Lumpuh, nenek 78 tahun tetap disidang
A
A
A
Sindonews.com - Terlibat kasus penipuan penjualan tanah snilai USD850 ribu, seorang nenek berusia 78 tahun harus menjalani sidang dengan kondisi lumpuh di tempat tidur.
Ada yang berbeda dari sidang di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar hari ini, Selasa (26/6/2012). Loena Kanginnadhi seorang nenek yang tengah lumpuh dipaksa menghadiri sidang di PN Denpasar meski harus terbaring di atas tempat tidur rumah sakit (strecher).
Leona didakwa terlibat dalam kasus penipuan penjualan tanah senilai USD USD 850 Ribu di Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Bali. Kehadiran terdakwa di PN Denpasar cukup menyita pengunjung lantaran terdakwa yang kondisinya lemah tak berdaya duduk di samping kursi pesakitan.
Menurut Sumardan kuasa hukum Leona, pihaknya menyayangkan bagaimana mungkin klienya yang sakit sakitan dipaksa menghadiri sidang.
Selain itu, pihaknya memprotes penahaan Leona mengingat klienya sudah berusia lanjut. Penahanan tersebut melanggar Peraturan Mahkamah Agung MA No 1tahun 2000 dimana orang berusia 77 tahun lebih tidak boleh ditahan.
”Majelis hakim dan jaksa arogan kami sudah berulangkali mengajukan penangguhan penahanan namun tidak pernah diindahkan,” ujar Sumardan di PN Denpasar.
Meski diprotes kuasa hukum namun Majelis Hakim yang diketuai John Tony Hutauruk tetap menyidangkan perkara Leona.
Hanya saja sebelum melanjutkan sidang hakim meminta penjelasan tim medis untuk mengetahui kondisi kesehatan nenek yang tinggal di Perumahan Bukit Permai Kecamatan Kuta Selatan.
Dari penjelasan Koordinator Tim Medis Rumah Sakit Sanglah Denpasar dr Nyoman Ratep, dari pemeriksaan terakhir diketahui Leona sudah diperbolehkan pulang dan rawat jalan.
Hanya saja penjelasan anggota tim medis lainnya Lely Setyawati Kurniawan agak berbeda bahwa terdakwa mengalami depresi akibat psikososial.
”Pasien banyak menghadapi kasus yang membebani, juga akibat usia lanjut seperti pikun dan vertigo,” ujar Lely ahli forensik RS Sanglah.
Setelah mendengarkan paparan tim medis Majelis Hakim akhirnya memutuskan untuk meminta penjelasan dari tim medis independen dari Ikatan Dokter Indonesua (IDI) Denpasar.
”Terdakwa dikembalikan ke rumah sakit untuk pembantaran sambil nunggu surat dari dokter IDI sebagai pembanding untuk menjelasan kondisi kesehatan sebenarnya,” imbuhnya.(azh)
Ada yang berbeda dari sidang di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar hari ini, Selasa (26/6/2012). Loena Kanginnadhi seorang nenek yang tengah lumpuh dipaksa menghadiri sidang di PN Denpasar meski harus terbaring di atas tempat tidur rumah sakit (strecher).
Leona didakwa terlibat dalam kasus penipuan penjualan tanah senilai USD USD 850 Ribu di Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Bali. Kehadiran terdakwa di PN Denpasar cukup menyita pengunjung lantaran terdakwa yang kondisinya lemah tak berdaya duduk di samping kursi pesakitan.
Menurut Sumardan kuasa hukum Leona, pihaknya menyayangkan bagaimana mungkin klienya yang sakit sakitan dipaksa menghadiri sidang.
Selain itu, pihaknya memprotes penahaan Leona mengingat klienya sudah berusia lanjut. Penahanan tersebut melanggar Peraturan Mahkamah Agung MA No 1tahun 2000 dimana orang berusia 77 tahun lebih tidak boleh ditahan.
”Majelis hakim dan jaksa arogan kami sudah berulangkali mengajukan penangguhan penahanan namun tidak pernah diindahkan,” ujar Sumardan di PN Denpasar.
Meski diprotes kuasa hukum namun Majelis Hakim yang diketuai John Tony Hutauruk tetap menyidangkan perkara Leona.
Hanya saja sebelum melanjutkan sidang hakim meminta penjelasan tim medis untuk mengetahui kondisi kesehatan nenek yang tinggal di Perumahan Bukit Permai Kecamatan Kuta Selatan.
Dari penjelasan Koordinator Tim Medis Rumah Sakit Sanglah Denpasar dr Nyoman Ratep, dari pemeriksaan terakhir diketahui Leona sudah diperbolehkan pulang dan rawat jalan.
Hanya saja penjelasan anggota tim medis lainnya Lely Setyawati Kurniawan agak berbeda bahwa terdakwa mengalami depresi akibat psikososial.
”Pasien banyak menghadapi kasus yang membebani, juga akibat usia lanjut seperti pikun dan vertigo,” ujar Lely ahli forensik RS Sanglah.
Setelah mendengarkan paparan tim medis Majelis Hakim akhirnya memutuskan untuk meminta penjelasan dari tim medis independen dari Ikatan Dokter Indonesua (IDI) Denpasar.
”Terdakwa dikembalikan ke rumah sakit untuk pembantaran sambil nunggu surat dari dokter IDI sebagai pembanding untuk menjelasan kondisi kesehatan sebenarnya,” imbuhnya.(azh)
()