Tragis, 5,2 Juta Kg raskin di Garut raib
A
A
A
Sindonews.com - Beras untuk rakyat miskin (Raskin) di Kabupaten Garut diduga raib sebanyak 5,2 juta kg. Sekjen Garut Governance Watch (GGW) Agus Rustandi menjelaskan, raibnya beras raskin sebanyak ini kemungkinan disebabkan oleh adanya praktek pengurangan timbangan.
“Nilai kerugian negara akibat hilangnya beras sebanyak itu diperkirakan mencapai Rp8,3 miliar,” kata Agus Senin (22/4/2013).
Penyusutan timbangan beras, sebut dia, diperoleh dari investigasi terhadap 442 desa yang tersebar pada 42 kecamatan di Kabupaten Garut.
Agus menerangkan, dalam setiap karung berukuran 15 kg, beras yang dibagikan ke masyarakat susut antara 1 hingga 2,5 kg.
“Berdasarkan data yang dimiliki, jumlah penyusutan setiap kecamatan berkisar antara 24 ribu hingga 300 ribu kg. Paling banyak, penyusutan terjadi di Kecamatan Cilawu dan malangbong, dengan jumlah beras yang hilang mencapai 316 kg,” paparnya.
Menurut Agus, berkurangnya jatah beras ini sudah terjadi saat pengiriman dari supplier atau mitra Bulog ke gudang Bolog. Penyusutan juga terjadi saat pendistribusian dari Bolog ke tiap desa.
“Kejadian ini akibat kelalain bulog, karena saat penerimaan dan pengeluaran beras dari gudang tidak ditimbang lagi,” ujarnya.
Karenanya, tambah Agus, masyarakat miskin penerima beras harus menanggung risiko kehilangan beras ini. Akibatnya, harga jual beras tidak sesuai dengan ketentuan.
“Seharusnya warga membeli beras sebesar Rp1.600 per kg. Namun karena harus menutupi beras yang hilang, pihak desa menjual beras tersebut seharga Rp2.500-3.000 per kg. Jelas ini sangat merugikan masyarakat,” katanya.
Agus meminta, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut dan aparat penegak hukum untuk mengawasi pendistribusian beras murah ini. Dia menilai, selama ini pengawasan tidak berjalan dengan baik.
“Padahal setiap tahun pemerintah telah mengucurkan dana pengawasan pendistribusian beras murah untuk warga miskin tersebut, baik dari APBN maupun dari APBD,” imbuhnya.
“Nilai kerugian negara akibat hilangnya beras sebanyak itu diperkirakan mencapai Rp8,3 miliar,” kata Agus Senin (22/4/2013).
Penyusutan timbangan beras, sebut dia, diperoleh dari investigasi terhadap 442 desa yang tersebar pada 42 kecamatan di Kabupaten Garut.
Agus menerangkan, dalam setiap karung berukuran 15 kg, beras yang dibagikan ke masyarakat susut antara 1 hingga 2,5 kg.
“Berdasarkan data yang dimiliki, jumlah penyusutan setiap kecamatan berkisar antara 24 ribu hingga 300 ribu kg. Paling banyak, penyusutan terjadi di Kecamatan Cilawu dan malangbong, dengan jumlah beras yang hilang mencapai 316 kg,” paparnya.
Menurut Agus, berkurangnya jatah beras ini sudah terjadi saat pengiriman dari supplier atau mitra Bulog ke gudang Bolog. Penyusutan juga terjadi saat pendistribusian dari Bolog ke tiap desa.
“Kejadian ini akibat kelalain bulog, karena saat penerimaan dan pengeluaran beras dari gudang tidak ditimbang lagi,” ujarnya.
Karenanya, tambah Agus, masyarakat miskin penerima beras harus menanggung risiko kehilangan beras ini. Akibatnya, harga jual beras tidak sesuai dengan ketentuan.
“Seharusnya warga membeli beras sebesar Rp1.600 per kg. Namun karena harus menutupi beras yang hilang, pihak desa menjual beras tersebut seharga Rp2.500-3.000 per kg. Jelas ini sangat merugikan masyarakat,” katanya.
Agus meminta, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut dan aparat penegak hukum untuk mengawasi pendistribusian beras murah ini. Dia menilai, selama ini pengawasan tidak berjalan dengan baik.
“Padahal setiap tahun pemerintah telah mengucurkan dana pengawasan pendistribusian beras murah untuk warga miskin tersebut, baik dari APBN maupun dari APBD,” imbuhnya.
(rsa)