Kutukan kekayaan alam yang perlu dipantau

Selasa, 19 Maret 2013 - 11:37 WIB
Kutukan kekayaan alam yang perlu dipantau
Kutukan kekayaan alam yang perlu dipantau
A A A
TAMAN Nasional Kutai memang cukup monumental. Kawasan hutan hujan tropis dataran rendah ini berada di tiga daerah, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Bontang. Namun luasan wilayah terbanyak berada di Kutai Timur.

Selain menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati flora dan fauna, Taman Nasional Kutai juga menyimpan sumber daya alam yang bejibun. Tak heran, penjaga taman nasional terbesar di Kutai ini menyebut kalau kekayaan SDA menjadi kutukan yang mengancam kelangsungan taman nasional tersebut

Di Taman Nasional Kutai terdapat beragam flora dan fauna yang menjadi incaran banyak pihak. Bayangkan saja, di sini terdapat 10 ribu jenis flora, 220 jenis burung dengan 80 persennya adalah jenis burung borneo. Tidak hanya itu, di Taman Nasional Kutai juga memiliki 11 dari 13 primata Borneo, termasuk orang utan.

"Kawasan ini merupakan perwakilan hutan tropika basah dataran rendah terakhir di Kalimantan Timur dengan ciri khas keluarga dipterocarpaceae atau merani-merantian," kata Kepala Balai Taman Nasional Kutai, Erly Sukrismanto kepada wartawan yang mengikuti Journalism Field Trip, 15-17 Maret 2013 lalu.

Salah satu yang paling mahal dan diincar para perambah hutan adalah jenis pohon ulin. Karena memang di sini merupakan satu-satunya hamparan hutan ulin di dunia yang masih dijaga. Kayu ulin sangat mahal, per kubiknya bisa dijual sampai Rp7 juta. Maka tak heran jika illegal logging marak di sini.

Selain illegal logging, perambahan dalam bentuk lain juga mengancam Taman Nasional Kutai. Misalnya pemukiman, perkebunan dan pembakaran hutan.

"Sejak dibuatnya jalan poros Bontang-Sangatta, banyak warga yang mendiami kawasan sekitar jalan. Padahal kawasan tersebut masuk dalam kawasan TNK," tambah Erly.

Parahnya, pada tahun 2005 Pemerintah Kabupaten Kutai Timur mengeluarkan peraturan daerah soal pembentukan kecamatan. Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Timur Nomor 12 tahun 2005 menyatakan membentuk kecamatan Sangatta Selatan dan Kecamatan Teluk Pandan. Padahal dua kecamatan ini masuk ke kawasan Taman Nasional Kutai.

"Warga awalnya hanya mengklaim bahwa itu adalah tanah kosong tanpa pemilik. Ada juga yang mengklaim itu tanah warisan nenek moyang mereka," katanya.

Hasilnya, kini ribuan orang sudah menghuni kawasan Taman Nasional Kutai yang semestinya murni menjadi areal konservasi. Imbasnya kini pembukaan lahan yang kian masif. Tidak hanya untuk perkebunan dan pertanian, juga ada yang diperjualbelikan.

Warga yang bermukim di Taman Nasional Kutai kemudian semakin memperlebar klaim wilayah tanahnya. Bahkan ada yang mengakui hingga ratusan hektare.

Mengapa warga begitu ngotot ingin menguasai tanah di Taman Nasional Kutai? Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah 1 Sangatta, Hernowo supriyanto menyatakan Taman Nasional Kutai memiliki kekayaan lain yang luar biasa.

Ia kemudian menunjukkan peta kawasan yang dijaganya ini. Di sisi utara Taman Nasional Kutai berbatasan langsung dengan PT Kaltim Prima Coal. Salah satu perusahaan batubara terbesar dengan kalori terbaik di dunia. Sedangkan di sisi selatan terdapat PT Indominco Mandiri, juga sebuah perusahaan batubara.

"Secara logika, jika diapit perusahaan tambang batubara dunia, maka tentu saja Taman Nasional Kutai juga memiliki kekayaan alam di bawahnya. Kabarnya, kalori batubara di sini di atas 7. Ini tentu lebih besar dari miliknya PT Kaltim Prima Coal," kata Hernowo.

Di kawasan Taman Nasional Kutai juga terdapat pengeboran minyak milik Pertamina dengan sistem pinjam pakai lahan. Artinya taman nasional ini sangat kaya, selain ada batubara, juga terdapat minyak dan gas. Pihak Balai Taman Nasional Kutai bahkan harus mengawal ketat Pertamina saat melakukan survei seismic.

Sempat beredar sebuah dokumen yang memetakan sumber daya alam bawah tanah di Taman Nasional Kutai. Di dokumen tersebut disebutkan selain minyak, gas dan batubara, ternyata juga disebutkan terdapat kandungan emas.

"Kalau ada emas sudah pasti ada uranium," kata Hernowo.

Dengan demikian, jika kepemilikan lahan bisa dikuasai warga, maka dengan mudah diperjual belikan. Bisa saja dijual ke penambang yang kini kian mudah memperoleh Ijin Usaha Pertambangan (IUP). Hernowo menyebut indikasi tersebut bukan hal yang mustahil.

Konflik sosial mulai bermunculan di kawasan Taman Nasional Kutai. Penguasaan lahan hingga perambahan hutan di kawasan ini terus mengancam keberadaan pusat penelitian orang utan pertama di Indonesia itu.

Ditambah lagi ketidaktegasan pemerintah daerah yang terkesan membiarkan konflik sosial terjadi. Bahkan pemerintah cenderung mengarahkan kepemilikan lahan itu untuk enclave, bukan mencari solusi lain agar Taman Nasional Kutai tetap terjaga.

"Taman Nasional Kutai ini sangat indah, mas. Kalau tidak dijaga, keindahan itu akan hilang tak berbekas. Ini yang namanya kutukan atas sebuah kekayaan," kata Hernowo.
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.6006 seconds (0.1#10.140)