Mahfud: MUI salah memahami putusan
A
A
A
Sindonews.com – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai Majelis Ulama Indonesia (MUI) salah dalam memahami konsep hukum, terkait putusan status anak yang lahir di luar pernikahan.
Mahfud juga menampik jika keputusan yang dikeluarkan institusinya justru menghalalkan perzinaan. Mahfud menegaskan, vonis MK tersebut justru sebagai langkah untuk menghalangi perzinaan.Dengan putusan itu, kata Mahfud, maka orang yang melakukan perzinaan harus bertanggung jawab karena telah diancam hukuman. ”Kami menyiapkan ancaman hukuman bagi mereka yang tidak bertanggung jawab. Ini justru menghalangi adanya perzinaan,” tandas Mahfud di Mojokerto kemarin.
Mahfud mengatakan, ada beberapa pemahaman yang berbeda antara MK dan MUI. Pihak MUI,ujarnya,menyamakan hubungan keperdataan dengan nazab. Padahal, dari sisi hukum keduanya tidak memiliki hubungan (berbeda).”MK menyatakan bahwa orang yang lahir di luar pernikahan itu punya hubungan keperdataan dengan bapaknya.Lalu oleh MUI, hubungan keperdataan diartikan hubungan nazab. Ini yang salah,”paparnya.
Mahfud menjelaskan, hubungan keperdataan yang dimaksud MK tidak lantas menyebabkan anak yang lahir dari perzinaan menjadi anak yang punya hubungan nazab. Dengan demikian, seharusnya MUI tidak meributkan keputusan MK tersebut.”Sekali lagi,sebenarnya semangat MK dan MUI itu sama,yakni untuk menghalangi perzinaan,”tandasnya.
MK juga menyatakan bahwa pernikahan yang sah itu adalah dilakukan menurut agama masing-masing.Karena itu, setiap anak yang lahir di luar pernikahan yang sah tidak memiliki hubungan nazab, namun hanya hubungan dalam keperdataan.
Dia mencontohkan, jika ada anak yang lahir di luar pernikahan yang sah, sedangkan bapak kandungnya tidak mengakuinya, maka anak tersebut bisa menuntut keperdataan kepada bapaknya. Ketua Bidang Fatwa MUI Ma’ruf Amin mengatakan, pada prinsipnya MUI tidak akan menentang putusan MK sejauh putusan itu tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Ma’ruf pun membantah jika MUI dikatakan tidak memahami konsep hukum, sebab jelas bahwa selama ini yang dimaksud dengan hubungan keperdataan antara anak dengan orang tua menyangkut hubungan nazab, wali, waris, dan nafkah. (wbs)
Mahfud juga menampik jika keputusan yang dikeluarkan institusinya justru menghalalkan perzinaan. Mahfud menegaskan, vonis MK tersebut justru sebagai langkah untuk menghalangi perzinaan.Dengan putusan itu, kata Mahfud, maka orang yang melakukan perzinaan harus bertanggung jawab karena telah diancam hukuman. ”Kami menyiapkan ancaman hukuman bagi mereka yang tidak bertanggung jawab. Ini justru menghalangi adanya perzinaan,” tandas Mahfud di Mojokerto kemarin.
Mahfud mengatakan, ada beberapa pemahaman yang berbeda antara MK dan MUI. Pihak MUI,ujarnya,menyamakan hubungan keperdataan dengan nazab. Padahal, dari sisi hukum keduanya tidak memiliki hubungan (berbeda).”MK menyatakan bahwa orang yang lahir di luar pernikahan itu punya hubungan keperdataan dengan bapaknya.Lalu oleh MUI, hubungan keperdataan diartikan hubungan nazab. Ini yang salah,”paparnya.
Mahfud menjelaskan, hubungan keperdataan yang dimaksud MK tidak lantas menyebabkan anak yang lahir dari perzinaan menjadi anak yang punya hubungan nazab. Dengan demikian, seharusnya MUI tidak meributkan keputusan MK tersebut.”Sekali lagi,sebenarnya semangat MK dan MUI itu sama,yakni untuk menghalangi perzinaan,”tandasnya.
MK juga menyatakan bahwa pernikahan yang sah itu adalah dilakukan menurut agama masing-masing.Karena itu, setiap anak yang lahir di luar pernikahan yang sah tidak memiliki hubungan nazab, namun hanya hubungan dalam keperdataan.
Dia mencontohkan, jika ada anak yang lahir di luar pernikahan yang sah, sedangkan bapak kandungnya tidak mengakuinya, maka anak tersebut bisa menuntut keperdataan kepada bapaknya. Ketua Bidang Fatwa MUI Ma’ruf Amin mengatakan, pada prinsipnya MUI tidak akan menentang putusan MK sejauh putusan itu tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Ma’ruf pun membantah jika MUI dikatakan tidak memahami konsep hukum, sebab jelas bahwa selama ini yang dimaksud dengan hubungan keperdataan antara anak dengan orang tua menyangkut hubungan nazab, wali, waris, dan nafkah. (wbs)
()