Rekomendasi tak jelas, akar konflik PDIP Jatim
A
A
A
Sindonews.com - Kisruh politik yang terjadi di internal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Jawa Timur (Jatim) lebih disebabkan tidak adanya parameter yang jelas dalam penurunan rekomendasi DPP untuk calon kepala daerah. Ketidakjelasan tersebut yang kemudian digunakan segelintir oknum partai untuk mengambil keuntungan pribadi.
Menurut Calon Bupati (Cabup) terpilih Tulungagung Syahri Mulyo, selama DPP PDIP tidak mengambil sikap tegas, perselisihan di tubuh partai (PDI P) akan menjadi siklus rutin dalam setiap momentum pemilihan kepala daerah.
“Karena sumber masalahnya tidak ada kejelasan parameter soal rekomendasi. Dan itu dimanfaatkan oleh beberapa oknum yang memiliki kewenangan,“ ujar Syahri, Jumat (8/2/2013).
Dalam kasus rekomendasi partai yang saat ini menjadikan pergolakan di DPD PDI Perjuangan Jawa Timur, Syahri mengaku sebagai korban.
Dia bukan hanya tidak mendapat rekomendasi sebagai calon kepala daerah, tetapi juga dipecat sekaligus kehilangan jabatan sebagai anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur. Itu setelah Syahri nekat mendaftarkan sebagai Cabup Tulungagung melalui koalisi PKNU, PDP dan Partai Demokrat.
“Sebab, hasil survei internal partai (PDI Perjuangan) saat itu, saya berada di urutan tertinggi. Namun pertanyaanya, kenapa rekom partai tidak jatuh ke tangan saya,“ keluhnya.
Pada kasus Pemilukada Tulungagung, faktanya rekom DPP PDI Perjuangan jatuh ke tangan Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung Isman. Sementara berdasarkan ketentuan internal yang berlaku, seorang Ketua DPRD tidak boleh mencalonkan maupun dicalonkan sebagai calon kepala daerah.
Kalaupun bisa, yang bersangkutan harus memiliki elektabilitas tinggi dan bisa menciptakan suasana kondusif di dalam partai. Akibat pelanggaran itu, pro dan kontra di tingkat grass root partai berlambang banteng gemuk Tulungagung itu pun terjadi.
Puncaknya, Syahri Mulyo yang berpasangan dengan Maryoto Birowo mampu mengalahkan pasangan Isman- Tatang Suhartono (Matang) yang diusung koalisi PDI Perjuangan-PKB.
Khusus bagi PDI Perjuangan, kasus pemilukada Tulungagung menjadi contoh buruk bagi kebijakan partai yang disinyalir hanya untuk memenuhi syahwat politik sejumlah oknum partai di DPD PDI Perjuangan Jawa Timur. Kasus yang serupa terjadi dalam proses pemilukada di Kota Malang.
Atas dasar itu sejumlah DPC PDI Perjuangan berunjuk rasa ke DPD PDI Perjuangan Jawa Timur menuntut Ketua DPD Sirmadji Tjondro Pragolo untuk lengser dari jabatanya.
“Ini membuktikan bahwa survey partai (PDI P) memang benar. Buktinya saya yang keluar sebagai pemenang. Namun saya hanya bicara konteks Tulungagung. Saya tidak mau membicarakan yang terjadi di daerah lain, “ tegasnya.
Syahri menambahkan, sistem yang berlaku di PDI Perjuangan untuk penjaringan calon kepala daerah sudah bagus. Namun mekanisme yang baik itu tidak diikuti sepenuhnya oleh pejabat-pejabat yang memangku kewenangan tersebut.
“Karenanya, satu-satunya jalan DPP harus membenahi akar masalahnya,“ pungkasnya.
Menurut Calon Bupati (Cabup) terpilih Tulungagung Syahri Mulyo, selama DPP PDIP tidak mengambil sikap tegas, perselisihan di tubuh partai (PDI P) akan menjadi siklus rutin dalam setiap momentum pemilihan kepala daerah.
“Karena sumber masalahnya tidak ada kejelasan parameter soal rekomendasi. Dan itu dimanfaatkan oleh beberapa oknum yang memiliki kewenangan,“ ujar Syahri, Jumat (8/2/2013).
Dalam kasus rekomendasi partai yang saat ini menjadikan pergolakan di DPD PDI Perjuangan Jawa Timur, Syahri mengaku sebagai korban.
Dia bukan hanya tidak mendapat rekomendasi sebagai calon kepala daerah, tetapi juga dipecat sekaligus kehilangan jabatan sebagai anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur. Itu setelah Syahri nekat mendaftarkan sebagai Cabup Tulungagung melalui koalisi PKNU, PDP dan Partai Demokrat.
“Sebab, hasil survei internal partai (PDI Perjuangan) saat itu, saya berada di urutan tertinggi. Namun pertanyaanya, kenapa rekom partai tidak jatuh ke tangan saya,“ keluhnya.
Pada kasus Pemilukada Tulungagung, faktanya rekom DPP PDI Perjuangan jatuh ke tangan Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung Isman. Sementara berdasarkan ketentuan internal yang berlaku, seorang Ketua DPRD tidak boleh mencalonkan maupun dicalonkan sebagai calon kepala daerah.
Kalaupun bisa, yang bersangkutan harus memiliki elektabilitas tinggi dan bisa menciptakan suasana kondusif di dalam partai. Akibat pelanggaran itu, pro dan kontra di tingkat grass root partai berlambang banteng gemuk Tulungagung itu pun terjadi.
Puncaknya, Syahri Mulyo yang berpasangan dengan Maryoto Birowo mampu mengalahkan pasangan Isman- Tatang Suhartono (Matang) yang diusung koalisi PDI Perjuangan-PKB.
Khusus bagi PDI Perjuangan, kasus pemilukada Tulungagung menjadi contoh buruk bagi kebijakan partai yang disinyalir hanya untuk memenuhi syahwat politik sejumlah oknum partai di DPD PDI Perjuangan Jawa Timur. Kasus yang serupa terjadi dalam proses pemilukada di Kota Malang.
Atas dasar itu sejumlah DPC PDI Perjuangan berunjuk rasa ke DPD PDI Perjuangan Jawa Timur menuntut Ketua DPD Sirmadji Tjondro Pragolo untuk lengser dari jabatanya.
“Ini membuktikan bahwa survey partai (PDI P) memang benar. Buktinya saya yang keluar sebagai pemenang. Namun saya hanya bicara konteks Tulungagung. Saya tidak mau membicarakan yang terjadi di daerah lain, “ tegasnya.
Syahri menambahkan, sistem yang berlaku di PDI Perjuangan untuk penjaringan calon kepala daerah sudah bagus. Namun mekanisme yang baik itu tidak diikuti sepenuhnya oleh pejabat-pejabat yang memangku kewenangan tersebut.
“Karenanya, satu-satunya jalan DPP harus membenahi akar masalahnya,“ pungkasnya.
(rsa)