Pimpinan SKPD Blitar diduga terlibat korupsi
A
A
A
Sindonews.com - Kejaksaan Negeri Blitar diminta untuk mengusut kasus penyalahgunaan dana pembangunan taman dan lampion rumah dinas Wali Kota Blitar secara tuntas.
Sebab, kasus korupsi Rp180 juta tersebut diduga tidak berhenti pada pejabat HS yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Menurut Koordinator LSM Forum Komunikasi Masyarakat Anti-Korupsi (Formak) Totok, secara hirarki kekuasaan dan tanggung jawab, sejumlah pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah, seperti Dinas Pekerjaan Umum (PU), Bagian Umum, Bagian Keuangan dan Asisten I diduga juga terlibat.
Sebab tanpa peran serta mereka, dana tidak dapat dialokasikan di APBD. “Sebab para pejabat ini yang memberikan atensi untuk pencairan dana. Jadi tidak hanya tersangka (HS) yang bertanggung jawab,“ ujar Totok kepada Sindo, Jumat (10/2/2012).
Pembangunan taman dan lampion rumah dinas Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar menelan anggaran sebesar Rp 180 juta. Pekerjaan ini selesai pada November 2010. Namun pada APBD 2011 kembali dialokasikan dengan nominal yang sama.
Terminologi korupsi menyebutnya sebagai anggaran fiktif. Oleh Formak, dugaan penyimpangan tersebut dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Blitar.
Ibarat sungai, kata Totok tentunya dana yang telah cair akan mengalir ke mana-mana. Tidak hanya hilir, tetapi juga di hulu. Uang hasil curian tersebut dipastikan tidak hanya berhenti di pusaran kantong HS.
Sangat mungkin dan masuk akal, lanjut Totok, aliran dana menyebar ke seluruh lini yang terlibat. Karenanya, dalam penanganan kasus, dia berharap jangan sampai terjadi pengorbanan satu pihak demi menyelamatkan sekelompok orang yang sebenarnya paling bertanggung jawab.
“Ini menjadi tugas jaksa mengungkapnya. Jangan sampai terjadi tebang pilih penanganan kasus, “terangnya.
Terkait HS yang masih dibiarkan menghirup udara bebas (tidak ditahan), Totok mendesak kejaksaan untuk segera melakukan penahanan.
Hal itu mengingat tidak sedikit tersangka korupsi di Blitar memilih melarikan diri saat kasusnya dibawa ke pengadilan. “Idealnya harus ditahan. Tapi mungkin saja ini sebagai bagian strategi untuk menunggu tersangka lain,“ pungkasnya.
Sementara Kasi Intel Kejaksaan Negeri Blitar M Anshori berjanji akan mengusut perkara korupsi tersebut hingga tuntas. Menurut dia, sampai saat ini pemeriksaan masih terus berjalan.
Dia juga tidak menutup kemungkinan akan bertambahnya jumlah tersangka. “Kita masih terus melakukan pemeriksaan terhadap semua pihak yang terlibat, “ujarnya.
Mengenai belum ditahanya tersangka HS, Anshori mengaku tidak menemukan gejala hendak melarikan diri, mengulangi perbuatanya, atau menghilangkan barang bukti dari diri yang bersangkutan. “Tersangka sejauh ini kooperatif dan itu yang menjadi alasan tidak dilakukanya penahanan, “ujarnya singkat.
Sebab, kasus korupsi Rp180 juta tersebut diduga tidak berhenti pada pejabat HS yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Menurut Koordinator LSM Forum Komunikasi Masyarakat Anti-Korupsi (Formak) Totok, secara hirarki kekuasaan dan tanggung jawab, sejumlah pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah, seperti Dinas Pekerjaan Umum (PU), Bagian Umum, Bagian Keuangan dan Asisten I diduga juga terlibat.
Sebab tanpa peran serta mereka, dana tidak dapat dialokasikan di APBD. “Sebab para pejabat ini yang memberikan atensi untuk pencairan dana. Jadi tidak hanya tersangka (HS) yang bertanggung jawab,“ ujar Totok kepada Sindo, Jumat (10/2/2012).
Pembangunan taman dan lampion rumah dinas Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar menelan anggaran sebesar Rp 180 juta. Pekerjaan ini selesai pada November 2010. Namun pada APBD 2011 kembali dialokasikan dengan nominal yang sama.
Terminologi korupsi menyebutnya sebagai anggaran fiktif. Oleh Formak, dugaan penyimpangan tersebut dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Blitar.
Ibarat sungai, kata Totok tentunya dana yang telah cair akan mengalir ke mana-mana. Tidak hanya hilir, tetapi juga di hulu. Uang hasil curian tersebut dipastikan tidak hanya berhenti di pusaran kantong HS.
Sangat mungkin dan masuk akal, lanjut Totok, aliran dana menyebar ke seluruh lini yang terlibat. Karenanya, dalam penanganan kasus, dia berharap jangan sampai terjadi pengorbanan satu pihak demi menyelamatkan sekelompok orang yang sebenarnya paling bertanggung jawab.
“Ini menjadi tugas jaksa mengungkapnya. Jangan sampai terjadi tebang pilih penanganan kasus, “terangnya.
Terkait HS yang masih dibiarkan menghirup udara bebas (tidak ditahan), Totok mendesak kejaksaan untuk segera melakukan penahanan.
Hal itu mengingat tidak sedikit tersangka korupsi di Blitar memilih melarikan diri saat kasusnya dibawa ke pengadilan. “Idealnya harus ditahan. Tapi mungkin saja ini sebagai bagian strategi untuk menunggu tersangka lain,“ pungkasnya.
Sementara Kasi Intel Kejaksaan Negeri Blitar M Anshori berjanji akan mengusut perkara korupsi tersebut hingga tuntas. Menurut dia, sampai saat ini pemeriksaan masih terus berjalan.
Dia juga tidak menutup kemungkinan akan bertambahnya jumlah tersangka. “Kita masih terus melakukan pemeriksaan terhadap semua pihak yang terlibat, “ujarnya.
Mengenai belum ditahanya tersangka HS, Anshori mengaku tidak menemukan gejala hendak melarikan diri, mengulangi perbuatanya, atau menghilangkan barang bukti dari diri yang bersangkutan. “Tersangka sejauh ini kooperatif dan itu yang menjadi alasan tidak dilakukanya penahanan, “ujarnya singkat.
()