Operasi polisi di Dharmasraya bikin warga takut
Selasa, 27 November 2012 - 11:40 WIB

Operasi polisi di Dharmasraya bikin warga takut
A
A
A
Sindonews.com - Sweeping yang dilakukan polisi terkait illegal mining atau penambangan liar di Dharmasraya, Sumatera Barat (Sumbar) dinilai berlebihan. Selain memeriksa bus, polisi juga mendobrak pintu rumah warga layaknya di film-film aksi Hollywood.
Operasi polisi yang berlangsung malam tadi dilakukan dengan cepat. Polisi dengan senjata lengkap mengamankan lima bus yang diduga mengangkut pelaku penambangan liar dan mengamankan lima orang. Warga sekitar mengaku ketakutan dengan operasi polisi tersebut. Pasalnya, polisi dinilai bertindak kasar dengan mendobrak pintu rumah warga.
Menurut Koordinator Advokasi Dan Bantuan Hukum, Perhimpunan Bantuan Hukum Dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Sumatera Barat, Muhammad Fauzan Azim, aksi polisi ini didasari dengan alasan warga telah menyandera Kapolres Dharmasraya AKBP Chairul Aziz bersama lima anggotanya berkaitan dengan aktivitas penambangan emas tanpa izin di Batang Hari, pada 25 November 2012.
“Ini jelas bertentangan dengan fungsi dan perannya yang telah diatur oleh UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI. Peristiwa yang terjadi di Jorong Aua Jaya Sitiung V Kecamatan Koto Baru, Kabupaten Dhamasraya ini tejadi kira-kira jam 19.00 WIB,” ungkap Fauzan menjelaskan kepada wartawan, Selasa (27/11/2012).
Ia menilai tindakan aparat tersebut jelas berlebihan sehingga membuat warga ketakutan. Berbekal 500 personel termasuk gabungan dari jajaran anggota Polda Sumbar dan anggota Polres Dhamasraya, Polres Sijunjung, Sawahlunto dan Solok yang terjun langsung ke lokasi guna mencari pelaku.
“Semua Laki-laki dewasa di Jorong Aua Jaya Sitiung V Kecamatan Koto Baru ini ditangkap digeledah dan semua Bus yang lewat juga diperiksa,” katanya.
Penangkapan secara sewenang-wenang tersebut merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang yang tidak berdasar hukum dan merupakan bentuk tindakan intimidasi terhadap hak atas bebas dari rasa takut bagi setiap warga negara sesuai dengan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945.
Karena itu, dalih untuk mencari pelaku penyanderaan terhadap Kapolres Dharmasraya dengan cara kasar telah melanggar hak atas kedudukan sama di depan hukum (Pasal 27 ayat (1) UUD 1945) dan pelanggaran terhadap prinsip kepastian dan jaminan perlindungan hukum yang diatur diakui secara tegas oleh UUD 1945 Pasal Pasal 28D ayat (1).
“Prilaku aparat Polri tersebut adalah pelanggaran serius terhadap hak-hak konstitusional warga negara, utamanya hak atas kemerdekaan sebagaimana dimaksud oleh Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) di mana tidak seorangpun boleh dirampas kemerdekaannya secara sewenang-wenang,” tegasnya.
Insiden tersebut berawal pengepungan yang dilakukan sejumlah penambang terhadap Kapolsek Koto Baru Inspektur Satu Yana Jaya Widya. Kapolsek tersebut dikepung karena hendak mengambil barang bukti dugan penambangan emas liar. Sampai di lokasi, Yana dikepung sejumlah penambang. Ia kemudian mengirimkan SMS pada Chairul untuk meminta bantuan.
Kapolres Dharmasraya, AKBP Chairul Aziz Bersama 15 anggota menuju lokasi untuk membebaskan Yana dan anak buahnya. Namun, Chairul juga ikut dikejar dan disandera. Baru sekitar pukul 17.30 WIB, ia berhasil melepaskan diri setelah berhasil menghubungi Kapolres Sijunjung, Kasat Brimob Polda Sumbar, dan Kapolda Sumbar untuk meminta bantuan.
Operasi polisi yang berlangsung malam tadi dilakukan dengan cepat. Polisi dengan senjata lengkap mengamankan lima bus yang diduga mengangkut pelaku penambangan liar dan mengamankan lima orang. Warga sekitar mengaku ketakutan dengan operasi polisi tersebut. Pasalnya, polisi dinilai bertindak kasar dengan mendobrak pintu rumah warga.
Menurut Koordinator Advokasi Dan Bantuan Hukum, Perhimpunan Bantuan Hukum Dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Sumatera Barat, Muhammad Fauzan Azim, aksi polisi ini didasari dengan alasan warga telah menyandera Kapolres Dharmasraya AKBP Chairul Aziz bersama lima anggotanya berkaitan dengan aktivitas penambangan emas tanpa izin di Batang Hari, pada 25 November 2012.
“Ini jelas bertentangan dengan fungsi dan perannya yang telah diatur oleh UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI. Peristiwa yang terjadi di Jorong Aua Jaya Sitiung V Kecamatan Koto Baru, Kabupaten Dhamasraya ini tejadi kira-kira jam 19.00 WIB,” ungkap Fauzan menjelaskan kepada wartawan, Selasa (27/11/2012).
Ia menilai tindakan aparat tersebut jelas berlebihan sehingga membuat warga ketakutan. Berbekal 500 personel termasuk gabungan dari jajaran anggota Polda Sumbar dan anggota Polres Dhamasraya, Polres Sijunjung, Sawahlunto dan Solok yang terjun langsung ke lokasi guna mencari pelaku.
“Semua Laki-laki dewasa di Jorong Aua Jaya Sitiung V Kecamatan Koto Baru ini ditangkap digeledah dan semua Bus yang lewat juga diperiksa,” katanya.
Penangkapan secara sewenang-wenang tersebut merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang yang tidak berdasar hukum dan merupakan bentuk tindakan intimidasi terhadap hak atas bebas dari rasa takut bagi setiap warga negara sesuai dengan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945.
Karena itu, dalih untuk mencari pelaku penyanderaan terhadap Kapolres Dharmasraya dengan cara kasar telah melanggar hak atas kedudukan sama di depan hukum (Pasal 27 ayat (1) UUD 1945) dan pelanggaran terhadap prinsip kepastian dan jaminan perlindungan hukum yang diatur diakui secara tegas oleh UUD 1945 Pasal Pasal 28D ayat (1).
“Prilaku aparat Polri tersebut adalah pelanggaran serius terhadap hak-hak konstitusional warga negara, utamanya hak atas kemerdekaan sebagaimana dimaksud oleh Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) di mana tidak seorangpun boleh dirampas kemerdekaannya secara sewenang-wenang,” tegasnya.
Insiden tersebut berawal pengepungan yang dilakukan sejumlah penambang terhadap Kapolsek Koto Baru Inspektur Satu Yana Jaya Widya. Kapolsek tersebut dikepung karena hendak mengambil barang bukti dugan penambangan emas liar. Sampai di lokasi, Yana dikepung sejumlah penambang. Ia kemudian mengirimkan SMS pada Chairul untuk meminta bantuan.
Kapolres Dharmasraya, AKBP Chairul Aziz Bersama 15 anggota menuju lokasi untuk membebaskan Yana dan anak buahnya. Namun, Chairul juga ikut dikejar dan disandera. Baru sekitar pukul 17.30 WIB, ia berhasil melepaskan diri setelah berhasil menghubungi Kapolres Sijunjung, Kasat Brimob Polda Sumbar, dan Kapolda Sumbar untuk meminta bantuan.
(azh)