Warga Wunga bergantung sumber air di hutan angker

Jum'at, 22 Maret 2013 - 15:17 WIB
Warga Wunga bergantung sumber air di hutan angker
Warga Wunga bergantung sumber air di hutan angker
A A A
SULITNYA mendapatkan air bersih membuat warga Desa Wunga, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, harus mengerahkan anak-anaknya mendapatkan air bersih di hutan angker. Di Kabupaten ini, air menjadi barang yang langka karena minimnya perhatian pemerintah.

Hari ini (22 Maret) ditetapkan PBB sebagai Hari Air Internasional, berbagai cara telah diupayakan ragam Lembaga Internasional dan pemerhati lingkungan untuk mempertahankan salah satu elemen dasar kehidupan makhluk hidup itu. Namun kenyataannya, hingga kini masih banyak warga yang sulit mendapatkan akses untuk memperoleh air bersih guna memenuhi kebutuhan hidupnya.

Seperti halnya warga desa Wunga di Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, NTT. Warga disana terutama anak–anak harus menyusuri padang sabana dan menuruni tebing curam, juga meniti tangga kayu yang telah beranjak lapuk untuk menuju hutan yang terkenal angker demi mendapatkan air bersih.Tidak jarang mereka harus mengorbankan waktu sekolah dan bermainnya hanya untuk mendapatkan air.

Air bersih disejumlah wilayah di kabupaten Sumba Timur, hingga kini memang masih merupakan barang yang sulit untuk diperoleh. Ada sejumlah pihak baik perorangan maupun lembaga yang ingin membantu dengan caranya sendiri untuk mendapatkan sumber air bersih dan layak konsumsi.

Dibantu warga, mencari titik sumber air, kemudian melakukan penggaliaan secara manual dilakukan warga dan tukang penggali sumur tradisonal. Seperti halnya yang dilakukan oleh warga desa Wunga, kalamba, dan Desa Napu serta desa Mbatapuhu selama lebih dari sebulan terakhir.

Upaya warga itu akhirnya berbuah manis, dengan selesainya pembangunan sumur. Seperti halnya di desa Wunga dan kalamba misalnya, sumur yang digali dan berhasil dibangun dengan sumber air yang besar ternyata merupakan sumur pertama yang memperoleh air dan juga sumur pertama yang pernah ada sejak berabad abad silam. Tidaklah mengherankan jika hal itu disambut suka cita warga.

“Hanya ini saja sumur yang ada, sejak dulu tidak pernah ada sumur disini. Dari nenek moyang kami kalau mau ambil air harus ke kali dan jalan kaki lebih dari dua kilometer,” jelas Kahumbu (52) salah seorang warga yang ditemui Di Kalamba senada dengan komentar warga desa Wunga yang ditemui terpisah sebelumnya.

Harapan agar Hari Air Sedunia kali ini bisa menjadi moment refleksi bagi semua pihak dimana warga disadarkan untuk mencintai lingkungan demi lestarinya sumber–sumber air, sekaligus tentunya diiringi dengan keseriusan dan respek yang cepat.

Harapan yang membuncah hingga amanat Undang Undang Dasar, dimana menyatakan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat benar benar tak hanya jadi harapan dan jargon manis semata.
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6197 seconds (0.1#10.140)