60 Persen Siswa SD di Mojosongo, Solo, merokok
A
A
A
Sindonews.com - Sekira 60 persen peserta didik usia Sekolah Dasar (SD) di wilayah Mojosongo, Jebres, Solo, Jawa Tengah, mengonsumsi rokok. Penjualan rokok perlu diatur agar produk tersebut tidak bebas dibeli kalangan usia dini.
“Data ini adalah hasil penelitian Karang Taruna (KT) Kelurahan Mojosongo terhadap siswa SD di wilayahnya. Hasilnya, hampir 60 persen responden mengaku pernah mengisap rokok. Ini sangat memprihatinkan,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota (DKK) Solo Siti Wahyuningsih, di Solo Minggu (2/6/2013).
Dalam penelitian tersebut, aktivitas merokok pada anak-anak mulai terlihat sejak mereka duduk di bangku kelas V. Artinya, mereka sudah mengenal asyiknya merokok sejak dini.
Siti mengatakan, aktivitas tersebut bakal kian mengkhawatirkan apabila tidak segera diantisipasi. Dia memerkirakan siswa di jenjang pendidikan lebih tinggi menjadi terbiasa merokok karena sudah mengawalinya sejak SD.
“Kalau SD saja sudah terbiasa merokok, bagaimana jadinya saat SMA? Takutnya, mereka terjangkit penyakit paru-paru di usia muda. Ini tragis,” jelasnya.
Namun demikian, Siti mengatakan hasil penelitian tersebut tidak bisa menjadi patokan angka kasus perokok di Kota Solo. Ini mengingat penelitian itu hanya di lingkup satu wilayah kelurahan.
Menurut Siti, butuh pengawasan ekstra dari tenaga pendidik dan orangtua untuk mengendalikan aktivitas merokok. Di tingkat pengusaha, dia memandang perlunya larangan menjual rokok kepada anak-anak.
“Data ini adalah hasil penelitian Karang Taruna (KT) Kelurahan Mojosongo terhadap siswa SD di wilayahnya. Hasilnya, hampir 60 persen responden mengaku pernah mengisap rokok. Ini sangat memprihatinkan,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota (DKK) Solo Siti Wahyuningsih, di Solo Minggu (2/6/2013).
Dalam penelitian tersebut, aktivitas merokok pada anak-anak mulai terlihat sejak mereka duduk di bangku kelas V. Artinya, mereka sudah mengenal asyiknya merokok sejak dini.
Siti mengatakan, aktivitas tersebut bakal kian mengkhawatirkan apabila tidak segera diantisipasi. Dia memerkirakan siswa di jenjang pendidikan lebih tinggi menjadi terbiasa merokok karena sudah mengawalinya sejak SD.
“Kalau SD saja sudah terbiasa merokok, bagaimana jadinya saat SMA? Takutnya, mereka terjangkit penyakit paru-paru di usia muda. Ini tragis,” jelasnya.
Namun demikian, Siti mengatakan hasil penelitian tersebut tidak bisa menjadi patokan angka kasus perokok di Kota Solo. Ini mengingat penelitian itu hanya di lingkup satu wilayah kelurahan.
Menurut Siti, butuh pengawasan ekstra dari tenaga pendidik dan orangtua untuk mengendalikan aktivitas merokok. Di tingkat pengusaha, dia memandang perlunya larangan menjual rokok kepada anak-anak.
(rsa)