Di tangan Herry, benalu jadi bernilai tinggi

Rabu, 13 Maret 2013 - 10:08 WIB
Di tangan Herry, benalu...
Di tangan Herry, benalu jadi bernilai tinggi
A A A
SELAMA ini, orang selalu mengganggap tumbuhan benalu sebagai parasit. Biasanya benalu pun langsung dibuang untuk dijadikan “kayu bakar”. Namun di tangan Herry Triyatno (47) warga RT 1 RW 1 Desa Kajeksan, Kecamatan/Kabupaten Kudus, benalu bisa menjadi karya seni bernilai tinggi.

Bahkan hasil karyanya itu pernah ditawar kolektor benda antik dengan harga Rp2 miliar. Seperti apa kisahnya? Berikut penuturannya kepada Sindonews.

Dilihat sekilas, benda berwarna coklat kehitam-hitaman dengan bentuk menyerupai anak gorila tersebut sangat mirip dengan aslinya. Mulai dari bentuk telinga, hidung, wajah hingga badan sangat mirip dengan orang utan yang keberadaannya dilindungi oleh negara.

Eiit, tapi jangan salah. Ternyata “anak gorila” tersebut dibuat dari benalu yang biasa menempel di pohon. Gorila tersebut ditemukan tak sengaja oleh Herry beberapa tahun lalu. Waktu itu, gorila tersebut berada diantara tumpukan sampah di dekat salah satu rumah warga yang ada di Desa Janggalan Kecamatan/Kabupaten Kudus.

Awalnya, ia mengira jika anak gorila itu memang benar-benar orang utan yang kabur dari pemiliknya. Akhirnya Herry pun tidak begitu menghiraukannya. Namun
hari berikutnya, saat melintas di tempat yang sama, ternyata anak gorila itu belum beranjak dari tempatnya.

Dengan sebatang kayu, Herry pun memberanikan diri untuk menyentuh anak gorila tersebut. Ternyata, orang utan itu tetap tidak bergerak. Ternyata anak gorila itu merupakan benalu pohon mangga yang dipotong oleh pemiliknya.

Ia pun memungutnya dari tempat sampah. Dan setelah sejumlah bagian dari benalu itu dipotong dan dipoles, akhirnya jadilah karya seni yang bernilai tinggi.

“Proses memotong beberapa bagian benalu itu sekitar 10 menit saja,” kata Herry, di Kudus, Rabu (13/3/2013).

Herry memulai aktivitasnya menyulap benalu menjadi karya seni sekitar tahun 2005 lalu. Dan kini, setelah delapan tahun, karya seni dari benalu tersebut sudah jadi sebanyak 76 buah. Bentuk dari puluhan karya seni tersebut beragam. Ada yang berbentuk menyerupai kuda laut, bocah merangkak, semut krangkang, kuli panggul, perempuan senam, kangguru, ninja, alien, wayang, tinju thai, anjing, atlet bowling, jengglot dan lain sebagainya. Warna ratusan karya seni ini ada yang masih natural seperti aslinya, namun ada juga yang sudah diplitur untuk mempertegas bentuk yang sudah ada.

Jika dilihat dari ukurannya, koleksi terbesar milik Herry yakni karya menyerupai seorang prajurit dengan panjang 70 cm dan tinggi 40 cm. Sedang yang paling kecil adalah bentuk kelinci dengan panjang 3 cm dan tinggi 3 cm.

Menurut Herry proses mencari benalu untuk dijadikan karya seni gampang-gampang susah. Sebab dalam satu waktu, ia secara tak sengaja menemukan benalu yang sudah dibuang pemiliknya dan setelah diutak-atik, prosesnya mudah dan langsung bisa jadi sebuah karya seni.

Namun di lain waktu kondisinya berbeda 180 derajat. Meski sudah mengumpulkan sekitar dua kubik tumbuhan benalu dari tempat sampah yang ada di wilayah Kudus dan Jepara, ternyata tak satupun yang bisa menjadi karya seni.

“Semua tergantung tumbuhan benalu itu sendiri. Kalau dari bahannya sudah ada bentuk menyerupai sesuatu, maka bisa langsung jadi. Begitu juga sebaliknya,” ucapnya.

Herry mengaku puluhan koleksinya ini sudah menarik minat banyak orang. Bahkan ada salah seorang kolektor benda antik dari Kota Semarang yang pernah menawarinya uang Rp2 miliar agar seluruh koleksinya itu berpindah tangan. Namun semua tawaran menggiurkan itu ditolaknya.

Ia beralasan, jika hasil karyanya dimiliki kolektor, maka akan menjadi milik perseorangan. Padahal, ia bermimpi seluruh koleksinya itu bisa menjadi sarana pembelajaran tentang sisi lain benalu yang kerap dianggap negatif sebagai tumbuhan parasit.

“Kecuali kalau yang mau mengelola museum milik pemerintah tidak apa-apa. Hasil karya seni ini bisa menjadi milik publik. Bisa jadi dari proses itu nanti ada penelitian lebih lanjut soal benalu ini,” harapnya.

Salah seorang warga Kudus, Susi (23) menilai karya seni Herry memang unik. Bahkan, alumni Unnes Semarang tersebut mengaku baru kali ini melihat hasil kreatifitas bernilai tinggi dari benalu yang lazimnya dipergunakan masyarakat untuk bahan kayu bakar.

“Ini sekaligus jadi inspirasi bagi anak-anak muda seperti saya. Intinya kalau mau kreatif, maka sampah dan limbah pun bisa diubah menjadi sesuatu yang berharga,” tandasnya.
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1305 seconds (0.1#10.140)