Buruh vs Gubernur Jabar bertarung
A
A
A
Sindonews.com - Sidang perdana gugatan terhadap penangguhan upah minimal kabupaten/kota (UMK) digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung, Jalan Diponogoro, hari ini.
Sidang ini menghadirkan penggugat dari buruh, yakni atas nama Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Said Iqbal, dengan tergugat Gubernur Jabar, yang diwakili tiga orang tim kuasa hukumnya. KSPSI merupakan gabungan empat serikat pekerja.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Lulik Tri Cahyaningrum, puluhan buruh turut mengikuti sidang. Mereka memenuhi ruang sidang hingga banyak yang tidak kebagian kursi.
Penggugat, yakni KSPSI melalui tim kuasa hukumnya dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, membacakan materi gugatannya yang intinya menggugat Nomor: 561/Kep.56-Bangsos/2013 Tentang Izin Penangguhan Pelaksanaan UMK di Jawa Barat.
“Dengan ini mengajukan mengajukan gugatan terhadap Gubernur Jabar (Ahmad Heryawan) yang berkedudukan di Gedung Sate Jalan Diponegoro Nomor 22 Bandung. Atas keputusan gubernur tersebut, sebanyak 257 perusahaan di 11 kabupaten/kota melakukan penangguhan UMK 2013,” kata ketua tim kuasa hukum KSPSI, Arif Yogiawan, saat membacakan gugatan, Kamis (4/4/2013).
Dalam materi gugatan yang dibacakan secara bergiliran oleh tim dari LBH Bandung, disebutkan komponen hidup layak (KHL) adalah standar kebutuhan hidup bagi pekerja atau buruh lajang untuk memenuhi kebutuhan hidup layak setiap bulannya. Adanya penundaan upah telah melanggar hak-hak buruh untuk mendapatkan kehidupan layak.
Akibat pelanggaran itu, penggugat mengalami tidak bisa memenuhi makan, minum, sandang yang layak. Tidak bisa penuhi kebut perumahan, pendidikan, kesehatan, kebutuhan rekreasi, dan jaminan hari tua, baik bagi buruh sendiri maupun bagi keluarganya.
“Penangguhan UMK menimbulkan pemiskinan secara sistemik dan struktural. Sementara ongkos kehidupan terus naik,” katanya.
Gubernur Jabar disebutkan telah mengeluarkan dasar hukum berupa ijin penangguhan pengupahan. Dampaknya, ada 257 perusahaan di 11 kabupaten/kota melakukan penangguhan UMK 2013.
“Akibat dasar hukum itu berdampak para tergugat tidak mengalami kenaikan UMK,” katanya.
Penangguhan tersebut dibuat dengan cara-cara yang melanggar hukum yang dilakukan perusahaan. Misalnya, ada perusahaan yang mengancam buruh untuk mau menandatangani penangguhan, Dinas Tenaga Kerja menekan buruh, tidak ada kesepakatan serikat dengan perusahaan untuk penangguhan UMK, adanya intimidasi terhadap buruh, dan lain-lain.
Tim kuasa hukum Gubernur Jabar, Teguh Khasbudi, langsung membacajan materi jawaban. Pihaknya menyebut penggugat (KSPI), tidak memiliki kedudukan hukum yang kuat, karena sebagai konfederasi serikat pekerja tidak merepresentasikan buruh dari 257 dari 11 perusahaan di kabupaten/kota di Jabar.
Padahal yang memiliki perjanjian dengan buruh adalah perusahaan dan buruh atau serikat pekerja yang ada di dalam perusahaan di 257 dari 11 perusahaan di kabupaten/kota.
Selain itu, penangguhan sudah melakukan kesepakatan dengan masing-masing serikat pekerja dan buruh. Keputusan gubernur itu juga berdasarkan saran dari Dewan Pengupahan.
“Kesepakatan tertulis dilakukan jujur dan terbuka. Mohon majelis untuk menyatakan gugatan penggugat dinyatakan tidak dapat diterima,” kata kuasa hukum tergugat.
Selain itu, tergugat meminta majelis hakim menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara dalam perkara ini.
Pihaknya juga berdalih, jika perusahaan membayar UMK 2013 tanpa melakukan penangguhan, maka perusahaan terancam gulung tikar. Bahkan akan memengaruhi perekonomian di Jabar.
Setelah membacakan gugatan dan jawaban, sidang ditutup. Majelis Hakim memutuskan untuk melanjutkan sidang pada 11 April 2013 mendatang. Selama persidangan, penjagaan cukup ketat dilakukan oleh kepolisian.
Sidang ini menghadirkan penggugat dari buruh, yakni atas nama Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Said Iqbal, dengan tergugat Gubernur Jabar, yang diwakili tiga orang tim kuasa hukumnya. KSPSI merupakan gabungan empat serikat pekerja.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Lulik Tri Cahyaningrum, puluhan buruh turut mengikuti sidang. Mereka memenuhi ruang sidang hingga banyak yang tidak kebagian kursi.
Penggugat, yakni KSPSI melalui tim kuasa hukumnya dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, membacakan materi gugatannya yang intinya menggugat Nomor: 561/Kep.56-Bangsos/2013 Tentang Izin Penangguhan Pelaksanaan UMK di Jawa Barat.
“Dengan ini mengajukan mengajukan gugatan terhadap Gubernur Jabar (Ahmad Heryawan) yang berkedudukan di Gedung Sate Jalan Diponegoro Nomor 22 Bandung. Atas keputusan gubernur tersebut, sebanyak 257 perusahaan di 11 kabupaten/kota melakukan penangguhan UMK 2013,” kata ketua tim kuasa hukum KSPSI, Arif Yogiawan, saat membacakan gugatan, Kamis (4/4/2013).
Dalam materi gugatan yang dibacakan secara bergiliran oleh tim dari LBH Bandung, disebutkan komponen hidup layak (KHL) adalah standar kebutuhan hidup bagi pekerja atau buruh lajang untuk memenuhi kebutuhan hidup layak setiap bulannya. Adanya penundaan upah telah melanggar hak-hak buruh untuk mendapatkan kehidupan layak.
Akibat pelanggaran itu, penggugat mengalami tidak bisa memenuhi makan, minum, sandang yang layak. Tidak bisa penuhi kebut perumahan, pendidikan, kesehatan, kebutuhan rekreasi, dan jaminan hari tua, baik bagi buruh sendiri maupun bagi keluarganya.
“Penangguhan UMK menimbulkan pemiskinan secara sistemik dan struktural. Sementara ongkos kehidupan terus naik,” katanya.
Gubernur Jabar disebutkan telah mengeluarkan dasar hukum berupa ijin penangguhan pengupahan. Dampaknya, ada 257 perusahaan di 11 kabupaten/kota melakukan penangguhan UMK 2013.
“Akibat dasar hukum itu berdampak para tergugat tidak mengalami kenaikan UMK,” katanya.
Penangguhan tersebut dibuat dengan cara-cara yang melanggar hukum yang dilakukan perusahaan. Misalnya, ada perusahaan yang mengancam buruh untuk mau menandatangani penangguhan, Dinas Tenaga Kerja menekan buruh, tidak ada kesepakatan serikat dengan perusahaan untuk penangguhan UMK, adanya intimidasi terhadap buruh, dan lain-lain.
Tim kuasa hukum Gubernur Jabar, Teguh Khasbudi, langsung membacajan materi jawaban. Pihaknya menyebut penggugat (KSPI), tidak memiliki kedudukan hukum yang kuat, karena sebagai konfederasi serikat pekerja tidak merepresentasikan buruh dari 257 dari 11 perusahaan di kabupaten/kota di Jabar.
Padahal yang memiliki perjanjian dengan buruh adalah perusahaan dan buruh atau serikat pekerja yang ada di dalam perusahaan di 257 dari 11 perusahaan di kabupaten/kota.
Selain itu, penangguhan sudah melakukan kesepakatan dengan masing-masing serikat pekerja dan buruh. Keputusan gubernur itu juga berdasarkan saran dari Dewan Pengupahan.
“Kesepakatan tertulis dilakukan jujur dan terbuka. Mohon majelis untuk menyatakan gugatan penggugat dinyatakan tidak dapat diterima,” kata kuasa hukum tergugat.
Selain itu, tergugat meminta majelis hakim menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara dalam perkara ini.
Pihaknya juga berdalih, jika perusahaan membayar UMK 2013 tanpa melakukan penangguhan, maka perusahaan terancam gulung tikar. Bahkan akan memengaruhi perekonomian di Jabar.
Setelah membacakan gugatan dan jawaban, sidang ditutup. Majelis Hakim memutuskan untuk melanjutkan sidang pada 11 April 2013 mendatang. Selama persidangan, penjagaan cukup ketat dilakukan oleh kepolisian.
(rsa)