Konflik gajah meluas di Aceh
A
A
A
Sindonews.com - Seekor gajah sumatera berkelamin betina tewas mengenaskan di perkebunan sawit milik PT Makmur Inti, di desa Krueng Layeun, Aceh Jaya. Gajah berumur 20 tahun itu tewas dalam kondisi memprihatinkan.
"Di duburnya berdarah dan di mulutnya berdapat busa. Dari kondisi fisiknya diperkirakan keracunan," jelas Staf Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Andi Aswansyah, Rabu (2/5/2012).
Menurut Andi, gajah tersebut tewas dua hari lalu. Pihak BKSDA sudah mengirim dua dokter untuk otopsi mencari tahu penyebab kematian. Namun nihil hasil, otopsi dilakukan sehari setelah kematian seharus enam jam setelah gajah mati.
"Bangkai sudah membusuk tidak mungkin lagi dilakukan pembedahan," kata Andi.
Muktar, salah seorang penjaga hutan mengatakan, dirinya melihat gajah jalan bersama anaknya sejak pukul 02.00 WIB dini. Gajah yang diperkirakan berusia tiga tahun itu menemani induknya saat sekarat.
"Anak gajah ini sangat sedih dengan kematian induknya. Dia selalu mendekat kebangkai induknya," kata Muktar yang menemani gajah saat sekarat.
Muktar mengaku sempat melihat gajah tersebut berjalan sempoyongan sebelum terjatuh. Kawasan itu sendiri merupakan wilayah lintasan gajah yang suka merusak ladang. Di Aceh Jaya, diperkirakan ada 40 ekor gajah liar.
"Anaknya kini sudah dijemput bapaknya dibawa kembali ke hutan lindung Ule Umasen," jelas Muktar.
Wahdi Azmi, Ketua Forum Konservasi Gajah Indonesia, menyatakan populasi Gajah sumatera terancam punah. Menurutnya status gajah sumatera di dunia Critically endangered. Di sumatera jumlah populasinya 2.400-2.800. Sementara di Aceh yang tersisa 500 ekor.
"Sedikit yang tahu, gajah sumatera telah ditetapkan statusnya Critically endangered atau statusnya paling kritis terancam punah ditetapkan desembar lalu," kata Wahdi yang juga aktivis Flora Fauna International.
Menurutnya konflik gajah dan manusia erat kaitan dengan mata pencaharian. Mayarakat membunuh gajah karena menganggu pertanian. Menurutnya, seharusnya masyarakat merubah komuditinya yakni kopi dan lada.
Ia menambahkan, sejak dahulu masyarakat Aceh menghormati gajah. Bahkan menyebutnya dengan panggilan "po meurah" yang artinya putri.
Konflik gajah dan manusia semakin meningkat seiring pembukaan ladang dan lahan. Hal tersebut menggangu habitat gajah. Dampaknya terjadi perubahan prilaku gajah yang semakin agresif.
"Gajah punya intuisi yang tinggi, belajar dengan cepat. Apa lagi melihat bagian dari populasinya dibunuh, hilang bahkan dirantai. Sehingga banyak konflik meluas ke daerah lain," katanya.(azh)
"Di duburnya berdarah dan di mulutnya berdapat busa. Dari kondisi fisiknya diperkirakan keracunan," jelas Staf Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Andi Aswansyah, Rabu (2/5/2012).
Menurut Andi, gajah tersebut tewas dua hari lalu. Pihak BKSDA sudah mengirim dua dokter untuk otopsi mencari tahu penyebab kematian. Namun nihil hasil, otopsi dilakukan sehari setelah kematian seharus enam jam setelah gajah mati.
"Bangkai sudah membusuk tidak mungkin lagi dilakukan pembedahan," kata Andi.
Muktar, salah seorang penjaga hutan mengatakan, dirinya melihat gajah jalan bersama anaknya sejak pukul 02.00 WIB dini. Gajah yang diperkirakan berusia tiga tahun itu menemani induknya saat sekarat.
"Anak gajah ini sangat sedih dengan kematian induknya. Dia selalu mendekat kebangkai induknya," kata Muktar yang menemani gajah saat sekarat.
Muktar mengaku sempat melihat gajah tersebut berjalan sempoyongan sebelum terjatuh. Kawasan itu sendiri merupakan wilayah lintasan gajah yang suka merusak ladang. Di Aceh Jaya, diperkirakan ada 40 ekor gajah liar.
"Anaknya kini sudah dijemput bapaknya dibawa kembali ke hutan lindung Ule Umasen," jelas Muktar.
Wahdi Azmi, Ketua Forum Konservasi Gajah Indonesia, menyatakan populasi Gajah sumatera terancam punah. Menurutnya status gajah sumatera di dunia Critically endangered. Di sumatera jumlah populasinya 2.400-2.800. Sementara di Aceh yang tersisa 500 ekor.
"Sedikit yang tahu, gajah sumatera telah ditetapkan statusnya Critically endangered atau statusnya paling kritis terancam punah ditetapkan desembar lalu," kata Wahdi yang juga aktivis Flora Fauna International.
Menurutnya konflik gajah dan manusia erat kaitan dengan mata pencaharian. Mayarakat membunuh gajah karena menganggu pertanian. Menurutnya, seharusnya masyarakat merubah komuditinya yakni kopi dan lada.
Ia menambahkan, sejak dahulu masyarakat Aceh menghormati gajah. Bahkan menyebutnya dengan panggilan "po meurah" yang artinya putri.
Konflik gajah dan manusia semakin meningkat seiring pembukaan ladang dan lahan. Hal tersebut menggangu habitat gajah. Dampaknya terjadi perubahan prilaku gajah yang semakin agresif.
"Gajah punya intuisi yang tinggi, belajar dengan cepat. Apa lagi melihat bagian dari populasinya dibunuh, hilang bahkan dirantai. Sehingga banyak konflik meluas ke daerah lain," katanya.(azh)
()