Eks Dirut PT KAI didakwa 20 tahun
A
A
A
Sindonews.com - Mantan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) Ronny Wahyudi menjalani sidang perdana kasus investasi dana PT KAI sebesar Rp100 miliar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung, Senin 2 Mei 2012.
Selain Ronny, mantan Direktur Keuangan PT KAI Achmad Kuntjoro juga terjerat kasus sama. Dua terdakwa disidangkan dengan berkas berbeda. Pada surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU), keduanya dijerat dakwaan primer berupa Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Mereka juga dikenakan Pasal 3 UU No 31/1999 dalam dakwaan subsider. "Untuk dakwaan primer Pasal 2 ancaman hukumannya maksimal seumur hidup dan minimal empat tahun penjara. Sementara untuk dakwaan subsider yaitu Pasal 3 ancaman hukumannya maksimal 20 tahun penjara dan minimal empat tahun kurungan," ujar Ketua Tim JPU Rahman Firdaus.
Saat bergantian menjalani sidang, dua terdakwa yang sama-sama mengenakan batik terlihat gugup dan memilih lebih banyak diam. Sidang Ronny baru dimulai pukul 12.30 WIB, sedangkan Achmad memulai agendanya pukul 13.30 WIB.
Pada surat dakwaan disebutkan, saat keduanya menjabat, PT KAI menyetorkan modal kepada PT Optima Kharya Capital Management (OKCM) sebesar Rp55 miliar dan PT Optima Kharya Mulya (OKM) sebesar Rp45 miliar.
Tindakan kedua terdakwa itu dinilai jaksa merugikan kas PT KAI yang merupakan BUMN. Ronny dan Achmad menyetorkan dana kepada dua perusahaan tersebut dengan cara pemindahbukuan Rp100 miliar dari rekening PT KAI di BNI cabang Perintis Kemerdekaan, Kota Bandung ke rekening PT OKCM di Bank Niaga cabang Ambassador.
Setelah itu, PT OKCM kembali mentransfer Rp45 miliar ke rekening anak perusahaannya yaitu PT OKM. Dana PT KAI tersebut dimasukkan dalam program reksadana dengan tingkat keuntungan 11%. Hubungan kerja PT KAI dengan perusahaan pihak kedua itu berlangsung enam bulan hingga 24 Desember 2008.
Transfer uang itu melanggar peraturan perusahaan PT KAI yaitu anggaran dasar No 2 tanggal 1 Juni 1999.Tindakan kedua terdakwa juga tidak sesuai dengan UU No 19/2003 tentang BUMN dan UU No 40/2007 tentangPerseroan Terbatas.
Selain itu, pemindah bukuan dana dilakukan tanpa terlebih dulu meminta jaminan dari PT OKCM. "Dana yang diinvestasikan tidak tertuang dalam rencana anggaran perusahaan tahun 2008. Akibatnya, uang PT KAI yang juga uang negara tidak bisa dipertanggungjawabkan pengeluarannya," kata Rahman.
Menanggapi dakwaan jaksa penuntut, terdakwa Ronny memilih pasrah dengan proses hukum yang dijalaninya. Meski demikian,dia siap mengajukan eksepsi (sanggahan) terhadap surat dakwaan yang disampaikan jaksa. "Rasa keadilan itu datangnya dari Tuhan, nanti kita lihat saja apakah jaksa masih bersandar pada Tuhan Yang Maha Esa," ucapnya.
Sementara itu, kuasa hukum Ronny Wahyudi,Wa Ode Nur Zainab mengatakan, perkara kliennya bukan merupakan korupsi melainkan masuk ranah perdata. "Ini jelas-jelas perkara perdata murni. Ini masalah perseroan dimana PT KAI melakukan investasi dengan PT OKCM dan sudah melalui mekanisme berlaku yaitu surat izin komisaris," ujarnya.
Saat jatuh tempo kerja sama tersebut berakhir, PT OKCM meminta PT KAI memperpanjang kerja sama. Namun, Ronny menolak perpanjangan dan meminta PT OKCM mengembalikan seluruh dana investasi yang disetorkan PT KAI.
"Artinya yang dilakukan klien kami sudah sesuai mekanisme berlaku. Di anggaran dasar PT KAI Pasal 11 ayat 7 menyatakan perusahaan boleh melakukan investasi dalam jangka waktu di bawah satu tahun dengan persetujuan komisaris, tapi jaksa tidak menyebutkan hal itu dalam dakwaannya," jelas Wa Ode.
Sidang perkara ini dilanjutkan Senin 28 Mei 2012 dengan agenda pembacaan sanggahan (eksepsi) dari kedua terdakwa. (san)
Selain Ronny, mantan Direktur Keuangan PT KAI Achmad Kuntjoro juga terjerat kasus sama. Dua terdakwa disidangkan dengan berkas berbeda. Pada surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU), keduanya dijerat dakwaan primer berupa Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Mereka juga dikenakan Pasal 3 UU No 31/1999 dalam dakwaan subsider. "Untuk dakwaan primer Pasal 2 ancaman hukumannya maksimal seumur hidup dan minimal empat tahun penjara. Sementara untuk dakwaan subsider yaitu Pasal 3 ancaman hukumannya maksimal 20 tahun penjara dan minimal empat tahun kurungan," ujar Ketua Tim JPU Rahman Firdaus.
Saat bergantian menjalani sidang, dua terdakwa yang sama-sama mengenakan batik terlihat gugup dan memilih lebih banyak diam. Sidang Ronny baru dimulai pukul 12.30 WIB, sedangkan Achmad memulai agendanya pukul 13.30 WIB.
Pada surat dakwaan disebutkan, saat keduanya menjabat, PT KAI menyetorkan modal kepada PT Optima Kharya Capital Management (OKCM) sebesar Rp55 miliar dan PT Optima Kharya Mulya (OKM) sebesar Rp45 miliar.
Tindakan kedua terdakwa itu dinilai jaksa merugikan kas PT KAI yang merupakan BUMN. Ronny dan Achmad menyetorkan dana kepada dua perusahaan tersebut dengan cara pemindahbukuan Rp100 miliar dari rekening PT KAI di BNI cabang Perintis Kemerdekaan, Kota Bandung ke rekening PT OKCM di Bank Niaga cabang Ambassador.
Setelah itu, PT OKCM kembali mentransfer Rp45 miliar ke rekening anak perusahaannya yaitu PT OKM. Dana PT KAI tersebut dimasukkan dalam program reksadana dengan tingkat keuntungan 11%. Hubungan kerja PT KAI dengan perusahaan pihak kedua itu berlangsung enam bulan hingga 24 Desember 2008.
Transfer uang itu melanggar peraturan perusahaan PT KAI yaitu anggaran dasar No 2 tanggal 1 Juni 1999.Tindakan kedua terdakwa juga tidak sesuai dengan UU No 19/2003 tentang BUMN dan UU No 40/2007 tentangPerseroan Terbatas.
Selain itu, pemindah bukuan dana dilakukan tanpa terlebih dulu meminta jaminan dari PT OKCM. "Dana yang diinvestasikan tidak tertuang dalam rencana anggaran perusahaan tahun 2008. Akibatnya, uang PT KAI yang juga uang negara tidak bisa dipertanggungjawabkan pengeluarannya," kata Rahman.
Menanggapi dakwaan jaksa penuntut, terdakwa Ronny memilih pasrah dengan proses hukum yang dijalaninya. Meski demikian,dia siap mengajukan eksepsi (sanggahan) terhadap surat dakwaan yang disampaikan jaksa. "Rasa keadilan itu datangnya dari Tuhan, nanti kita lihat saja apakah jaksa masih bersandar pada Tuhan Yang Maha Esa," ucapnya.
Sementara itu, kuasa hukum Ronny Wahyudi,Wa Ode Nur Zainab mengatakan, perkara kliennya bukan merupakan korupsi melainkan masuk ranah perdata. "Ini jelas-jelas perkara perdata murni. Ini masalah perseroan dimana PT KAI melakukan investasi dengan PT OKCM dan sudah melalui mekanisme berlaku yaitu surat izin komisaris," ujarnya.
Saat jatuh tempo kerja sama tersebut berakhir, PT OKCM meminta PT KAI memperpanjang kerja sama. Namun, Ronny menolak perpanjangan dan meminta PT OKCM mengembalikan seluruh dana investasi yang disetorkan PT KAI.
"Artinya yang dilakukan klien kami sudah sesuai mekanisme berlaku. Di anggaran dasar PT KAI Pasal 11 ayat 7 menyatakan perusahaan boleh melakukan investasi dalam jangka waktu di bawah satu tahun dengan persetujuan komisaris, tapi jaksa tidak menyebutkan hal itu dalam dakwaannya," jelas Wa Ode.
Sidang perkara ini dilanjutkan Senin 28 Mei 2012 dengan agenda pembacaan sanggahan (eksepsi) dari kedua terdakwa. (san)
()