Tercemar, rumput laut di Hadakamali rusak

Selasa, 27 November 2012 - 11:15 WIB
Tercemar, rumput laut di Hadakamali rusak
Tercemar, rumput laut di Hadakamali rusak
A A A
Sindonews.com - Mulai tingginya aktifitas pelayaran dan pembangunan di sekitar laut pesisir Kalala dan Watulibung, desa Hadakamali, Kecamatan Wulla Waijelu, Kabupaten Sumba Timur, ternyata berdampak kurang bersahabat bagi budidaya rumput laut warga pesisir.

Laut di tempat ini selain dikenal sebagai obyek wisata untuk memancing dan surfing, juga sering dilalui kapal-kapal penangkap ikan dari luar Sumba. Ditambah lagi saat ini sedang dibangun Pelabuhan Ferry perintis.

“Sejak tahun 2009 rumput laut disini seperti kena hama, rumput laut putus - putus dan gugur sendiri. Ada semacam jamur berwarna putih di batangnya,” ungkap Kepala Desa Hadakamali, Dominggus Yiwa Ngganja menjelaskan hal itu ketika ditemui Selasa (27/11).

Budidaya rumput laut di daerah ini pernah mencapai puncak kejayaannya sekitar tahun 2006 silam. Ekonomi wagra pesisir pantai sangat terbantu kala itu.

“Sekitar tahun 2006 rumput laut di sini sangat melimpah, banyak warga yang terbantu dan terangkat perekeonomiannya dengan usaha ini.Sekarang kondisinya baru mulai bangkit kembali karena ada bantuan dari dinas pendidikan dalam bentuk tali dan bibit. Khusus disini saja ada dua kelompok masing masing lebih dari 20 KK,” papar Dominggus ditemani sejumlah para petani rumput laut yang baru selesai memanen hasilnya.

Ma Nabi, salah seorang petani yang telah lama berusaha mengembangkan rumput laut yang juga ditemui saat itu menjelaskan, sejumlah rumput laut yang dibudidayakan warga memang rusak. Namun untungnya masih bisa dipanen.

“Ini rusak karena laut kotor, ada orang yang buang sisa minyak dan oli dari atas perahu atau kapal. Juga sampah–sampah lainnya,” tukasnya.

Terkait dengan kebersihan pantai dan kelestariannya, Pemerintah Desa setempat sebenarnya telah mengadakan kesekapatan dan telah tertuang dalam Peraturan Desa (Perdes).

“Sejak tahun lalu ada kesepakatan yang kita namakan Rotu atau bisa diartikan pantangan. Ini untuk kelestarian potensi laut secara umum, dan lebih khususnya lagi bisa menjaga hasil rumput laut lebih baik. Kesepakatan ini telah diatur dalam Perdes,”tandas Dominggus.

Selama Rotu, demikian lanjut Dominggus, warga lokal maupun dari luar dilarang untuk mengambil kekayaan atau hasil laut di laut seperti ikan dan karang laut di perairan Kalala hinggaWatu libung.

“Rotu dilaksanakan secara periodik, yang pertama tahun 2009, lalu 2011, nanti tahun depan akan kembali dilaksanakan. Bagi yang melanggar akan didenda satu ekor babi dan denda uang Rp5 juta,” pungkas Dominggus.
(azh)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6602 seconds (0.1#10.140)