Areal konservasi orangutan dikepung tambang
A
A
A
Sindonews.com - Kawasan Pusat Konservasi dan Rehabilitasi Borneo Orangutan Survival (BOS) Samboja Lesatri adalah satu dari dua tempat khusus penanganan orangutan di Kalimantan.
Di Kalimantan Tengah juga terdapat pusat rehabilitasi orangutan yang dikelola BOS. Menempati kawasan seluas 1.900 hektare di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim, BOS sejak tahun 1991 terus melakukan konservasi dan rehabilitasi terhadap habitat orangutan.
Saat ini sudah ada sekira 234 ekor orangutan yang berada di kawasan konservasi BOS. Namun lima tahun terakhir LSM ini kesulitan melakukan konservasi dan rehabilitasi orangutan.
Hal ini disebabkan oleh hadirnya sejumlah lahan tambang di sekitar areal konservasi. Tidak hanya itu, perkebunan kelapa sawit juga sudah merambah dan bertetangga dengan areal konservasi.
Manager Program BOS Kalimantan Timur Aschta Boerhani Tajuddin mengakui jika areal yang dikelola pihaknya sudah dikelilingi oleh lahan tambang dan perusahaan perkebunan kelapa sawit.
Ini tentu membuat proses rehabilitasi orangutan menjadi terganggu. Apalagi perusahaan-perusahaan yang beroperasi menggunakan mesin dan kendaraan besar.
“Saat ini BOS Samboja Lestari dalam posisi terisolasi. Kehadiran perusahaan tambang membuat areal konservasi tidak lagi nyaman bagi orangutan, di samping itu juga meninggalkan bekas galiannya di sekitar areal konservasi dengan lubang-lubang besar,” kata Aschta, kemarin.
Secara psikologis, kondisi orangutan dengan aktivitas perusahaan ini sangat terganggu. Padahal, kondisi orangutan yang direhabilitasi mengalami trauma akibat perlakukan yang diterimanya sebelum direhabilitasi, bisa karena perburuan atau terjebak perangkap masyarakat yang berburu hewan hutan.
Terkait keberadaan perkebunan kelapa sawit, Aschta juga tak kalah mengkhawatirkan. Ke depan dia mencemaskan ada konflik lahan antara areal konservasi dengan perusahaan perkebunan. Bisa saja areal konservasi yang dikelola BOS di kemudian hari diakui sebagai lahan konsensi perusahaan kelapa sawit.
“Kawasan konservasi yang ada saat ini terancam dengan tidak masuknya kawasan ini ke dalam rencana tata ruang wilayah Permerintah Provinsi Kalimantan Timur dan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. Padahal, keberadaan kita memang membantu, tapi bukan berarti pemerintah lepas tangan,” paparnya.
Ada hal lain yang membuat Aschta prihatin. Pada HUT Pemprov Kaltim ke-55 lalu, kawasan ini mendapat penghargaan pengelolaan obyek wisata nomor satu, terbaik dari obyek wisata lainnya yang ada di Kaltim.
“Ini terkesan mengaburkan sebagai tempat konservasi dan rehabilitasi yang ada saat ini. Kami ini tempat konservasi, bukan tempat wisata,” tegas Aschta.
Selain itu, luasan areal konservasi yang ada saat ini harus menampung 234 ekor orangutan. Padahal, idealnya hanya bisa diisi maksimal 210 ekor orangutan.
Aschta menambahkan, dari 234 orangutan yang berada di areal konservasi, sedikitnya ada 190 ekor orangutan sudah siap dilepasliarkan. BOS saat ini mengalami kesulitan mencari tempat untuk pelepasliaran.
Salah satu kesulitan yang muncul adalah harus adanya uang jaminan untuk areal yang digunakan sebagai lahan konservasi orangutan dengan membayar sebesar Rp3 miliar.
“Pada bulan April 2012 nanti kami akan melepasliarkan enam ekor orangutan di kawasan eks HPH milik PT Mugi Primantan di Kutai Timur,” kata Aschta.
Di Kalimantan Tengah juga terdapat pusat rehabilitasi orangutan yang dikelola BOS. Menempati kawasan seluas 1.900 hektare di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim, BOS sejak tahun 1991 terus melakukan konservasi dan rehabilitasi terhadap habitat orangutan.
Saat ini sudah ada sekira 234 ekor orangutan yang berada di kawasan konservasi BOS. Namun lima tahun terakhir LSM ini kesulitan melakukan konservasi dan rehabilitasi orangutan.
Hal ini disebabkan oleh hadirnya sejumlah lahan tambang di sekitar areal konservasi. Tidak hanya itu, perkebunan kelapa sawit juga sudah merambah dan bertetangga dengan areal konservasi.
Manager Program BOS Kalimantan Timur Aschta Boerhani Tajuddin mengakui jika areal yang dikelola pihaknya sudah dikelilingi oleh lahan tambang dan perusahaan perkebunan kelapa sawit.
Ini tentu membuat proses rehabilitasi orangutan menjadi terganggu. Apalagi perusahaan-perusahaan yang beroperasi menggunakan mesin dan kendaraan besar.
“Saat ini BOS Samboja Lestari dalam posisi terisolasi. Kehadiran perusahaan tambang membuat areal konservasi tidak lagi nyaman bagi orangutan, di samping itu juga meninggalkan bekas galiannya di sekitar areal konservasi dengan lubang-lubang besar,” kata Aschta, kemarin.
Secara psikologis, kondisi orangutan dengan aktivitas perusahaan ini sangat terganggu. Padahal, kondisi orangutan yang direhabilitasi mengalami trauma akibat perlakukan yang diterimanya sebelum direhabilitasi, bisa karena perburuan atau terjebak perangkap masyarakat yang berburu hewan hutan.
Terkait keberadaan perkebunan kelapa sawit, Aschta juga tak kalah mengkhawatirkan. Ke depan dia mencemaskan ada konflik lahan antara areal konservasi dengan perusahaan perkebunan. Bisa saja areal konservasi yang dikelola BOS di kemudian hari diakui sebagai lahan konsensi perusahaan kelapa sawit.
“Kawasan konservasi yang ada saat ini terancam dengan tidak masuknya kawasan ini ke dalam rencana tata ruang wilayah Permerintah Provinsi Kalimantan Timur dan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. Padahal, keberadaan kita memang membantu, tapi bukan berarti pemerintah lepas tangan,” paparnya.
Ada hal lain yang membuat Aschta prihatin. Pada HUT Pemprov Kaltim ke-55 lalu, kawasan ini mendapat penghargaan pengelolaan obyek wisata nomor satu, terbaik dari obyek wisata lainnya yang ada di Kaltim.
“Ini terkesan mengaburkan sebagai tempat konservasi dan rehabilitasi yang ada saat ini. Kami ini tempat konservasi, bukan tempat wisata,” tegas Aschta.
Selain itu, luasan areal konservasi yang ada saat ini harus menampung 234 ekor orangutan. Padahal, idealnya hanya bisa diisi maksimal 210 ekor orangutan.
Aschta menambahkan, dari 234 orangutan yang berada di areal konservasi, sedikitnya ada 190 ekor orangutan sudah siap dilepasliarkan. BOS saat ini mengalami kesulitan mencari tempat untuk pelepasliaran.
Salah satu kesulitan yang muncul adalah harus adanya uang jaminan untuk areal yang digunakan sebagai lahan konservasi orangutan dengan membayar sebesar Rp3 miliar.
“Pada bulan April 2012 nanti kami akan melepasliarkan enam ekor orangutan di kawasan eks HPH milik PT Mugi Primantan di Kutai Timur,” kata Aschta.
()