakan, kurikulum baru ini belum semestinya berjalan. Kementerian tudingnya, memaksakan tanpa persiapan matang sehingga hasilnya diyakini akan amburadul. Meskipun yang ditunjuk sebagai sekolah percontohan adalah sekolah ex RSBI dan terakreditasi A.
“Apa yang mau diterapkan. Belum ada distribusi buku, belum ada pelatihan PTK (pendidik dan tenaga kependidikan). Kalau mau menerapkan kurikulum baru tidak segampang yang diomongkan. Kementrian enak-enak saja duduk, Dinas pendidikan provinsi, kabupaten, sekolah dan guru yang kerepotan. Jangan karena persoalan anggaran memaksakan merubah,” ungkapnya.
Menurut guru besar ekonomi Unhas tersebut, peninjauan kurikulum memang dilakukan dalam lima tahunan. Peninjauan tersebut berupa evaluasi dengan meyempurnakan yang dianggap kurang.
“Jadi dilihat mana yang berjalan efektif, mana tidak. Peninjauan itu bukan berarti melakukan perubahan mendasar yang luar biasa. Kurikulum lalu saja tidak semua efektif berjalan sudah mau melakukan perubahan,” tandasnya
(rsa)