Pencopotan Pangdam IV Diponegoro jangan hanya kamuflase!
A
A
A
Sindonews.com - Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Y Tohari mengapresiasi langkah tegas TNI, dalam pengusutan peristiwa penembakan di LP Cebongan, Sleman. Peristiwa tersebut, bahkan berujung dengan pencopotan Pangdam IV Diponegoro Mayor Jenderal TNI Hardiono Saroso.
Menurut Hajriyanto, saat ini seluruh masyarakat harus menghormati prosedur dan mekanisme masing-masing institusi. Intinya, kata dia, harus sanski harus dijatuhkan dengan asaz keterbukaan.
"Kita harus menghormati prosedur mekanisme, dan bentuk sanksi masing-masing instuitusi yang ada termasuk TNI. Salah satunya, sanksi yang dijatuhkan kepada Pangdam IV Diponegoro. Yang penting semua dilakukan keterbukaan dan transparansi," tegasnya kepada wartawan dalam acara Simulasi Pemilih Pemula di Universitas Indonesia (UI), Depok, Minggu (07/04/2013).
Ia meminta agar TNI tidak menciptakan kamuflase, bahwa pencopotan Pangdam IV Diponegoro memang betul sanski, bukan sekedar mutasi. Keterbukaan seperti itu, kata Hajriyanto, yang masih belum dilakukan TNI.
"Jangan ada kamuflase soal sanksi, saya dapat informasi itu bukan sanksi katanya hanya mutasi atau tour of duty. Katakanlah yang sejujurnya bahwa yang bersangkutan dapat sanksi, katakan itu memang sanksi. Apa saja bentuk kesalahan Pangdam. Jangan katakan itu mutasi," ujarnya.
Menurutnya, kesalahan Pangdam bisa jadi karena terlalu terburu-buru mengeluarkan pernyataan, bahwa anak buahnya tak terlibat. Namun ia menegaskan, bahwa MPR tak akan mengitervensi masalah sanksi di tubuh militer.
"Misalnya Pangdam tergesa-gesa keluarkan pernyataan. Kita tak ingin lakukan intervensi. Tapi terbuka lah. Katakan pangdam bersalah, sanksinya apa. Kalau Pangdam tak bersalah ya katakan," tukasnya.
Menurut Hajriyanto, saat ini seluruh masyarakat harus menghormati prosedur dan mekanisme masing-masing institusi. Intinya, kata dia, harus sanski harus dijatuhkan dengan asaz keterbukaan.
"Kita harus menghormati prosedur mekanisme, dan bentuk sanksi masing-masing instuitusi yang ada termasuk TNI. Salah satunya, sanksi yang dijatuhkan kepada Pangdam IV Diponegoro. Yang penting semua dilakukan keterbukaan dan transparansi," tegasnya kepada wartawan dalam acara Simulasi Pemilih Pemula di Universitas Indonesia (UI), Depok, Minggu (07/04/2013).
Ia meminta agar TNI tidak menciptakan kamuflase, bahwa pencopotan Pangdam IV Diponegoro memang betul sanski, bukan sekedar mutasi. Keterbukaan seperti itu, kata Hajriyanto, yang masih belum dilakukan TNI.
"Jangan ada kamuflase soal sanksi, saya dapat informasi itu bukan sanksi katanya hanya mutasi atau tour of duty. Katakanlah yang sejujurnya bahwa yang bersangkutan dapat sanksi, katakan itu memang sanksi. Apa saja bentuk kesalahan Pangdam. Jangan katakan itu mutasi," ujarnya.
Menurutnya, kesalahan Pangdam bisa jadi karena terlalu terburu-buru mengeluarkan pernyataan, bahwa anak buahnya tak terlibat. Namun ia menegaskan, bahwa MPR tak akan mengitervensi masalah sanksi di tubuh militer.
"Misalnya Pangdam tergesa-gesa keluarkan pernyataan. Kita tak ingin lakukan intervensi. Tapi terbuka lah. Katakan pangdam bersalah, sanksinya apa. Kalau Pangdam tak bersalah ya katakan," tukasnya.
(stb)