Komik Sangiran, jadi sumber pengetahuan purbakala
A
A
A
Sindonews.com - Keahliannya di bidang antropologi forensik justru membawa Guru Besar Fakultas Kedokteran UGM Prof drg Etty Indriati PhD meneliti tentang banyak hal, termasuk bidang paleoantropologi atau sejarah mengenai kehidupan masa lampau.
Dengan bakat sastra dan menulis yang dimilikinya, Etty membuat sebuah komik mengenai kehidupan manusia purba di Sangiran, Sragen, Jawa Tengah.
Asal muasal kehidupan manusia purba di Indonesia ini diceritakan lengkap oleh Etty. Laiknya komik, penuturan cerita Homo Erectus dilengkapi dengan gambar ilustrasi maupun gambar nyata memenuhi 48 halamannya.
Meski diakui Etty, dirinya tidak membahas sejarah perjalanan manusia purba tersebut hingga bisa tinggal di Sangiran, namun ia menegaskan jika Homo Erectus di Indonesia sama dengan Homo Erectus yang ditemukan di Afrika, dan Amerika.
“Buku ini sebenarnya berisi pengetahuan yang lebih menekankan pada apa yang kita punya di Sangiran. Bahwa dahulunya, lokasi tersebut menjadi pusat kehidupan bagi manusia purba Homo Erectus dengan segala macam ekologi yang ada saat itu di daerah yang membentuk cekungan. Daerah yang berdemografi seperti itu membuat mereka terlindungi,” ujarnya, di UGM, Selasa 5 Februari 2013.
Perempuan kelahiran Surakarta, 14 Nopember 1963 ini juga menuturkan, sebagai ilmuan paleoantropologi, ia termasuk pada golongan ilmuan yang berpendapat Homo Erectus tidak hidup berdampingan dengan Homo Sapiens sebagai manusia purba paling modern.
Homo Sapiens sendiri merupakan manusia purba yang menjadi nenek moyang manusia saat ini. Pendapatnya tersebut terbukti dari hasil penelitiannya tentang masa hidup kedua manusia purba,
“Dari hasil penelitian kami, Homo Erectus hidup sekitar 250.000 tahun yang lalu dan mengalami kepunahan terlebih dahulu. Setelah itu masuk pada kehidupan Homo Sapiens yang masa kehidupannya baru sekitar 40.000 tahun yang lalu,” imbuhnya.
Diakui Etty, komik mengenai Sangiran ini adalah komik pertama yang dibuatnya dari 15 buku yang selama ini telah dihasilkannya. Dari komik tersebut, ia berharap minat anak-anak untuk belajar di museum maupun tentang peninggalan purbakala bisa tumbuh sejak dini. Apalagi betuk komik bisa dinikmati semua usia.
Etty menuturkan, orang tua sendiri menjadi pihak yang memiliki peran besar agar anak-anak memiliki minat untuk belajar di museum.
“Susahnya jadi penulis dengan karya ilmiah itu memang hanya di Indoensia. Setiap menulis, saya harus mengerjakannya dalam dua bahasa.
Bahasa Inggris agar dapat dipublikasikan internaisonal dan mendapat pengakuan serta Bahasa Indonesia agar bisa dibaca oleh masyarakat kita sendiri,” katanya.
Dengan bakat sastra dan menulis yang dimilikinya, Etty membuat sebuah komik mengenai kehidupan manusia purba di Sangiran, Sragen, Jawa Tengah.
Asal muasal kehidupan manusia purba di Indonesia ini diceritakan lengkap oleh Etty. Laiknya komik, penuturan cerita Homo Erectus dilengkapi dengan gambar ilustrasi maupun gambar nyata memenuhi 48 halamannya.
Meski diakui Etty, dirinya tidak membahas sejarah perjalanan manusia purba tersebut hingga bisa tinggal di Sangiran, namun ia menegaskan jika Homo Erectus di Indonesia sama dengan Homo Erectus yang ditemukan di Afrika, dan Amerika.
“Buku ini sebenarnya berisi pengetahuan yang lebih menekankan pada apa yang kita punya di Sangiran. Bahwa dahulunya, lokasi tersebut menjadi pusat kehidupan bagi manusia purba Homo Erectus dengan segala macam ekologi yang ada saat itu di daerah yang membentuk cekungan. Daerah yang berdemografi seperti itu membuat mereka terlindungi,” ujarnya, di UGM, Selasa 5 Februari 2013.
Perempuan kelahiran Surakarta, 14 Nopember 1963 ini juga menuturkan, sebagai ilmuan paleoantropologi, ia termasuk pada golongan ilmuan yang berpendapat Homo Erectus tidak hidup berdampingan dengan Homo Sapiens sebagai manusia purba paling modern.
Homo Sapiens sendiri merupakan manusia purba yang menjadi nenek moyang manusia saat ini. Pendapatnya tersebut terbukti dari hasil penelitiannya tentang masa hidup kedua manusia purba,
“Dari hasil penelitian kami, Homo Erectus hidup sekitar 250.000 tahun yang lalu dan mengalami kepunahan terlebih dahulu. Setelah itu masuk pada kehidupan Homo Sapiens yang masa kehidupannya baru sekitar 40.000 tahun yang lalu,” imbuhnya.
Diakui Etty, komik mengenai Sangiran ini adalah komik pertama yang dibuatnya dari 15 buku yang selama ini telah dihasilkannya. Dari komik tersebut, ia berharap minat anak-anak untuk belajar di museum maupun tentang peninggalan purbakala bisa tumbuh sejak dini. Apalagi betuk komik bisa dinikmati semua usia.
Etty menuturkan, orang tua sendiri menjadi pihak yang memiliki peran besar agar anak-anak memiliki minat untuk belajar di museum.
“Susahnya jadi penulis dengan karya ilmiah itu memang hanya di Indoensia. Setiap menulis, saya harus mengerjakannya dalam dua bahasa.
Bahasa Inggris agar dapat dipublikasikan internaisonal dan mendapat pengakuan serta Bahasa Indonesia agar bisa dibaca oleh masyarakat kita sendiri,” katanya.
(rsa)