Irigasi tertutup longsor, ribuan hektar pertanian terancam
A
A
A
Sindonews.com - Sejak 5 Januari 2013 lalu, saluran irigasi utama di Desa Kolot, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut, tertutup longsor. Akibatnya, sistem pengairan ribuan hektar (ha) lahan pertanian di Kecamatan Cilawu terancam.
Tertutupnya saluran irigasi utama Desa Kolot terjadi setelah peristiwa longsor kembali menerjang 10 titik desa tersebut. Awalnya, peristiwa longsor pertama yang menerjang beberapa titik di Desa Kolot terjadi pada 5 Januari 2013 lalu.
"Setelah itu, muncul longsor susulan secara bertahap. Setidaknya ada 10 titik tebing ambrol dan menutupi saluran irigasi," kata Sekretaris Desa Kolot Budi Kundra, Kamis (14/2/2013).
Titik-titik longsor ini, sebut Budi, tersebar di tiga kampung Desa Kolot dengan ketinggian tebing yang mengalami longsor antara 25 sampai 50 meter. Di Kampung Desakolot terdapat tiga titik longsor, satu titik longsor di Kampung Cimaung Kaler, tiga titik longsor di Kampung Cimaung Kulon, dan tiga titik longsor lainnya di Kampung Cimaung Kidul.
"Setiap hari, kalau hujan, ya longsor lagi. Warga khawatir longsor susulan akan semakin besar dan berdampak lebih buruk. Sekarang saja longsornya sudah besar-besar. Setiap hujan, tanah akan longsor dan menutupi irigasi di dasar tebing," ujarnya.
Menurut Budi, longsoran di beberapa titik ini telah mengancam eksistensi saluran irigasi utama Banyulancar. Saluran irigasi yang berhulu di Batukarut dan bermuara di Sungai Cimanuk ini berfungsi sebagai sarana pengairan ribuan hektare sawah di Kecamatan Cilawu.
"Selain mengairi 450 hektare sawah di Desa Kolot, irigasi Banyulancar juga mengairi ratusan persawahan lain di Desa Mekarmukti, Mangkurakyat, dan desa lainnya di Kecamatan Cilawu," ucapnya.
Bila saluran irigasi itu terhambat, lanjut Budi, areal persawahan akan terancam gagal panen. Hal ini cukup beralasan, karena saluran irigasi Banyulancar merupakan satu-satunya saluran irigasi di Kecamatan Cilawu.
"Sementara waktu, untuk mencegah penyumbatan saluran irigasi, warga sudah mulai bergotong-royong membersihkan saluran irigasi tersebut dari material longsoran. Kami sendiri juga sudah mengajukan penanganan sepuluh titik tebing longsor tersebut kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut. Namun, perbaikan tebing tersebut belum terealisasi," urainya.
Warga Desa Kolot, Herianto, mengatakan, sejak Januari 2013, dirinya dan warga lainnya hampir setiap hari membersihkan saluran irigasi tersebut dari longsoran tanah.
"Kalau hujan kecil saja, bisa ada longsor dan dasar irigasi jadi berlumpur. Kalau hujan besar, tebing yang sudah longsor itu akan longsor lagi. Lubang longsornya membesar dan membuat tanah di irigasi menumpuk. Pernah juga sampai membendung irigasi," katanya.
Maka itu, pihaknya bersama warga lain berharap pemerintah membangun tembok penahan tanah di tebing pinggir saluran irigasi tersebut.
Dengan demikian, longsor dapat dihindari dan warga tidak usah bergotong-royong membersihkan saluran irigasi dari longsoran setiap hari.
Tertutupnya saluran irigasi utama Desa Kolot terjadi setelah peristiwa longsor kembali menerjang 10 titik desa tersebut. Awalnya, peristiwa longsor pertama yang menerjang beberapa titik di Desa Kolot terjadi pada 5 Januari 2013 lalu.
"Setelah itu, muncul longsor susulan secara bertahap. Setidaknya ada 10 titik tebing ambrol dan menutupi saluran irigasi," kata Sekretaris Desa Kolot Budi Kundra, Kamis (14/2/2013).
Titik-titik longsor ini, sebut Budi, tersebar di tiga kampung Desa Kolot dengan ketinggian tebing yang mengalami longsor antara 25 sampai 50 meter. Di Kampung Desakolot terdapat tiga titik longsor, satu titik longsor di Kampung Cimaung Kaler, tiga titik longsor di Kampung Cimaung Kulon, dan tiga titik longsor lainnya di Kampung Cimaung Kidul.
"Setiap hari, kalau hujan, ya longsor lagi. Warga khawatir longsor susulan akan semakin besar dan berdampak lebih buruk. Sekarang saja longsornya sudah besar-besar. Setiap hujan, tanah akan longsor dan menutupi irigasi di dasar tebing," ujarnya.
Menurut Budi, longsoran di beberapa titik ini telah mengancam eksistensi saluran irigasi utama Banyulancar. Saluran irigasi yang berhulu di Batukarut dan bermuara di Sungai Cimanuk ini berfungsi sebagai sarana pengairan ribuan hektare sawah di Kecamatan Cilawu.
"Selain mengairi 450 hektare sawah di Desa Kolot, irigasi Banyulancar juga mengairi ratusan persawahan lain di Desa Mekarmukti, Mangkurakyat, dan desa lainnya di Kecamatan Cilawu," ucapnya.
Bila saluran irigasi itu terhambat, lanjut Budi, areal persawahan akan terancam gagal panen. Hal ini cukup beralasan, karena saluran irigasi Banyulancar merupakan satu-satunya saluran irigasi di Kecamatan Cilawu.
"Sementara waktu, untuk mencegah penyumbatan saluran irigasi, warga sudah mulai bergotong-royong membersihkan saluran irigasi tersebut dari material longsoran. Kami sendiri juga sudah mengajukan penanganan sepuluh titik tebing longsor tersebut kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut. Namun, perbaikan tebing tersebut belum terealisasi," urainya.
Warga Desa Kolot, Herianto, mengatakan, sejak Januari 2013, dirinya dan warga lainnya hampir setiap hari membersihkan saluran irigasi tersebut dari longsoran tanah.
"Kalau hujan kecil saja, bisa ada longsor dan dasar irigasi jadi berlumpur. Kalau hujan besar, tebing yang sudah longsor itu akan longsor lagi. Lubang longsornya membesar dan membuat tanah di irigasi menumpuk. Pernah juga sampai membendung irigasi," katanya.
Maka itu, pihaknya bersama warga lain berharap pemerintah membangun tembok penahan tanah di tebing pinggir saluran irigasi tersebut.
Dengan demikian, longsor dapat dihindari dan warga tidak usah bergotong-royong membersihkan saluran irigasi dari longsoran setiap hari.
(rsa)