Percaya leluhur sebagai penghubung ungkapan syukur

Senin, 31 Desember 2012 - 11:34 WIB
Percaya leluhur sebagai penghubung ungkapan syukur
Percaya leluhur sebagai penghubung ungkapan syukur
A A A
Ratusan orang membawa wadah yang terbuat dari anyaman bambu sekira berdiameter 20 sentimeter lengkap berisi beragam buah-buahan hasil bumi. Mereka berjalan dari rumah masing-masing menuju sebuah bangunan kecil yang dipercayai sebagai tempat penyimpanan harta pusaka leluhur.

Bangunan yang terletak di Dusun Kramat, Desa Kramat, Kecamatan Kranggan, Kabupaten Temanggung tersebut memang tiap tahun, tepatnya Jumat Legi bulan Safar selalu dilaksanakan tradisi nyadran oleh masyarakat setempat.

Konon, bangunan yang mirip seperti makam tersebut terdapat pusaka milik Mbah Bonori yang diwariskan untuk dirawat oleh Mbah Kiai Laban beserta istrinya. Kisah itulah selanjutnya menjadi cikal bakal adanya Dusun Kramat.

Tak heran, jika masyarakat setempat senantiasa melaksanakan tradisi nyadran untuk menghormati para leluhur, atau yang sering disebut Danyang.

Hadi Sucipto Utomo (63) tokoh masyarakat Dusun Kramat mengatakan, Nyadran sudah menjadi tradisi turun temurun. Hal itu dilakukan karena Danyang diyakini sebagai lidah penyambung rasa syukur kepada Tuhan.

"Bukan mempercayai leluhur, tetapi leluhur yang disebut Danyang kita yakini sebagai wasilah (penghubung) syukur kami. Sebab, Danyang itu orang yang dekat dengan Allah, atau makhluk pilihan," katanya.

Mbah Hadi, begitu sapaan akrabnya menambahkan, prosesi Nyadran diawali dengan saling bertukar hasil bumi antarwarga yang sudah berkumpul di dekat bangunan makam pusaka tersebut.

Selanjutnya, warga kembali pulang untuk mengambil makanan pokok seperti nasi tumpeng, ayam utuh (ingkung) serta sayur-sayuran yang sudah masak.

"Setelah berkumpul, baru dilakukan acara doa bersama dengan cara Islam. Setelah itu makan bersama," lanjutnya.

Kepala Dusun Kramat, Miamah Cipto Prayogo mengaku tidak tahu secara pasti tradisi nyadran itu dimulai. Namun, masyarakat mempercayai nyadran dilakukan untuk memanjatkan syukur dan doa kepada tuhan.

"Sudah ada sejak dulu, tapi kalau tahun pastinya saya belum begitu jelas. Tapi kalau tidak dilakukan, masyarakat percaya akan datang musibah," ujarnya.

Dia menjelaskan, musibah tersebut bisa melalui tingkat kesuburan tanah berkurang, atau yang lebih kerap di sektor pertanian.

"Kita ini manusia biasa, jadi kalau berdoa sepatutnya berwasilah melalui wali, orang suci, atau nabi supaya Allah cepat mengabulkan. Salah satunya melalui nyadran. Jadi, nyadran itu hanya sebagai penghubung," ungkapnya.

Sekretaris Desa kramat, Sudiyami yang hadir dalam acara tersebut juga menyampaikan bahwa tradisi nyadran selain acara yang sakral, juga dapat mempererat tali persaudaraan antarwarga.

"Ramainya seperti waktu lebaran Idul Fitri. Keluarga yang jauh datang dan saling silaturahim. Guyub dan rukun senantiasa terjaga," ucapnya.
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8118 seconds (0.1#10.140)