Banyak Artis nyaleg, Aktivis Politik ketar-ketir
A
A
A
Sindonews.com - Fenomena artis murtad ke panggung politik kembali mewarnai pemilihan anggota legislatif (Pileg) 2014. Kebanyakan para artis membidik kursi di Senayan (DPR RI).
Pada pendaftaran Caleg di KPU pusat, beberapa partai politik (Parpol) menyodorkan sederet nama-nama pesohor mulai artis sinetron hingga penyanyi dangdut. Fenomena itu memang bagian dari iklim demokrasi. Namun di sisi lain, hal ini dinilai menjadi ancaman bagi para aktivis politik terutama yang sehari-harinya berkecimpung di parpol.
"Bagi saya fenomena ini membuat ketar-ketir, terutama bagi yang sehari-harinya aktif di partai," kata politikus Gerindra Jabar, Sunatra, di Bandung, Selasa (23/4/2013).
Dosen Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung ini membagi aktivis politik menjadi dua, yakni kalangan idealis dan populis-kapitalis. Kalangan idealis adalah yang aktivitasnya terkait dengan politik, misalnya para kader muda partai. Sedangkan kalangan populis-kapitalis yakni artis dan politikus-politikus berduit.
"Kalangan idealiseme ini berhadap-hadapan dengan kapitalis-populis," katanya.
Menurutnya, sistem demokrasi saat ini telah menggeser politikus idealis dengan munculnya politikus kapitalis-populis. Para politikus idealis, lanjutnya, kalah modal dan popularitas oleh politikus kapitalis-populis.
"Artis kan ada tiap hari di rumah (TV) kita, lewat infotainment mulai pagi hingga sore," katanya.
Sedangkan para aktivis idealis muda usia 20 sampai 40 tahun, mereka tidak bisa mempopulerkan diri. Sedangkan ongkos politik saat ini sangat besar dan mahal.
Sunatra pun berharap ada peraturan yang membatasi politikus artis dan kapitalis. Caranya, tiap parpol harus menyiapkan mekanime pengkaderan yang ketat. Mekanisme ini harus memberikan pendidikan politik kepada yang direkrut, termasuk kalangan artis.
"Jangan sampai ada artis yang baru daftar langsung bisa jadi (caleg). Artis boleh masuk politik tapi harus dididik sebelum mencalonkan," ujarnya.
Pada pendaftaran Caleg di KPU pusat, beberapa partai politik (Parpol) menyodorkan sederet nama-nama pesohor mulai artis sinetron hingga penyanyi dangdut. Fenomena itu memang bagian dari iklim demokrasi. Namun di sisi lain, hal ini dinilai menjadi ancaman bagi para aktivis politik terutama yang sehari-harinya berkecimpung di parpol.
"Bagi saya fenomena ini membuat ketar-ketir, terutama bagi yang sehari-harinya aktif di partai," kata politikus Gerindra Jabar, Sunatra, di Bandung, Selasa (23/4/2013).
Dosen Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung ini membagi aktivis politik menjadi dua, yakni kalangan idealis dan populis-kapitalis. Kalangan idealis adalah yang aktivitasnya terkait dengan politik, misalnya para kader muda partai. Sedangkan kalangan populis-kapitalis yakni artis dan politikus-politikus berduit.
"Kalangan idealiseme ini berhadap-hadapan dengan kapitalis-populis," katanya.
Menurutnya, sistem demokrasi saat ini telah menggeser politikus idealis dengan munculnya politikus kapitalis-populis. Para politikus idealis, lanjutnya, kalah modal dan popularitas oleh politikus kapitalis-populis.
"Artis kan ada tiap hari di rumah (TV) kita, lewat infotainment mulai pagi hingga sore," katanya.
Sedangkan para aktivis idealis muda usia 20 sampai 40 tahun, mereka tidak bisa mempopulerkan diri. Sedangkan ongkos politik saat ini sangat besar dan mahal.
Sunatra pun berharap ada peraturan yang membatasi politikus artis dan kapitalis. Caranya, tiap parpol harus menyiapkan mekanime pengkaderan yang ketat. Mekanisme ini harus memberikan pendidikan politik kepada yang direkrut, termasuk kalangan artis.
"Jangan sampai ada artis yang baru daftar langsung bisa jadi (caleg). Artis boleh masuk politik tapi harus dididik sebelum mencalonkan," ujarnya.
(rsa)