Piramida Garut antara mitos dan harapan besar

Kamis, 26 Januari 2012 - 10:16 WIB
Piramida Garut antara mitos dan harapan besar
Piramida Garut antara mitos dan harapan besar
A A A
Sindonews.com - Piramida di Sadagurip, Garut, diduga lebih tua dan lebih besar dari Piramida Giza di Mesir. Isu ini tak hanya ramai dibicarakan di dalam negeri, bahkan pihak luar negeri pun memberikan perhatian besar terutama kalangan peneliti dan arkeolog.

Mereka terpicu untuk mampu membuktikan misteri Piramida Garut, terlebih banyak terori yang menyakini jika memang Piramida Garut itu ada dan buatan manusia, sudah barang tentu misteri Atlantis yang punya peradaban tinggi ini dan kononnya ada di wilayah Nusantara, bukan sebatas mitos lagi.

Meski belum bisa dipastikan keasliaanya, Bupati Garut Aceng HM Fikri berharap Gunung Sadahurip yang diduga merupakan piramida bisa menjadi objek Wisata khusus arkeolog.

Kesimpang siuran mengenai Piramida Garut yang sudah menjadi wacana internasional diharapkan bisa menarik banyak perhatian. Setidaknya dari kawasan Garut dan sekitarnya, untuk mendatangi Gunung Sadahurip. Jika ini terjadi, maka pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut akan membaik. Namun, menurutnya, pembuktian kebenaran tetap harus dilakukan.

"Sehingga nanti ada kepastian yang bisa diyakini oleh publik jika di dalam gunung piramida itu terdapat sebuah peninggalan purba," kata Aceng di MNC Plaza, Kebon Sirih, Jakarta, Kamis (26/1/2011).

Aceng meyakini banyak teori yang telah diungkapkan banyak ahli tentu ada manfaatnya. Paling tidak, kata dia, akan membuat penasaran warga Garut dan sekitarnya untuk datang ke Gunung Sadahurip. "Setidaknya secara ilmiah kita tertantang, bahwa kita perlu mengkaji sejarah versi kita sendiri, jangan versi orang lain," tukasnya.

Bupati Garut ini menyadari jika Piramida Garut sudah menjadi wacana internasional, dan tim sedang melakukan eskavasi di atas gunung sedalam 2,5 meter yang bisa berpotensi longsor.

"Kita tetap memantau untuk lubang yang ada dalam keadaan yang wajar dan bukan lubang besar. ke depannya kawasan tersebut akan dijadikan objek wisata arkeologi, karena orang menyorot secara arkeologi dan geologi yang merupakan sebuah benda purba," cetusnya.

Namun karena masih belum terbukti kebenarannya, Aceng masih belum berani mensosialisasikan adanya benda purbakala itu. "Saya hanya menjelaskan jika disitu ada penelitian dari tim, jika terbukti benar maka Bangsa Indonesia akan berbahagia," pungkasnya.

Diragukan
Sejumlah pengamat dan peneliti dari geologi dan arkeologi di Indonesia banyak yang menyangkal jika gunung Sadahurip, Garut, Jawa Barat bukanlah sebuah piramida. Penemuan tersebut diakui beberapa pengamat harus bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB) Sujatmiko mengatakan Candi yang mirip piramida memang ada. "Tapi saya mempertanyakan apakah memang ada piramida di Jawa Barat. Padahal kerajaan tertua di sana, yakni Tarumanegara tidak pernah ada pembangunan piramida pada zaman dahulu," katanya di Komplek MNC, Jalan Kebon Sirih Raya, Jakarta, Kamis (26/1/2012).

Tim Katostropik Purba, menurut Sujatmiko terlalu mengembar-gemborkan jika gunung di kawasan Garut tersebut berpotensi sebuah piramida. Kemudian tim juga seolah berpendapat jika piramida itu lebih baik dari Giza yang lebih kecil dari Gunung Sadahurip.

"Secara keilmuwan tidak mungkin batuan beku bisa mengalir atau terdorong ke atas." ungkapnya.

Sujatmiko kembali menambahkan akan menjadi sesuatu yang berbahaya jika tim Katostropik Purba yang merupakan Staf Khusus Presiden Bidang Bencana Alam dan Bantuan Sosial mengklaim itu piramida. "Nanti mereka akan malu dan bisa memperburuk citra presiden," simpulnya.

Selain itu, peneliti IPB ini juga memaparkan bahwa kini tim juga melakukan eskavasi sedalam 2,5 meter untuk melakukan uji carbon dating dengan membuat dua lubang di atas permukaan Gunung Sadahurip yang masih didiamkan.

Sementara itu, Sejarawan LIPI Asvi Warman berpendapat tempat dan lokasi yang diduga piramida ini tidak ditemukan adanya suatu bukti pendukung.

"Piramid dan sisa-sisa kebudayaan itu mungkin terkubur tanah. Namun, budaya yang mendukung itu harusnya ada, tapi hingga kini tidak ada. Jujur, saya menyangsikan itu karena kebudayaan kuno seperti Kerajaan Tarumanegara tidak ditemukan adanya kebudayaan yang mendukung dengan piramida," jelas Asvi.

Bahkan, Asvi mengkhawatirkan jika Piramida Garut sama dengan fenomena crop circle yang merupakan buatan manusia. "Karena hingga kini belum ditemukan bukti pendukung," cetusnya.

Fokus penelitian
Sementara itu Tim Katostropik Purba selama tiga tahun ke depan akan fokus melakukan penelitian pada Gunung Sadahurip, untuk menguji apakah Piramida yang ditemukan terbentuk secara alami atau buatan manusia.

"Suatu yang terpenting dari penelitian ini ialah mencari tahu apakah ini (piramida) buatan manusia atau terbentuk secara alami," cetus Budianto Ontowiryo salah satu staf Katostropik Purba, di MNC Plaza, Kebon Sirih, Jakarta, Kamis (26/1/2012).

Menurut Budi, banyak hal lain yang perlu dicek kembali, seperti melakukan pencocokan dengan Gunung Padang, Cianjur yang bertujuan untuk menjastifikasi, antara lain ditemukan adanya situs megalitik, kemudian adanya kebudayaan di sana.

"Kalaupun tidak berhasil dibuktikan, tapi setidaknya kita bisa menemukan apapun di Sadahurip. Paling tidak kita bisa menemukan sejarah kebencanaannya. Jelas bahwa batu rahong itu merupakan bukit yang hilang atau terpotong, Pertanyaannya kemana material terpotongnya? Nah, yang kita temukan material potongan-potongan batu rahong itu sama dengan yang ada di atas gunung itu, kok ya bisa pas. Jadi silakan diterjemahkan sendiri," simpulnya.

Budianto yang juga Staf Khusus Presiden Bidang Bencana Alam dan Bantuan Sosial ini menyatakan jika penemuan batu rahong tidak mungkin sebuah kebetulan, karena setiap kebudayaan itu pasti ada suatu maksud untuk membangun suatu tempat.

Diakuinya, tim yang nanti akan mengeksplorasi Gunung Sadahurip adalah arkeolog asli Indonesia. "Kita tidak mau mengajak orang asing, karena ini sejarah kita, bukan sejarah asing," tegasnya.

Ketika disinggung jika pembuktian ini gagal akan membawa dampak buruk bagi pencitraan Presiden SBY, Budi menyatakan justru kepedulian presiden adalah memberikan keleluasaan kepada masyarakat untuk menentukan penelitian dengan berbagai metode.

"Kalaupun meleset ya tidak masalah. Tapi kalau itu malah bisa berguna dan bisa dibuktikan secara ilmiah tentu akan bermanfaat," ujarnya.

Pemerintah, ditambahkannya tidak menyediakan tim Katostropik Purba dana. "Ini adalah dana swadaya karena staf khusus tidak punya fungsi eksekusi. Biaya penelitian dihimpun dari pihak-pihak yang senang dengan hal-hal seperti itu," tandasnya.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5759 seconds (0.1#10.140)