Ratusan warga tolak eksekusi tanah
A
A
A
Sindonews.com - Ratusan warga dari tiga desa menolak eksekusi tanah seluas 350 hektare di Desa Margamulya, Wanasari, dan Desa Wanakerta, Kecamatan Telukjambe Barat, Kabupaten Karawang.
Mereka berunjuk rasa di depan Pengadilan Negeri Karawang, kemarin. Para petani merasa PT Sumber Air Mas Pratama (SAMP) telah menyerobot tanah milik mereka pada 1990 dengan memobilisasi preman dan didukung oknum TNI. Namun, upaya tersebut gagal karena para petani menghadang karena merasa memiliki sertifikat dan surat pembayaran pajak resmi.
Sementara PT SAMP hanya memiliki surat izin lokasi dan didasari pada peta atau gambar yang diduga palsu. Ketua Jaringan Masyarakat Peduli Hukum (JMPH) Karawang Yono Kurniawan mengatakan, sebelumnya warga merasa terganggu dengan rencana eksekusi tersebut.
Akhirnya, 49 warga dari 250 warga yang memiliki lahan seluas 70 hektare ini menggugat secara perdata ke Pengadilan Negeri Karawang.
Setelah proses hukum, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan yang mengejutkan karena dalam amar putusan tersebut dinyatakan tanah milik negara tidak 70 hektare, tapi sampai 350 hektare.
"Warga yang tidak tahu apaapa dan memiliki sertifikat ini akhirnya juga masuk menjadi tanah milik negara," ucapnya.
Yono menilai, putusan MA ini memiliki kejanggalan-kejanggalan. Dia menyebutkan, warga yang memiliki sertifikat dan surat pembayaran pajak tidak jadi pertimbangan hakim. Humas Pengadilan Negeri Karawang Agung Sulistyo mengatakan, pihaknya tidak akan serta merta menolak atau mengabulkan rencana eksekusi tanah tersebut.
Pihaknya akan mempelajari putusan yang berkaitan dengan tuntutan warga, khususnya pada masalah eksekusi lahan. "Kami akan meminta kepada pihak pengacara warga untuk memberikan laporan tertulis kronologi perkara tersebut, sejak di proses pengadilan sampai MA," pungkasnya. (san)
Mereka berunjuk rasa di depan Pengadilan Negeri Karawang, kemarin. Para petani merasa PT Sumber Air Mas Pratama (SAMP) telah menyerobot tanah milik mereka pada 1990 dengan memobilisasi preman dan didukung oknum TNI. Namun, upaya tersebut gagal karena para petani menghadang karena merasa memiliki sertifikat dan surat pembayaran pajak resmi.
Sementara PT SAMP hanya memiliki surat izin lokasi dan didasari pada peta atau gambar yang diduga palsu. Ketua Jaringan Masyarakat Peduli Hukum (JMPH) Karawang Yono Kurniawan mengatakan, sebelumnya warga merasa terganggu dengan rencana eksekusi tersebut.
Akhirnya, 49 warga dari 250 warga yang memiliki lahan seluas 70 hektare ini menggugat secara perdata ke Pengadilan Negeri Karawang.
Setelah proses hukum, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan yang mengejutkan karena dalam amar putusan tersebut dinyatakan tanah milik negara tidak 70 hektare, tapi sampai 350 hektare.
"Warga yang tidak tahu apaapa dan memiliki sertifikat ini akhirnya juga masuk menjadi tanah milik negara," ucapnya.
Yono menilai, putusan MA ini memiliki kejanggalan-kejanggalan. Dia menyebutkan, warga yang memiliki sertifikat dan surat pembayaran pajak tidak jadi pertimbangan hakim. Humas Pengadilan Negeri Karawang Agung Sulistyo mengatakan, pihaknya tidak akan serta merta menolak atau mengabulkan rencana eksekusi tanah tersebut.
Pihaknya akan mempelajari putusan yang berkaitan dengan tuntutan warga, khususnya pada masalah eksekusi lahan. "Kami akan meminta kepada pihak pengacara warga untuk memberikan laporan tertulis kronologi perkara tersebut, sejak di proses pengadilan sampai MA," pungkasnya. (san)
()