Petani pesisir terancam dipinggirkan

Selasa, 03 April 2012 - 08:26 WIB
Petani pesisir terancam dipinggirkan
Petani pesisir terancam dipinggirkan
A A A
Sindonews.com - Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) meminta agar petani di pesisir Pantai Selatan Kulonprogo tidak dipinggirkan menyusul banyaknya megaproyek yang akan dibangun di wilayah tersebut.

Selain itu, pemkab juga diminta menyiapkan lahan relokasi untuk pertanian bagi petani yang tergusur lahannya. Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) HKTI DIY Bayu Yanuardi mengatakan, Kabupaten Kulonprogo bagian selatan menjadi lahan berdirinya sejumlah proyek besar seperti penambangan pasir besi, bandara internasional, Pelabuhan Perikanan Tanjung Adi Karta, dan lainnya.

”Megaproyek itu mengakibatkan alih fungsi lahan pertanian,” ujarnya Senin 2 April 2012.

HKTI akan mengambil peran semaksimal mungkin agar petani tidak terpinggirkan. Bayu mengaku akan melakukan advokasi terhadap kepentingan petani agar kesejahteraan petani di Kulonprogo meningkat.

”Adanya megaproyek itu jangan sampai petani terpinggirkan,” ujar Bayu.

Menurut Bayu, petani yang kehilangan lahan akibat penggusuran megaproyek, pemerintah bisa menyediakan relokasi lahan lain yang berpotensi untuk lahan pertanian. Setidaknya,lahan untuk relokasi itu dari unsur kesuburan tanahnya sama seperti lahan yang dimiliki sebelumnya.

”Relokasi lahan harus potensi untuk kegiatan pertanian,” ucapnya.

Alih fungsi lahan akibat megaproyek di pesisir selatan Kulonprogo tergolong luas. Pembangunan bandara internasional pengganti Adisutjpto saja membutuhkan 300 hektare di empat desa di Kecamatan Temon, yakni Desa Palihan, Jangkaran, Glagah, dan Sindutan.

Belum lagi proyek lain seperti penambangan pasir besi dan Pelabuhan Perikanan Tanjung Adi Karta. Camat Temon Joko Prasetyo mengatakan mayoritas warga di pesisir selatan bermata pencaharian sebagai petani.

Secara prinsip, warga tidak keberatan rencana pembangunan bandara. Tetapi, di sisi lain, warga khususnya petani juga ingin terpinggirkan dari megaproyek tersebut.

Menurut dia, warga yang dulunya memiliki lahan lalu dijual untuk pembangunan bandara harus mendapat prioritas dalam hal pekerjaan di megaproyek tersebut. Saat tanah dijual, otomatis mereka tidak lagi sebagai petani karena sudah tidak punya lahan.(azh)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.7835 seconds (0.1#10.140)