Kasus perceraian di Gunungkidul meningkat

Senin, 13 Februari 2012 - 09:42 WIB
Kasus perceraian di Gunungkidul meningkat
Kasus perceraian di Gunungkidul meningkat
A A A
Sindonews.com - Selain angka pernikahan dini yang terus bertambah, angka perceraian di Gunungkidul juga layak menjadi perhatian. Sejak tiga tahun terakhir, jumlah warga yang mengajukan perpisahan rumah tangga terus mengalami peningkatan.

Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Wonosari Siti Haryanti mengatakan, pada 2011 lalu, angka perceraian warga di Gunungkidul sebanyak 1.609 kasus. Angka ini mengalami peningkatan sebanyak 298 kasus dari tahun sebelumnya yang mencapai 1.311kasus. "Memang tren perceraian juga sama dengan dispensasi nikah dini, yaitu meningkat," katanya, kemarin.

Mayoritas pengajuan gugatan perceraian yang masuk Pengadilan Agama Gunungkidul dilakukan oleh perempuan atau istri. "Biasanya mereka mengajukan perceraian karena tidak dinafkahi suami," ungkap dia.

Selain itu, persoalan yang memicu perceraian di antarnya adanya pihak ketiga (perselingkuhan) serta istri ditinggal lama oleh suami tanpa ada kejelasan kabar. Untuk meminimalisasi kasus perceraian di kabupaten terluas di DIY ini, Pengadilan Agama juga sudah menawarkan proses mediasi.

Namun lantaran mereka sudah tidak kuat mempertahankan rumah tangga, akhirnya perceraian tetap diambil sebagai jalan keluar.

Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan, Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMPKB) Siti Isnaini Dikoningrum mengatakan, tingginya kasus perceraian juga dipicu oleh pernikahan dini yang marak terjadi di Gunungkidul.

Menurutnya, dispensasi nikah dini terpaksa dikeluarkan oleh Pengadilan Agama lantaran kedua pasangan yang belum genap usianya terlanjur hamil terlebih dahulu. "Padahal secara psikis, mereka belum siap, emosi juga masih labil sehingga memicu pertengkaran besar dan kemudian adanya gugatan cerai," jelasnya.

Dia yakin matangnya pemikiran serta usai pernikahan menjadi salah satu penentu kelanggengan sebuah rumah tangga. "Kalau belum matang dan menikah dengan terpaksa, ini masuk golongan rentan untuk bercerai," imbuhnya.

Aktivis Women Research Indonesia (WRI) Tri Asmiyanto mengatakan, persoalan pernikahan dinidan perceraian merupakan mata rantai yang harus segera diputus.

Upaya untukmemberikan penyadaran terhadap remaja mengenai sebuah ikatan pernikahan menjadi salah satu cara agar pernikahan yang belum waktunya bisa dikurangi. "Ini memang pekerjaan besar. Apalagi terjadi pergeseran budaya di kalangan remaja yang lebih suka dengan hubungan seks dengan temannya (pranikah)," katanya.

Perlu diketahui,angka perceraian melonjak sejak 2009 lalu. Waktu itu dalam satu tahun terdapat 1.172 kasus perceraian. Lalu 2010 mencapai 1.311 kasus, dan 2011 sebanyak 1.609 kasus. (san)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0015 seconds (0.1#10.140)