Alasan keamanan, 3 tersangka korupsi dibebaskan
A
A
A
Sindonews.com - Dengan alasan keamanan, Kejaksanaa Tinggi (Kejati) Maluku Utara (Malut) akhirnya melakukan penangguhan penahanan terhadap ketiga tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan lahan senilai Rp4,8 miliar.
Ketiga tahanan yang dilepaskan yakni Sekda Kota Ternate, Isnain Ibrahim, Kabag Pemerintahan Ade Mustafa dan pemilih lahan PT Jhony Soetanto. Ketiga tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan lahan senilai Rp4,8 miliar.
Penangguhan penahanan ketiga tersangka tersebut karena pihak Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polri tak dapat menjamin keamanan di Kota Ternate, karena massa pendukung Wali Kota Burhan Abdurahman dan Wakil Wali Kota Arifin djafar, terus berdatangan ke Kota Ternate dan terus melakukan aksi demo.
Desakan massa Adat Kesultanan Ternate, Kesultanan Tidore dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemkot Ternate yang terus mendatangi kantor Kejati Malut untuk meminta pihak Kejati segera melepaskan para tersangka dan menghentikan penyelidikan pembebasan lahan water Boom yang seluas 2,4 hektare yang terletak di Kelurahan Kayumerah Kota Ternate Selatan itu.
Bahkan ribuan massa gabungan ini terus melakukan perusakan dan pembakaran fasilitas kantor Kejati Malut. Aksi tersebut terkesan dibiarkan oleh aparat dari Dalmas Polres Ternate dan Satuan Briomob Polda Malut yang melakukan pengamanan.
Dalam pengusutan kasus pengadaan lahan senilia 4,8 miliar Kejati Maluku Utara telah melakukan pemeriksaan sekitar 15 pejabat di kalangan Pemkot Ternate, BRI Jakarta, KPNL II Jakarta dan pemilik lahan Jhony Soetanto, dan menetapkan lima orang sebagai tersangka yakni Walikota Ternate Burhan Abdurahman, Wakil Walikota Ternate Arifin Djafar, Sekda Kota Ternate Isnain Ibrahim, Kabag Pemerintahan Kota Ternate Ade Mustafa, dan pemilik lahan PT Nelayan Bhakti, Jhony Soetanto.
Sejumlah aktivis hukum di Malut menyesalkan alasan penangguhan penahanan terhadap tersangka Sekda Kota Ternate, Kabag Pemerintahan dan pemilik lahan PT Nelayan Bhakti. Bagi kalangan aktivis alasan tersebut telah mencoreng penegakan hukum di Malut. Untuk itu mereka juga menyesalkan sikap Kapolda Malut yang tak dapat menjamin keamanan.
“Kalau alasan karena tak dapat menjamin keamanan, lebih baik Kapolda Malut segera dicopot. Hal ini membuat citra buruk bagi penegakan hukum di Maluku Utara”, kata Armin salah satu aktivis hukum Malut.
Dua Kesultanan di Maluku Utara masing-masing Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore Kepulauan terus gencar menggalang massa turun ke jalan, tepatnya di halaman Kantor Wali Kota Ternate, Jumat (8/6/2012).
Masyarakat di dua Kesultanan ini bergabung dengan pendukung Burhan Abdurahman (Wali Kota Ternate) Arifin Djafar, Wakil Walikota Ternate, terkait penahanan tiga pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Ternate.
Aksi penggalangan massa itu merupakan aksi lanjutan di Kantor Kejaksaan Tinggi Maluku Utara yang mendesak penghentian penyelidikan dan melepaskan tiga pejabat yang ditahan. Aksi Massa Ini sehari sebelumnya berhasil menduduki kantor Kejaksanaan Tinggi Malut di Jalan Stadion Kota Ternate Selatan.
Aksi yang dipimpin sejumlah kepala dinas itu bahkan sampai merusak fasilitas kantor Kejaksaaan Tinggi. Sore ini, aksi massa masih berlanjut. Namun mereka hanya melakukan orasi dan membawa sejumlah spanduk yang intinya meminta penangguhan penahanan Sekot dan Kabag Pemerintahan yang ditahan terkait kasus pembebasan lahan untuk pembangunan waterboom di Kelurahan Kayu Merah, Ternate Selatan. Dalam sejumlah orasi, pendemo menilai kasus waterboom yang ditangani Kejati Malut saat ini syarat kepentingan.
"Water boom jangan dijadikan lahan bisnis oleh oknum Jaksa," kata Rahmat, salah satu orator dalam aksi unjuk rasa.
Sementara itu, masyarakat adat dari dua Kesultanan lebih banyak menyuarakan tuntutannya melalui spanduk yang dibentangkan di antara barisan. Mereka menulis "Atas nama adat, kami akan mengucurkan darah di kantor Kejati apabila pihak Kejati tidak punya hati nurati. Kami akan bertindak sesuai hukum adat.
"Masih banyak lagi spanduk yang isinya mengecam Kejaksaan Tinggi, karena telah menangkap dua pejabat teras di lingkungan Pemkot Ternate itu.
Sementara itu, sejumlah petinggi Kejati malut menolak memberikan keterangan terkait pembebasan ke tiga koruptor ini, Kajati Malut, Suhardi dan Wakajati Malut, Edward menghindari sorotan kamera wartawan tanpa alasan yang jelas.
Padahal sebelumnya, Wakajati Malut, Edward kepada sejumlah wartawan mengatakan, tidak ada istilah penangguhan penahanan terhadap para koruptor. Bahkan ia merelakan jabatanya dicopot untuk membebasan tiga koruptor tersebut.(azh)
Ketiga tahanan yang dilepaskan yakni Sekda Kota Ternate, Isnain Ibrahim, Kabag Pemerintahan Ade Mustafa dan pemilih lahan PT Jhony Soetanto. Ketiga tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan lahan senilai Rp4,8 miliar.
Penangguhan penahanan ketiga tersangka tersebut karena pihak Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polri tak dapat menjamin keamanan di Kota Ternate, karena massa pendukung Wali Kota Burhan Abdurahman dan Wakil Wali Kota Arifin djafar, terus berdatangan ke Kota Ternate dan terus melakukan aksi demo.
Desakan massa Adat Kesultanan Ternate, Kesultanan Tidore dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemkot Ternate yang terus mendatangi kantor Kejati Malut untuk meminta pihak Kejati segera melepaskan para tersangka dan menghentikan penyelidikan pembebasan lahan water Boom yang seluas 2,4 hektare yang terletak di Kelurahan Kayumerah Kota Ternate Selatan itu.
Bahkan ribuan massa gabungan ini terus melakukan perusakan dan pembakaran fasilitas kantor Kejati Malut. Aksi tersebut terkesan dibiarkan oleh aparat dari Dalmas Polres Ternate dan Satuan Briomob Polda Malut yang melakukan pengamanan.
Dalam pengusutan kasus pengadaan lahan senilia 4,8 miliar Kejati Maluku Utara telah melakukan pemeriksaan sekitar 15 pejabat di kalangan Pemkot Ternate, BRI Jakarta, KPNL II Jakarta dan pemilik lahan Jhony Soetanto, dan menetapkan lima orang sebagai tersangka yakni Walikota Ternate Burhan Abdurahman, Wakil Walikota Ternate Arifin Djafar, Sekda Kota Ternate Isnain Ibrahim, Kabag Pemerintahan Kota Ternate Ade Mustafa, dan pemilik lahan PT Nelayan Bhakti, Jhony Soetanto.
Sejumlah aktivis hukum di Malut menyesalkan alasan penangguhan penahanan terhadap tersangka Sekda Kota Ternate, Kabag Pemerintahan dan pemilik lahan PT Nelayan Bhakti. Bagi kalangan aktivis alasan tersebut telah mencoreng penegakan hukum di Malut. Untuk itu mereka juga menyesalkan sikap Kapolda Malut yang tak dapat menjamin keamanan.
“Kalau alasan karena tak dapat menjamin keamanan, lebih baik Kapolda Malut segera dicopot. Hal ini membuat citra buruk bagi penegakan hukum di Maluku Utara”, kata Armin salah satu aktivis hukum Malut.
Dua Kesultanan di Maluku Utara masing-masing Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore Kepulauan terus gencar menggalang massa turun ke jalan, tepatnya di halaman Kantor Wali Kota Ternate, Jumat (8/6/2012).
Masyarakat di dua Kesultanan ini bergabung dengan pendukung Burhan Abdurahman (Wali Kota Ternate) Arifin Djafar, Wakil Walikota Ternate, terkait penahanan tiga pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Ternate.
Aksi penggalangan massa itu merupakan aksi lanjutan di Kantor Kejaksaan Tinggi Maluku Utara yang mendesak penghentian penyelidikan dan melepaskan tiga pejabat yang ditahan. Aksi Massa Ini sehari sebelumnya berhasil menduduki kantor Kejaksanaan Tinggi Malut di Jalan Stadion Kota Ternate Selatan.
Aksi yang dipimpin sejumlah kepala dinas itu bahkan sampai merusak fasilitas kantor Kejaksaaan Tinggi. Sore ini, aksi massa masih berlanjut. Namun mereka hanya melakukan orasi dan membawa sejumlah spanduk yang intinya meminta penangguhan penahanan Sekot dan Kabag Pemerintahan yang ditahan terkait kasus pembebasan lahan untuk pembangunan waterboom di Kelurahan Kayu Merah, Ternate Selatan. Dalam sejumlah orasi, pendemo menilai kasus waterboom yang ditangani Kejati Malut saat ini syarat kepentingan.
"Water boom jangan dijadikan lahan bisnis oleh oknum Jaksa," kata Rahmat, salah satu orator dalam aksi unjuk rasa.
Sementara itu, masyarakat adat dari dua Kesultanan lebih banyak menyuarakan tuntutannya melalui spanduk yang dibentangkan di antara barisan. Mereka menulis "Atas nama adat, kami akan mengucurkan darah di kantor Kejati apabila pihak Kejati tidak punya hati nurati. Kami akan bertindak sesuai hukum adat.
"Masih banyak lagi spanduk yang isinya mengecam Kejaksaan Tinggi, karena telah menangkap dua pejabat teras di lingkungan Pemkot Ternate itu.
Sementara itu, sejumlah petinggi Kejati malut menolak memberikan keterangan terkait pembebasan ke tiga koruptor ini, Kajati Malut, Suhardi dan Wakajati Malut, Edward menghindari sorotan kamera wartawan tanpa alasan yang jelas.
Padahal sebelumnya, Wakajati Malut, Edward kepada sejumlah wartawan mengatakan, tidak ada istilah penangguhan penahanan terhadap para koruptor. Bahkan ia merelakan jabatanya dicopot untuk membebasan tiga koruptor tersebut.(azh)
()