Relokasi Syiah hanya tambah masalah
Rabu, 29 Agustus 2012 - 16:42 WIB

Relokasi Syiah hanya tambah masalah
A
A
A
Sindonews.com - Wacana relokasi warga Syiah di Sampang, Madura, ditolak banyak pihak. Relokasi ini diperkirakan hanya akan menambah masalah baru.
"Persoalannya di sini adalah adanya kekerasan terhadap warga dan negara tidak bisa melindungi warga tersebut," kata Kordinator Center for Marginalized Communities Studies (CMARs) Ahmad Zainul Hamdi, Rabu (29/8/2012).
Seharusnya negara menjamin keamanan warganya bukan malah meminta untuk relokasi dari kampung halaman. Karena belum tentu masyarakat di tempat lain bisa menerima kehadiran kelompok Syiah tersebut.
Selain itu, dengan merelokasi warga Syiah keluar dari kampung halaman hanya menyelesaikan persoalan kelompok anti-Syiah di Sampang saja.
Intinya masih kepada pemerintah yang harus tegas melindungi warganya dan masyarakat memahami arti perbedaan.
"Sebenarnya, permasalahan ini bukan lantaran warga Syiah menjadi pemicu, melainkan minimnya pemahaman tentang perbedaan," kata pria yang akrab disapa Inung.
Menurut Inung, yang diinginkan warga Syiah adalah kembali hidup aman dan tentram di kampung halamannya. Sebab, Desa Karang Gayam dan Desa Bluuran adalah tempat kelahirannya.
"Itu kewajiban pemerintah untuk mewujudkan keinginan warganya," ujar Inung.
Ia juga menyayangkan sikap pemerintah yang menganggap ringan persoalan rusuh di Kabupaten Sampang. Pemerintah, seolah-olah ingin mereduksi permasalahan ini.
Padahal di mata dunia, Indonesia adalah negara paling buruk penghormatan terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan.
"Sejumlah kasus banyak mencinderai seperti kasus Ahmadiyah, kasus GKI Yasmin, belum lagi kasus-kasus pelarangan pendirian rumah ibadah di sejumlah daerah. Terakhir, adalah kasus Sampang yang pecah hingga dua kali," tukas Inung.
"Persoalannya di sini adalah adanya kekerasan terhadap warga dan negara tidak bisa melindungi warga tersebut," kata Kordinator Center for Marginalized Communities Studies (CMARs) Ahmad Zainul Hamdi, Rabu (29/8/2012).
Seharusnya negara menjamin keamanan warganya bukan malah meminta untuk relokasi dari kampung halaman. Karena belum tentu masyarakat di tempat lain bisa menerima kehadiran kelompok Syiah tersebut.
Selain itu, dengan merelokasi warga Syiah keluar dari kampung halaman hanya menyelesaikan persoalan kelompok anti-Syiah di Sampang saja.
Intinya masih kepada pemerintah yang harus tegas melindungi warganya dan masyarakat memahami arti perbedaan.
"Sebenarnya, permasalahan ini bukan lantaran warga Syiah menjadi pemicu, melainkan minimnya pemahaman tentang perbedaan," kata pria yang akrab disapa Inung.
Menurut Inung, yang diinginkan warga Syiah adalah kembali hidup aman dan tentram di kampung halamannya. Sebab, Desa Karang Gayam dan Desa Bluuran adalah tempat kelahirannya.
"Itu kewajiban pemerintah untuk mewujudkan keinginan warganya," ujar Inung.
Ia juga menyayangkan sikap pemerintah yang menganggap ringan persoalan rusuh di Kabupaten Sampang. Pemerintah, seolah-olah ingin mereduksi permasalahan ini.
Padahal di mata dunia, Indonesia adalah negara paling buruk penghormatan terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan.
"Sejumlah kasus banyak mencinderai seperti kasus Ahmadiyah, kasus GKI Yasmin, belum lagi kasus-kasus pelarangan pendirian rumah ibadah di sejumlah daerah. Terakhir, adalah kasus Sampang yang pecah hingga dua kali," tukas Inung.
(ysw)