Penghuni 'surat ijo' terus melawan

Selasa, 21 Februari 2012 - 15:33 WIB
Penghuni surat ijo terus...
Penghuni 'surat ijo' terus melawan
A A A
Sindonews.com – Sengketa surat ijo tak kunjung usai. Warga 15 kelurahan yang masuk surat ijo menutut pelepasan tanah yang ditempatinya. Mereka menuntut Pemerintah Kota (Pemkot) agar membubarkan Dinas Pengelolaan Tanah dan Bangunan (DPTB) yang dianggap tak becus.

Kebencian warga pemilik surat ijo sudah puncak. Keluarnya tuntutan pembubaran DPTB ini, karena keberadaannya terus merugikan warga yang memiliki surat ijo.

Ketua panitia peraih hak atas tanah masyarakat pemegang surat ijo wilayah kelurahan Perak Barat, Kecamatan Krembangan Soeradi menuturkan, pihaknya tak main-main dalam pembubaran DPTB.

Keberadaan DPTB menciptakan dualisme fungsi pengelolaan tanah di Surabaya. Seharusnya, semua pengelolaan tanah dipegang Badan Pertanahan Nasional (BPN). “Lha sekarang pemkot juga ikut mengelola,” ujarnya, Selasa (21/2/2012).

Penghuni surat ijo juga meminta agar status tanah ijo dihapus pemkot dan menajadi hak milik warga kota. Dalam proses perubahan status tanah surat ijo menjadi hak milik dilakukan tanpa ganti rugi sama sekali, kecuali biaya partipasi.

“Sebenarnya banyak alasan yang yang perlu kami ungkapkan atas masalah ini, tapi tuntutan kami yang terbaru adalah pembubaran DPTB Pemkot,” sambungnya.

Anjloknya pendapatan asli daerah (PAD) yang berasal dari retribusi sewa tanah surat ijo milik pemkot tidak hanya terjadi pada tahun ini, namun juga akan berlangsung seterusnya. Pasalnya, selain meminta pembubaran DPTB masyarakat pemegang surat ijo akan terus melakukan pemboikotan dengan tidak membayar uang sewa tanah pada pemkot.

“Sampai sekarang kami boikot pembayaran uang sewa tanah surat ijo kok,” imbuhnya.

Ketua Gerakan Pejuang Hapus Surat Ijo Surabaya (GPHSIS) Bambang Sudibyo mengatakan, semula yang bersedia membayar uang sewa tanah surat ijo pada pemkot jumlahnya mencapai sekitar 70.000 kepala keluarga (KK). Sedangkan yang sudah tidak mau membayar sekitar 35.000.

“Warga yang boikot tidak bayar sewa tanah surat ijo sudah mendekati separo dari jumlah penghuni surat ijo. Jumlah ini saya kira akan lebih banyak lagi, karena gerakan peboikotan terus berlangsung marak dan berada di mana-mana,” katanya.

Dia melanjutkan, gerakan pemboikotan tidak bayar sewa tanah surat ijo tersebar di mana-mana, seperti di Dukuh Kupang, Wonorejo, Ngagel, Pucang, Krembangan, Perak dan Barata Jaya, serta lainnya.

Aksi ini sebagai bentuk protes terkait kebijakan yang dilakukan Pemkot Surabaya. Sebab, tanah yang didiami mereka sejak puluhan tahun itu hingga kini diklaim sebagai milik pemkot. Anehnya, pemkot sendiri tidak memiliki bukti kepemilikan atas tanah yang ditempati sekarang.

Selain itu juga, kasus tanah surat ijo sedang proses hukum. Tentunya tanah tersebut berstatus quo. Artinya pemerintah tidak boleh memungut uang sewa selama belum ada keputusan hukum tetap.

Tidak hanya itu, dari enam gugatan yang dilakukan pemilik tanah surat ijo, ternyata ada satu kasus yang dimenangkan setelah pihaknya melakukan kasasi di tingkat MA. Gugatan yang menang ini dilakukan pemilik surat ijo di kawasan Barata Jaya dan sekitarnya.

Bahkan kuasa hukumnya sudah melakukan sosialisasi kepada mereka soal kemenangan gugatan mereka. Mereka juga siap mengajukan sertifikasi, karena berdasarkan UU Pokok Agraria No 5 Tahun 1960, dinyatakan mereka yang menempati tanah secara terus-menerus selama 20 tahun berhak mengajukan sertifikat.

Dengan berdasarkan realitas yang ada, katanya, pemilik surat ijo akan terus melakukan aksi pemboikotannya. Bahkan tidak menutup kemungkinan aksi ini akan meluas ke seluruh pemilik surat tanah ijo lainnya.

Dalam kesempatan itu, pihaknya juga mempertanyakan soal kelanjuan raperda pelepasan tanah surat ijo ke Pemkot, karena hingga kini belum ada kejelasan.

Sementara itu, informasi dari pemkot menyebutkan, banyaknya penghuni tanah surat ijo yang boikot bayar sewa membuat perolehan PAD merosot. Bahkan, pendapatan dari sewa tanah surat ijo terjun bebas.

Berdasarkan target pendapatan di Dinas Pengelolaan Tanah dan Bangunan Kota Surabaya tahun 2011 sebesar Rp76 miliar, ternyata hingga November ini hanya terealisasi Rp26 miliar. Artinya, pendapatan yang diperoleh hanya berkisar Rp2 miliar hingga Rp2,5 miliar per bulannya.

Padahal, pemasukan surat ijo ini ditargetkan Rp67 miliar. Bahkan untuk mengejar target, DPTB Kota Surabaya menyebarkan surat tagihan kepada pemilik tanah surat ijo agar segera melunasi atau membayarnya. Bahkan, dinas ini pula melakukan sosialisasi ke masyarakat untuk segera membayar retribusi tanah ijo yang tertunggak. Tapi hasilnya tetap saja tidak maksimal.

“Kami sudah berusaha agar mereka tetap membayar retribusi. Soal agar DPTB dibubarkan, itu bukan kewenangan kami menjawabnya,” ujar Kepala DPTB Jumadji.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9356 seconds (0.1#10.140)