MA tuding DPR ingin adu domba

Selasa, 05 Juni 2012 - 09:43 WIB
MA tuding DPR ingin adu domba
MA tuding DPR ingin adu domba
A A A
Sindonews.com - Mahkamah Agung (MA) menuding anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sengaja mengadu domba lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum lain terkait pemindahan sidang Wali Kota Semarang nonaktif Soemarmo HS.

Ketua Muda Pidana Khusus MA Djoko Sarwoko mengatakan anggota Komisi III Ahmad Yani menyampaikan informasi tidak tepat soal tentang ketersinggungan pihak Pengadilan Negeri (PN) Semarang atas pemindahan sidang.

“Ini cara lain untuk melemahkan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan mengadu domba tidak hanya dengan PN Semarang, tetapi juga Kejaksaan (Kejaksaan Negeri Semarang) dan Polda (Polda Jateng). Intervensi telah nyata-nyata dilakukan dengan meminta Ketua MA mencabut SK Pemindahan sidang tanggal 16 Mei 2012,” ujarnya kepada wartawan kemarin.

Sebelumnya, anggota Komisi III DPRD Ahmad Yani mengatakan pemindahan lokasi sidang kasus dugaan suap pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2011 yang melibatkan Soemarmo HS telah menyinggung Pengadilan Negeri Tipikor Semarang.

Permintaan KPK itu dianggap mendiskreditkan PN Tipikor Semarang tidak objektif serta dikendalikan oleh Soemarmo dan pendukungnya. Kedatangan rombongan Komisi III ke Semarang pada 30 Mei lalu, menurut Yani juga sama sekali bukan untuk melakukan intervensi, melainkan mencari informasi terkait pemindahan sidang Soemarmo dan beberapa kasus lain di Jawa Tengah.

Djoko Sarwoko yang juga juru bicara MA ini menegaskan bahwa Ketua MA menolak permintaan Komisi III untuk merevisi Surat Keputusan (SK) Nomor 064/KMA/SK/V/2012 tertanggal 16 Mei 2012 tentang pemindahan tersebut.

Dia juga menegaskan bahwa Wakil Ketua PN Semarang tetap mendukung pemidahan lokasi sidang Soemarmo. “Ini ada yang dipelintir. Wakil Ketua PN sudah saya tanya, tidak mengatakan seperti itu. Ini cara lain untuk melemahkan KPK dan mengadu domba,”ujarnya.

Soal intervensi ini, menurut Djoko dapat dikategorikan menghalangi proses hukum yang diatur dalam Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999, Pasal 60 UU Nomor 20 Tahun 2001 dan diancam dengan pidana maksimal 20 tahun penjara dan atau denda Rp600 juta.

Sementara Juru Bicara PN Tipikor Semarang Togar mengatakan pihaknya tidak keberatan dengan keputusan MA. Di manapun sidang digelar, pihaknya siap.
“Pada dasarnya, kami semua siap melaksanakan tugas dalam segala hal, namun di sisi lain kami juga siap melaksanakan kebijakan dari pimpinan,” ujarnya.

Namun demikian, pihak PN Tipikor Semarang tetap menghormati putusan yang dikeluarkan Mahkamah Agung tersebut. “Ya memang, kalau hal itu, kami manut saja dengan kebijakan pimpinan Mahkamah Agung,” tambahnya.

Anggota Komisi III Ahmad Yani saat dikonfirmasi mengatakan, jika MA sudah tidak memercayai lembaga peradilan di bawahnya maka lebih baik Pengadilan Tipikor daerah terutama Semarang dibubarkan saja.

Kekhawatiran adanya intervensi terhadap majelis hakim terjadi sebelum PN Semarang menentukan anggota majelis adalah tidak wajar. “Kalau begitu semua hakim di Pengadilan Tipikor Semarang dianggap bermasalah. Kalau begitu periksa semua oleh KY (Komisi Yudisial). Bagaimana ini pengawasan MA dan PT (pengadilan tinggi) terhadap para hakim,” ujarnya.

MA, menurut Yani, seharusnya tidak begitu saja memercayai argumen KPK akan adanya intervensi dan tekanan terhadap majelis hakim serta jaksa penuntut oleh pendukung Soemarmo di Semarang.

Sebagai lembaga atasan, MA justru melakukan asistensi dan memperkuat Pengadilan Tipikor Semarang agar sidang bisa berjalan objektif dan adil.

“Tapi itu (pemindahan tempat sidang) adalah haknya MA. Ini preseden yang tidak baik bagi peradilan, dan kepercayaan. Pasti ada pejabat, atau wali kota di kota lain yang akan diadili. Apa semua akan dipindah karena ada tekanan dari pendukungnya?” ujarnya.

Koordinator Monitoring Kinerja Aparat Penegak Hukum Komite Penyelidikan Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah, Eko Haryanto, menilai kedatangan Komisi III ke Semarang, meminta pihak PN Tipikor dan Kejari Semarang mendukung sidang di Semarang adalah bentuk intervensi.

“Pergerakan itu overacting, keputusan MA sudah tepat, jelas dan tentu saja bukanlah keputusan yang gegabah,” timpalnya.(lin)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8180 seconds (0.1#10.140)