Tanah dirampas, dewan dihadiahi enceng gondok
A
A
A
Sindonews.com- DPRD Kabupaten Wajo dihadiahi seonggok enceng gondok dan segumpal tanah rawa, oleh ratusan warga yang menggelar aksi menuntut, perubahan tapal batas Kecamatan Tanasitolo dan Kecamatan Maniangpajo.
Pasalnya, keputusan ditetapkan sepihak oleh pemerintah kabupaten sehingga berujung pada perampasan hak tanah milik warga Tanasitolo.
Ketegangan di ruang aspirasi juga sempat terjadi, ketika anggota DPRD terlambat menemui para pendemo yang sudah memasuki ruang aspirasi. Enceng gondok dan tanah rawa yang dibawa dihamburkan ke lantai. Bahkan salah satu warga mengambil tanah rawa dan membasuhkan ke mukanya, sebagai tanda protes, tanah yang selama ini menjadi tempat pencaharian di rampas oleh oknum tidak bertanggung jawab.
"Perbatasan harus ditetapkan sesuai tempatnya karena sebelumnya memang perbatasan sudah ada kenapa mesti diubah kembali," salah satu warga Muh Asri sambil membasuh mukanya dengan tanah rawa yang dibawa.
Dia juga meminta sebagai masyarakat Tanasitolo agar hak mereka dikembalikan, yakni berupa tanah balete (tambak pasang surut) yang diduga dirampas oleh salah satu oknum masyarakat Maniangpajo, maupun oknum pemerintah yang terlibat di dalamnya.
"Tolong dikembalikan. Adapun kalau ada pengaturan dari pemerintah tentu akan kami tepati. Tapi kalau dengan cara seperti ini diambil begitu saja secara sepihak, bagaimana dengan kehidupan kami," katanya.
Asri juga mengungkapkan, warga yang melakukan perampasan semuanya mempunyai SPPT. Namun warga Tanasitolo yang lebih dahulu mengolah tanah tersebut mengaku mengikuti aturan yakni tidak menggunakan SPPT tetapi dengan retrebusi. Terkait persoalan tersebut, pemerintah sudah menjanjikan bahwa SPPT yang terbit 2009 sampai 2011 akan diputihkan tapi nyatanya sampai sekarang belum ada pemutihan.
"Untuk tapal batas, pada pemasangan patok pertama sudah benar karena masyarakat dari dua kecamatan ikut dilibatkan. Namun pada pematokan kedua masyarakat tidak dilibatkan sehingga tapal batas tersebut berpindah tempat," katanya.
Korlap Aksi tersebut Abd Rahman Peddu mengatakan, tuntutan masyarakat adalah hak mereka dikembalikan, dan meminta pemerintah daerah untuk kembali menetapkan tapal batas sesuai dengan perundang-undangn yang berlaku.
"Dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 pasal 7 huruf b kewenangan pemerintah bukan untuk memindahkan, tetapi mengawasi dan menjaga agar tapal batas tersebut tetap ada," katanya.
Dengan pemindahan tapal batas hasil akhirnya adalah pencabutan hak warga di atas tanah sehingga beralih ke pihak lain. "Kami minta persoalan ini di selesaikan dengan segera oleh pemkab agar tidak terjadi konflik yang bisa menelan korban jiwa," katanya.
Kabag Pemerintahan Kabupaten Wajo mengatakan peroalan antara batas dan perampasan hak harus di pisahkan. Kalau difokuskan pada batas, menurutnya tidak jadi masalah, karena batas ditempatkan dimana saja. Tanah warga tetap hak milik mereka.
"Yang jadi masalah ada perampasan hak di situ. Ada perampasan hak yang dilakukan oleh pihak lain. Itu yang membuat sehingga timbul masalah ini," katanya.
Disinggung menganai siapa-siapa oknum yang berpotensi melakukan perampasan hak, apakah warga Tanasitolo atau Kecamatan Maniangpajo, Pallawarukka menjelaskan masing-masing pihak ada kontribusinya dalam persoalan tersebut.
"Dalam inturksi bupati yang menyatakan tidak boleh ada kegiatan pada lahan tersebut, namun ada oknum yang tidak taat. Adanya surat dari pemda itu untuk meredam persolan. Jadi mestinya jangan ada lagi yang melakukan kegiatan seperti sekrang ini," jelasnya.
Ketua Komisi I Bidang pemerintahan, perhubungan, dan perizinan Kabupaten Wajo Taqwa Gaffar yang menerima para pengunjuk rasa mengatakan, tapal batas tidak sesuai dengan aspek-aspek yang ada, sehingga timbul perampasan hak tanah warga Tanasitolo oleh Warga Maniangpajo.
"Awalnyakan perampasan hak, dan setelah ada proses, kami menyetujui dianggarkannya pembuatan tapal batas sebesar Rp200 juta. Kami tidak harap dengan dianggarkannya tapal batas tersebut kembali ada protes dari warga," katanya.
Untuk itu pihaknya berharap Pemkab harus meninjau ulang hasil daripada kegiatan tapal batas yang menimbulkan protes dari Warga. "Aspirasi ini akan kami sampaikan Ketua DPRD, dan akan dirapatkerjakan dengan pihak terkait," pungkasnya.
Pasalnya, keputusan ditetapkan sepihak oleh pemerintah kabupaten sehingga berujung pada perampasan hak tanah milik warga Tanasitolo.
Ketegangan di ruang aspirasi juga sempat terjadi, ketika anggota DPRD terlambat menemui para pendemo yang sudah memasuki ruang aspirasi. Enceng gondok dan tanah rawa yang dibawa dihamburkan ke lantai. Bahkan salah satu warga mengambil tanah rawa dan membasuhkan ke mukanya, sebagai tanda protes, tanah yang selama ini menjadi tempat pencaharian di rampas oleh oknum tidak bertanggung jawab.
"Perbatasan harus ditetapkan sesuai tempatnya karena sebelumnya memang perbatasan sudah ada kenapa mesti diubah kembali," salah satu warga Muh Asri sambil membasuh mukanya dengan tanah rawa yang dibawa.
Dia juga meminta sebagai masyarakat Tanasitolo agar hak mereka dikembalikan, yakni berupa tanah balete (tambak pasang surut) yang diduga dirampas oleh salah satu oknum masyarakat Maniangpajo, maupun oknum pemerintah yang terlibat di dalamnya.
"Tolong dikembalikan. Adapun kalau ada pengaturan dari pemerintah tentu akan kami tepati. Tapi kalau dengan cara seperti ini diambil begitu saja secara sepihak, bagaimana dengan kehidupan kami," katanya.
Asri juga mengungkapkan, warga yang melakukan perampasan semuanya mempunyai SPPT. Namun warga Tanasitolo yang lebih dahulu mengolah tanah tersebut mengaku mengikuti aturan yakni tidak menggunakan SPPT tetapi dengan retrebusi. Terkait persoalan tersebut, pemerintah sudah menjanjikan bahwa SPPT yang terbit 2009 sampai 2011 akan diputihkan tapi nyatanya sampai sekarang belum ada pemutihan.
"Untuk tapal batas, pada pemasangan patok pertama sudah benar karena masyarakat dari dua kecamatan ikut dilibatkan. Namun pada pematokan kedua masyarakat tidak dilibatkan sehingga tapal batas tersebut berpindah tempat," katanya.
Korlap Aksi tersebut Abd Rahman Peddu mengatakan, tuntutan masyarakat adalah hak mereka dikembalikan, dan meminta pemerintah daerah untuk kembali menetapkan tapal batas sesuai dengan perundang-undangn yang berlaku.
"Dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 pasal 7 huruf b kewenangan pemerintah bukan untuk memindahkan, tetapi mengawasi dan menjaga agar tapal batas tersebut tetap ada," katanya.
Dengan pemindahan tapal batas hasil akhirnya adalah pencabutan hak warga di atas tanah sehingga beralih ke pihak lain. "Kami minta persoalan ini di selesaikan dengan segera oleh pemkab agar tidak terjadi konflik yang bisa menelan korban jiwa," katanya.
Kabag Pemerintahan Kabupaten Wajo mengatakan peroalan antara batas dan perampasan hak harus di pisahkan. Kalau difokuskan pada batas, menurutnya tidak jadi masalah, karena batas ditempatkan dimana saja. Tanah warga tetap hak milik mereka.
"Yang jadi masalah ada perampasan hak di situ. Ada perampasan hak yang dilakukan oleh pihak lain. Itu yang membuat sehingga timbul masalah ini," katanya.
Disinggung menganai siapa-siapa oknum yang berpotensi melakukan perampasan hak, apakah warga Tanasitolo atau Kecamatan Maniangpajo, Pallawarukka menjelaskan masing-masing pihak ada kontribusinya dalam persoalan tersebut.
"Dalam inturksi bupati yang menyatakan tidak boleh ada kegiatan pada lahan tersebut, namun ada oknum yang tidak taat. Adanya surat dari pemda itu untuk meredam persolan. Jadi mestinya jangan ada lagi yang melakukan kegiatan seperti sekrang ini," jelasnya.
Ketua Komisi I Bidang pemerintahan, perhubungan, dan perizinan Kabupaten Wajo Taqwa Gaffar yang menerima para pengunjuk rasa mengatakan, tapal batas tidak sesuai dengan aspek-aspek yang ada, sehingga timbul perampasan hak tanah warga Tanasitolo oleh Warga Maniangpajo.
"Awalnyakan perampasan hak, dan setelah ada proses, kami menyetujui dianggarkannya pembuatan tapal batas sebesar Rp200 juta. Kami tidak harap dengan dianggarkannya tapal batas tersebut kembali ada protes dari warga," katanya.
Untuk itu pihaknya berharap Pemkab harus meninjau ulang hasil daripada kegiatan tapal batas yang menimbulkan protes dari Warga. "Aspirasi ini akan kami sampaikan Ketua DPRD, dan akan dirapatkerjakan dengan pihak terkait," pungkasnya.
()