Penimbunan Pantai Losari langgar 4 aturan
A
A
A
Sindonews.com - Penimbunan Pantai Losari yang berada diantara Zona Kafe dan Markas Polair Polda Sulselbar diduga melanggar empat aturan.
Keempat aturan tersebut yakni, Peraturan Daerah (Perda) No 6/ 2006 tentang tata ruang kota Maminasata, Undang-undang No 11/ 2009 tentang cagar budaya, Peraturan Presiden No 55/ 2011 tentang tata ruang kota dan Undang-undang No 27/ 2007 tentang pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.
Hal tersebut terungkap dalam Rapat Kerja (Raker) antara Komisi D DPRD Sulsel dengan Dinas Tata Ruang dan Pemukiman (Distarkim) Provinsi Sulsel, Bina Marga dan PSDA di DPRD Sulsel.
Menurut Kepala Dinas Tata Ruang dan Pemukiman (Distarkim) Pemprov Sulsel Andi Bhakti Haruni, pelanggaran tersebut lantaran kawasan tersebut merupakan kawasan cagar budaya.
”Kawasan cagar budaya itu terletak di depan Benteng Roterdam, sehingga tidak bisa ada pembangunan lokasi bisnis di depannya. Kami juga tidak memberikan rekomendasi, yang bertentangan dengan Perda Kota,” ungkap Andi Bhakti, Jumat (22/3/2013).
Menurut dia, kawasan tersebut akan diberikan rekomendasi bagi pembangunan yang mendukung inti kota budaya. Selain itu, secara formal pihaknya memang tidak mengetahui apakah ada izin prinsip, atau tidak.
Untuk mencari tahu hal itu, Pemprov juga telah menurunkan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Pemprov Sulsel, agar melakukan pengumpulan data. Hanya saja, pihaknya kesulitan, lantaran ketidakjelasan pemilik lokasi tersebut.
”Harusnya ada tebusan ke gubernur, dulu kami pernah panggil Pemkot, tetapi tidak ada yang datang. Apalagi, sudah ada surat edaran gubernur untuk koordinasi dengan Pemprov untuk izin terkait pantai dan bantaran sungai,” jelas Bhakti.
Lebih lanjut, dia menyebutkan bahwa berdasarkan aturan, kawasan 0- 12 mil dari garis pantai ke laut merupakan kewenangan Pemprov. Apalagi kawasan tersebut merupakan kawasan strategis nasional, sehingga menjadi kewenangan pusat, yang representasinya adalah Pemprov dalam hal ini adalah gubernur.
Pihaknya juga berencana akan memanggil Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dari Pemkot Makassar, terkait masalah penimbunan yang dirancang untuk pembangunan salah satu hotel tersebut.
Sementara itu, Anggota Komisi D Andi Januar Jaury Dharwis mengatakan, jarak 4 mil merupakan kewenangan Pemkot dan diatas 4 mil hingga Zona Ekonomi Eksklusif kewenangan Pemprov termasuk persoalan ekologisnya.
Hal tersebut juga diamini Ketua Komisi D Adil Patu. Dia mengatakan Pemprov Sulsel harusnya lebih objektif menyikapi persoalan itu, dengan memanggil kembali SKPD terkait di Pemkot mengenai izin prinsip.
“Jadi nanti bisa dilihat apakah legal, atau tidak. Karena tidak ada pihak yang kebal hukum,” tandas Adil.
Keempat aturan tersebut yakni, Peraturan Daerah (Perda) No 6/ 2006 tentang tata ruang kota Maminasata, Undang-undang No 11/ 2009 tentang cagar budaya, Peraturan Presiden No 55/ 2011 tentang tata ruang kota dan Undang-undang No 27/ 2007 tentang pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.
Hal tersebut terungkap dalam Rapat Kerja (Raker) antara Komisi D DPRD Sulsel dengan Dinas Tata Ruang dan Pemukiman (Distarkim) Provinsi Sulsel, Bina Marga dan PSDA di DPRD Sulsel.
Menurut Kepala Dinas Tata Ruang dan Pemukiman (Distarkim) Pemprov Sulsel Andi Bhakti Haruni, pelanggaran tersebut lantaran kawasan tersebut merupakan kawasan cagar budaya.
”Kawasan cagar budaya itu terletak di depan Benteng Roterdam, sehingga tidak bisa ada pembangunan lokasi bisnis di depannya. Kami juga tidak memberikan rekomendasi, yang bertentangan dengan Perda Kota,” ungkap Andi Bhakti, Jumat (22/3/2013).
Menurut dia, kawasan tersebut akan diberikan rekomendasi bagi pembangunan yang mendukung inti kota budaya. Selain itu, secara formal pihaknya memang tidak mengetahui apakah ada izin prinsip, atau tidak.
Untuk mencari tahu hal itu, Pemprov juga telah menurunkan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Pemprov Sulsel, agar melakukan pengumpulan data. Hanya saja, pihaknya kesulitan, lantaran ketidakjelasan pemilik lokasi tersebut.
”Harusnya ada tebusan ke gubernur, dulu kami pernah panggil Pemkot, tetapi tidak ada yang datang. Apalagi, sudah ada surat edaran gubernur untuk koordinasi dengan Pemprov untuk izin terkait pantai dan bantaran sungai,” jelas Bhakti.
Lebih lanjut, dia menyebutkan bahwa berdasarkan aturan, kawasan 0- 12 mil dari garis pantai ke laut merupakan kewenangan Pemprov. Apalagi kawasan tersebut merupakan kawasan strategis nasional, sehingga menjadi kewenangan pusat, yang representasinya adalah Pemprov dalam hal ini adalah gubernur.
Pihaknya juga berencana akan memanggil Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dari Pemkot Makassar, terkait masalah penimbunan yang dirancang untuk pembangunan salah satu hotel tersebut.
Sementara itu, Anggota Komisi D Andi Januar Jaury Dharwis mengatakan, jarak 4 mil merupakan kewenangan Pemkot dan diatas 4 mil hingga Zona Ekonomi Eksklusif kewenangan Pemprov termasuk persoalan ekologisnya.
Hal tersebut juga diamini Ketua Komisi D Adil Patu. Dia mengatakan Pemprov Sulsel harusnya lebih objektif menyikapi persoalan itu, dengan memanggil kembali SKPD terkait di Pemkot mengenai izin prinsip.
“Jadi nanti bisa dilihat apakah legal, atau tidak. Karena tidak ada pihak yang kebal hukum,” tandas Adil.
(rsa)