Rumah benyanyi boikot lagu daerah Bugis Makassar
A
A
A
Sindonews.com - Jika anda penikmat lagu Bugis Makassar, maka bersiaplah untuk tidak menemukan lagi di rumah bernyanyi di Makassar. Pasalnya, Asosiasi Usaha Hiburan Makassar (AUHM) akan memboikot lagu-lagu daerah Bugis Makassar.
Lagu-lagu ini tidak lagi akan diputar di tempat karaoke atau rumah bernyanyi di Kota Makassar. Sebagai langkah awal, terhitung mulai hari ini, lagu-lagu ciptaan Iwan Tompo akan hilang dari 106 tempat bernyanyi di Kota Daeng. Selanjutnya, AUHM kembali berencana akan menghapus lagu daerah karya 16 pencipta lainnya.
Ketua AUHM Zulkarnaen Ali Naru mengatakan, langkah ini diambil setelah pihak pengusaha menolak dengan tegas negoisasi atas pembayaran royalti yang diminta oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia (KCI).
Sebab menurutnya, permintaan KCI adalah illegal. Selain KCI merupakan lembaga nirlaba, AUHM menganggap jika royalti seharusnya menjadi hak dari produser rekaman.
Tidak hanya itu, KCI dalam menjalankan aktivitasnya, tidak mengantongi perizinan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar, baik dari Kesatuan Bangsa (kesbang) maupun Dinas Perizinan.
“Sesuai dengan edaran walikota maka kami tidak akan melayani pembayaran apapun. Apalagi dalam melakukan penggandaan misalnya dalam bentuk CD atau FD, kami sudah melakukan pembayaran di dalamnya,” ungkapnya kepada Sindo, Selasa (2/4/2013).
Dia mengatakan, KCI selama ini melakukan penagihan kepada pengusaha karaoke dan rumah bernyanyi dengan estimasi perhitungan per jumlah ruangan yang dimiliki. Untuk satu ruangan mereka dikenakan Rp720 ribu pertahun.
“Kalaupun mereka menggunakan UU No 19 Tahun 2012 tentang Hak Cipta, maka kami mempertanyakan legalitas lembaga tersebut. Jadi kami tidak menyepelekan akan tetapi jika royalti diberikan, di sana juga ada bagian Pemkot,” katanya.
Dikonfirmasi, Kepala Cabang KCI Makassar Muhammad Mustafa mengatakan, bukan hanya 16 pencipta lagu Bugis Makassar yang memberikan kuasa kepada mereka, akan tetapi sudah 20an .
Dia mengatakan, KCI sudah berdiri sejak tahun 1990, sehingga legalitasnya tidak usah diragukan lagi. Mustafa bahkan mengingatkan, jika KCI tidak hanya akan mempermasalahkan lagu-lagu daerah saja, tapi masih akan ada 2.360 pencipta lokal dan pencipta lagu asal luar negeri dari 26 negara sebagai collective managemen organization.
Dalam satu lagu, kata dia, ada dua jenis royalti yang dipungut, yakni mechanical dan performing. Bagian KCI adalah performing, bukan mekanikal seperi dalam bentuk CD.
“Untuk rumah karaoke yang berskala nasional sudah mengurus seperti Diva, Naff, dan Happy Puppy. Mereka berkewajiban membayar sesuai UU Hak Cipta,” katanya
Lagu-lagu ini tidak lagi akan diputar di tempat karaoke atau rumah bernyanyi di Kota Makassar. Sebagai langkah awal, terhitung mulai hari ini, lagu-lagu ciptaan Iwan Tompo akan hilang dari 106 tempat bernyanyi di Kota Daeng. Selanjutnya, AUHM kembali berencana akan menghapus lagu daerah karya 16 pencipta lainnya.
Ketua AUHM Zulkarnaen Ali Naru mengatakan, langkah ini diambil setelah pihak pengusaha menolak dengan tegas negoisasi atas pembayaran royalti yang diminta oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia (KCI).
Sebab menurutnya, permintaan KCI adalah illegal. Selain KCI merupakan lembaga nirlaba, AUHM menganggap jika royalti seharusnya menjadi hak dari produser rekaman.
Tidak hanya itu, KCI dalam menjalankan aktivitasnya, tidak mengantongi perizinan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar, baik dari Kesatuan Bangsa (kesbang) maupun Dinas Perizinan.
“Sesuai dengan edaran walikota maka kami tidak akan melayani pembayaran apapun. Apalagi dalam melakukan penggandaan misalnya dalam bentuk CD atau FD, kami sudah melakukan pembayaran di dalamnya,” ungkapnya kepada Sindo, Selasa (2/4/2013).
Dia mengatakan, KCI selama ini melakukan penagihan kepada pengusaha karaoke dan rumah bernyanyi dengan estimasi perhitungan per jumlah ruangan yang dimiliki. Untuk satu ruangan mereka dikenakan Rp720 ribu pertahun.
“Kalaupun mereka menggunakan UU No 19 Tahun 2012 tentang Hak Cipta, maka kami mempertanyakan legalitas lembaga tersebut. Jadi kami tidak menyepelekan akan tetapi jika royalti diberikan, di sana juga ada bagian Pemkot,” katanya.
Dikonfirmasi, Kepala Cabang KCI Makassar Muhammad Mustafa mengatakan, bukan hanya 16 pencipta lagu Bugis Makassar yang memberikan kuasa kepada mereka, akan tetapi sudah 20an .
Dia mengatakan, KCI sudah berdiri sejak tahun 1990, sehingga legalitasnya tidak usah diragukan lagi. Mustafa bahkan mengingatkan, jika KCI tidak hanya akan mempermasalahkan lagu-lagu daerah saja, tapi masih akan ada 2.360 pencipta lokal dan pencipta lagu asal luar negeri dari 26 negara sebagai collective managemen organization.
Dalam satu lagu, kata dia, ada dua jenis royalti yang dipungut, yakni mechanical dan performing. Bagian KCI adalah performing, bukan mekanikal seperi dalam bentuk CD.
“Untuk rumah karaoke yang berskala nasional sudah mengurus seperti Diva, Naff, dan Happy Puppy. Mereka berkewajiban membayar sesuai UU Hak Cipta,” katanya
(rsa)