Warga Kande Api pesta panen

Selasa, 07 Agustus 2012 - 15:13 WIB
Warga Kande Api pesta panen
Warga Kande Api pesta panen
A A A
TRADISI Ma’ula Burinti (kejar burung) mewarnai pesta panen di Kampung Kande Api, Kelurahan Buntu Barana, Kecamatan Tikala, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan (sulsel). Pesta panen warga kampung Kande Api digelar selama dua hari mulai 7-8 Agustus 2012.

Pesta panen yang menjadi budaya warga Toraja Utara ini memang kerap digelar. Warga Toraja Utara mengungkapkan rasa syukur dalam pesta panen yang sudah menjadi budaya tersebut.

Kepala seksi (Kasi) pembinaan event pariwisata dinas kebudayaan dan pariwisata provinsi Sulawesi Selatan, Marthen Ruru, menyatakan pesta panen setiap tahun digelar warga Kampung Kande Api sebagai ungkapan syukur hasil panen yang melimpah.

Pesta panen tahun ini dikemas dalam festival budaya Kande Api yang menampilkan atraksi seni dan budaya Toraja. Salah satunya, Ma’ula Burinti.

Tradisi Ma’ula Burinti atau mengejar sejenis burung pemakan padi seringkali dilakukan warga saat memanen padi. Saat masa panen tiba, burung burinti banyak berkeliaran di sawah.

Sambil memotong padi, warga mengejar burung burinti yang ada di sekitarnya. Hasil tangkapan kemudian dinikmati bersama warga yang lain.

Sayangnya, pada pesta panen tersebut panitia penyelenggara festival budaya Kande Api tidak berhasil mendapatkan burung burinti sehingga diganti ayam. Ayam-ayam dilepas di tengah sawah kemudian dikejar oleh warga.

“Warga yang berhasil menangkap ayam yang diibaratkan sebagai burung burinti diberi hadiah yang sudah disiapkan oleh panitia,” ujarnya.

Dia mengatakan, selain tradisi ma’ula Burinti juga dipentaskan beberapa atraksi seni dan budaya Toraja. Seperti Si’semba (adu tendang massal). Warga kampung Kande Api berhadap-hadapan dengan warga kampung tetangga.

Kedua belah pihak saling menyerang untuk melumpuhkan lawan dengan menggunakan kaki. Peserta yang jatuh dianggap kalah dan tidak diperbolehkan lagi ikut menendang.

“Pesta panen di Kande Api juga dimeraihkan tari-tarian sebagai ungkapan syukur, musik bambu, serta atraksi menumbuk padi secara massal,” katanya.

Marthen mengatakan, pesta panen yang dikemas dalam festival budaya untuk menumbuhkan motivasi bagi masyarakat untuk terus memelihara dan melestarikan tradisi adat dan budaya Toraja yang merupakan warisan leluhur mereka.

Pasalnya, beberapa tradisi adat budaya Toraja sudah jarang dipentaskan baik pada acara rambu tuka (syukuran) maupun rambu solo (kematian). Begitu juga atraksi adat budaya tanpa dibarengi dengan sebuah event, masyarakat terkadang tidak bergairah. Event budaya yang seringkali digelar juga akan menambah daya tarik pariwisata daerah sebab itu yang paling ditunggu-tunggu para wisatawan.

“Event budaya akan lebih memotivasi masyarakat untuk melestarikan adat budaya mereka. Wisatawan juga akan tertarik datang ke Toraja untuk menyaksikan setiap atraksi seni dan budaya yang dipentaskan,” katanya.

Salah satu warga Kampung Kande Api, Yohanis (45) mengatakan prosesi pesta panen diawali dengan ibadah ucapan syukur. Warga yang datang untuk berpesta membawa hasil panen mereka seperti padi, hewan peliharaan serta berbagai macam makanan tradisional.

Hasil panen yang dibawa kemudian dilelang untuk disumbangkan ke rumah ibadah dan pembangunan di daerahnya. Sebagian hasil panen juga dinikmati bersama dalam pesta panen itu.

“Pesta panen ini digelar setiap tahun sebagai rasa ungkapan syukur atas hasil panen yang melimpah,” ujarnya.
(azh)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7423 seconds (0.1#10.140)