Stop penggusuran, bayar dengan layak
A
A
A
Sindonews.com – Puluhan rumah di Jalan Pelesiran RT 03/06, Kelurahan Cipaganti, Kecamatan Sumur Bandung atau tepat di belakang kawasan pusat perbelanjaan Cihampelas Walk (Ciwalk) digusur paksa.
Penggusuran itu dilakukan untuk memperluas area Ciwalk. Seorang warga,Dodo, 66, menyebutkan bahwa lahan yang telah dibeli oleh Ciwalk kepada H Ghazali dengan ahli waris H Nawawi itu seluas 4.000 meter persegi. “Di atas lahan itu berdiri puluhan rumah yang memiliki hak sewa. Setiap bulan kita membayar uang sewa ke ahli waris,bahkan PBB (pajak bumi bangunan) juga dibayar oleh kami,”ujar Dodo,kemarin.
Baru beberapa waktu lalu,dirinya dan sejumlah warga kaget lantaran dipaksa meninggalkan rumah. “Kita tiba-tiba saja didatangi ahli waris dari H Nawawi dan diminta angkat kaki, kemudian hanya diberi kompensasi untuk bangunan sekitar Rp1 juta per meternya,” jelasnya. Menurut Dodo,warga keberatan dengan kompensasi yang diberikan pemilik lahan lantaran tidak sesuai dengan harga pasaran.
“Kita meminta harga yang layak. Minimal per meternya Rp2,5 juta. Tapi, kita mendengar ahli waris mendapatkan penggantian dari Ciwalk per meternya Rp8 juta,” katanya. Dodo pun menyayangkan sistem pembayaran yang tidak langsung sekaligus. ”Mereka bayar separuh dulu, baru setelah dibongkar dan rata dengan tanah dilunasi kemudian,” jelas Dodo. Warga lainnya,Ikeu,menyesalkan penggantian bangunan yang terlalu murah.
“Kalau hanya Rp1 juta pun itu tidak sebanding dengan harga rumah atau mengontrak sekali pun,” ujarnya.Dia menyebutkan,ada beberapa warga yang telah meninggalkan rumah karena dipaksa untuk segera pergi. “Bahkan terakhir Bu Mimik (warga lain) diminta pergi dengan kompensasi Rp44 juta saja dan sangat sedih saat meninggalkan rumah,”katanya.
Selain itu, banyak warga yang masih mempertanyakan mengenai surat kepemilikan tanah dari ahli waris H Nawawi. “Pas kita tanya kepada ahli waris untuk memperlihatkan akta kepemilikannya, mereka tidak bisa memperlihatkan bukti- buktinya kepada kami para warga,” ungkap Asep, warga lainnya. Dari sejak tinggal di kawasan itu,warga tidak pernah melihat langsung H Nawawi..
“Paling banter hanya suruhannya atau ahli waris lainnya saja yang datang mengambil uang tagihan bulanan,”kata Asep. Sementara itu, Humas Ciwalk Chairiyah membantah ikut andil dalam masalah ini. “Dalam masalah ini kami tidak ikut campur karena kami sudah menyelesaikan semua kewajiban kami kepada ahli waris mengenai proses pembayarannya.
Silakan berhubungan langsung dengan pihak ahli waris, kita sudah menyelesaikannya,” ungkapnya saat dihubungi wartawan. Saat disinggung mengenai penggantian lahan per meternya mencapai Rp8 juta dari pihak Ciwalk sedangkan dari ahli waris kepada warga hanya Rp1 juta, Chairiyah enggan menjelaskannya. “Saya tidak bisa komentar masalah itu,terkait masalah itu antara pemilik dan ahli waris. Kami manajemen tidak tahu menahu,” tandasnya.
Di bagian lain, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat meminta penggusuran tanah seluas 4.000 meter persegi di Cihampelas tersebut segera dihentikan. Hingga kini lahan tersebut belum memiliki kejelasan soal keabsahan status kepemilikannya.
“Bahkan BPN (Badan Pertanahan Nasional) pun tidak mengetahui lahan itu di bawah penguasaan siapa. Tetapi berdasarkan data yang ada, lahan itu memang tanah negara. Hanya saja belum diketahui apakah statusnya tanah negara bebas atau tanah negara terikat,”ungkap Ketua DPRD Jabar Irfan Suryanegara kepada wartawan di ruang kerjanya, Selasa (24/1).
Menurut dia, kepemilikan lahan itu selama ini diklaim oleh seseorang. Namun anehnya, orang yang mengklaim tersebut hingga kini belum diketahui keberadaannya.Apalagi jika tanah negara itu bersifat terikat, seharusnya sama sekali tidak bisa diakui kepemilikannya oleh orang lain.
“Selama puluhan tahun warga di sana menyewa,tetapi setor uangnya kepada seseorang yang mengaku- ngaku suruhan tuan tanah. Sementara ketika para anggota Komisi A melakukan peninjauan, tidak seorang pun yang mengenali pemilik tanah tersebut. Ini kan aneh,” kata Irfan.
Mengatasi persoalan ini, lanjut dia, pekan depan pihaknya akan memanggil Kepala BPN Kota Bandung, Dinas Pemukiman dan Perumahan, serta beberapa pihak terkait untuk menelusuri status tanah tersebut.
“BPN Kota Bandung mengaku tidak pernah mengeluarkan sertifikat tanah itu.Kami menduga ada pihak-pihak yang bermain,”ungkap Irfan. (wbs)
Penggusuran itu dilakukan untuk memperluas area Ciwalk. Seorang warga,Dodo, 66, menyebutkan bahwa lahan yang telah dibeli oleh Ciwalk kepada H Ghazali dengan ahli waris H Nawawi itu seluas 4.000 meter persegi. “Di atas lahan itu berdiri puluhan rumah yang memiliki hak sewa. Setiap bulan kita membayar uang sewa ke ahli waris,bahkan PBB (pajak bumi bangunan) juga dibayar oleh kami,”ujar Dodo,kemarin.
Baru beberapa waktu lalu,dirinya dan sejumlah warga kaget lantaran dipaksa meninggalkan rumah. “Kita tiba-tiba saja didatangi ahli waris dari H Nawawi dan diminta angkat kaki, kemudian hanya diberi kompensasi untuk bangunan sekitar Rp1 juta per meternya,” jelasnya. Menurut Dodo,warga keberatan dengan kompensasi yang diberikan pemilik lahan lantaran tidak sesuai dengan harga pasaran.
“Kita meminta harga yang layak. Minimal per meternya Rp2,5 juta. Tapi, kita mendengar ahli waris mendapatkan penggantian dari Ciwalk per meternya Rp8 juta,” katanya. Dodo pun menyayangkan sistem pembayaran yang tidak langsung sekaligus. ”Mereka bayar separuh dulu, baru setelah dibongkar dan rata dengan tanah dilunasi kemudian,” jelas Dodo. Warga lainnya,Ikeu,menyesalkan penggantian bangunan yang terlalu murah.
“Kalau hanya Rp1 juta pun itu tidak sebanding dengan harga rumah atau mengontrak sekali pun,” ujarnya.Dia menyebutkan,ada beberapa warga yang telah meninggalkan rumah karena dipaksa untuk segera pergi. “Bahkan terakhir Bu Mimik (warga lain) diminta pergi dengan kompensasi Rp44 juta saja dan sangat sedih saat meninggalkan rumah,”katanya.
Selain itu, banyak warga yang masih mempertanyakan mengenai surat kepemilikan tanah dari ahli waris H Nawawi. “Pas kita tanya kepada ahli waris untuk memperlihatkan akta kepemilikannya, mereka tidak bisa memperlihatkan bukti- buktinya kepada kami para warga,” ungkap Asep, warga lainnya. Dari sejak tinggal di kawasan itu,warga tidak pernah melihat langsung H Nawawi..
“Paling banter hanya suruhannya atau ahli waris lainnya saja yang datang mengambil uang tagihan bulanan,”kata Asep. Sementara itu, Humas Ciwalk Chairiyah membantah ikut andil dalam masalah ini. “Dalam masalah ini kami tidak ikut campur karena kami sudah menyelesaikan semua kewajiban kami kepada ahli waris mengenai proses pembayarannya.
Silakan berhubungan langsung dengan pihak ahli waris, kita sudah menyelesaikannya,” ungkapnya saat dihubungi wartawan. Saat disinggung mengenai penggantian lahan per meternya mencapai Rp8 juta dari pihak Ciwalk sedangkan dari ahli waris kepada warga hanya Rp1 juta, Chairiyah enggan menjelaskannya. “Saya tidak bisa komentar masalah itu,terkait masalah itu antara pemilik dan ahli waris. Kami manajemen tidak tahu menahu,” tandasnya.
Di bagian lain, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat meminta penggusuran tanah seluas 4.000 meter persegi di Cihampelas tersebut segera dihentikan. Hingga kini lahan tersebut belum memiliki kejelasan soal keabsahan status kepemilikannya.
“Bahkan BPN (Badan Pertanahan Nasional) pun tidak mengetahui lahan itu di bawah penguasaan siapa. Tetapi berdasarkan data yang ada, lahan itu memang tanah negara. Hanya saja belum diketahui apakah statusnya tanah negara bebas atau tanah negara terikat,”ungkap Ketua DPRD Jabar Irfan Suryanegara kepada wartawan di ruang kerjanya, Selasa (24/1).
Menurut dia, kepemilikan lahan itu selama ini diklaim oleh seseorang. Namun anehnya, orang yang mengklaim tersebut hingga kini belum diketahui keberadaannya.Apalagi jika tanah negara itu bersifat terikat, seharusnya sama sekali tidak bisa diakui kepemilikannya oleh orang lain.
“Selama puluhan tahun warga di sana menyewa,tetapi setor uangnya kepada seseorang yang mengaku- ngaku suruhan tuan tanah. Sementara ketika para anggota Komisi A melakukan peninjauan, tidak seorang pun yang mengenali pemilik tanah tersebut. Ini kan aneh,” kata Irfan.
Mengatasi persoalan ini, lanjut dia, pekan depan pihaknya akan memanggil Kepala BPN Kota Bandung, Dinas Pemukiman dan Perumahan, serta beberapa pihak terkait untuk menelusuri status tanah tersebut.
“BPN Kota Bandung mengaku tidak pernah mengeluarkan sertifikat tanah itu.Kami menduga ada pihak-pihak yang bermain,”ungkap Irfan. (wbs)
()