Menunggu ganti rugi lumpur lapindo suami gantung diri

Rabu, 18 April 2012 - 23:44 WIB
Menunggu ganti rugi...
Menunggu ganti rugi lumpur lapindo suami gantung diri
A A A
Sindonews.com - Mungkin sudah takdir mas, saya harus membiayai anak sendirian tanpa suami.Begitulah Yuliati 36, korban lumpur asal Desa Renokenongo, Kecamatan Porong membuka pembicaraan saat wawancara dengan Seputar Indonesia (SINDO), di kediamannya, Desa Tambakrejo, Kecamatan Krembung, Rabu (18/4/2012).

Sang suami Agus Suryatno 44, telah meninggal dunia setelah rumahnya di Renokenongo terendam lumpur Lapindo enam tahun silam. Suaminya meninggal dunia dengan cara gantung diri di kayu pintu rumahnya.

Masih lekang diingatannya, Yuliati kala itu pulang dari pengajian siang hari. Dia terperangah ketika membuka pintu ternyata tubuh suami tercintanya dalam keadaan tergantung di kayu atas pintu belakang rumahnya. "Saya kaget melihat suami saya menggantung seperti itu," ujar Yuliati.

Ibu dari Gugus Linda Suryanti dan Leni Darmayanti itu mengaku jika semenjak rumahnya terendam lumpur, dia dan suaminya sempat mengungsi di Pasar Baru Porong (PBP). Kemudian, dia pindah kontrak rumah selama dua tahun.

Dari bangunan rumahnya yang terendam lumpur di kawasan RT 07 RW 02, Renokenongo, dia mendapat pembayaran ganti rugi 20 persen Rp 45 juta. Dari uang itulah kemudian digunakan untuk membangun rumah di kawasan Desa Tambakrejo, Kecamatan Krembung.

Uang sebesar itu tidak cukup untuk mendirikan rumah sampai finising. Meski rumahnya belum selesai, Tahun 2010 lalu dia dan suaminya menempati rumah yang dibangun meski belum selesai.

Ketika rumahnya belum selesai dan anak-anaknya beranjak besar, suaminya meninggal dunia dengan cara gantung diri. "Saya masih ingat saat kejadian 1 Agustus 2010," ujar perempuan berambut pendek tersebut.

Yuliati mengaku, ketika rumahnya di Renokenongo terendam lumpur secara tidak langsung membuat dia dan suaminya shock. Sebab, dia dan suaminya membangun rumah di Renokenongo dikit demi sedikit.

Namun, ketika hidupnya mulai tertata semburan lumpur datang menerjang kawasan Porong. "Kita di Reno mulai awal, sudah bisa bangun rumah. Eh ternyata lenyap sesaat diterjang lumpur," akunya.

Dia dan suaminya terpaksa mengungsi di PBP, kemudian mengontrak rumah selama dua tahun. Karena takut uang hasil ganti rugi 20 persen habis, kemudian dia membangun rumah meski tidak cukup.

Diakui atau tidak, Agus Suryatno kepikiran setelah rumahnya terendam lumpur. Apalagi, ketika dia mendapat ganti rugi 20 persen tidaklah cukup untuk membangun rumah lagi.

Menurut Yuliati, suaminya pernah mengeluh apa yang selama kni dikumpulkan daan dibangun saat tinggal di Renokenongo hilang sudah. Padahal, mereka sudah berangan-angan bisa menata hidup dan membesarkan kedua anaknya di desa tempat kelahirannya. "Suami saya bilang begitu, tapi saya tidak menyangka kalau akhirnya nekad bunuh diri," ujarnya.

Ketika suaminya masih ada, Yuliati murni menjadi ibu rumah tangga. Apalagi, suaminya bekerja di salah satu pabrik emas di kawasan Surabaya.

Namun, sepeninggal suaminya dia harus berupaya sendiri dalam membesarkan dan membiayai kedua anaknya. Sedikit demi sedikit, dia melanjutkan membangun rumahnya dan membuka usaha toko kelontong.

Meski masih mempunyai tanggungan hutang dan masih mengharap pelunasan ganti rugi dari Lapindo, ibu bertubuh sedang itu berusaha tetap tegar. "Ya begini mas, buka toko kecil-kecilan untuk membiayai anak," aku Yuliati.

Dua anaknya kini membutuhkan biaya banyak, karena anak pertamanya kelas I SMA dan anak keduanya juga kelas I SD. Kini pikirannya sepenuhnya tercurah bagaimana bisa membesarkan kedua anaknya.

Yuliati mengaku, setelah mendapat ganti rugi 20 persen dari bangunan rumahnya dia pernah mendapat angsuran pembayaran 80 persen selama 11 kali. Tiap bulan dia mendapat angsuran Rp 7,5 juta. (wbs)
()
Copyright © 2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5070 seconds (0.1#10.24)