Kisah ABK Costa Concordia
A
A
A
Sindonews.com - Karamnya kapal pesiar mewah, Costa Concordia, di perairan Italia, cukup memukul Bejo Wiyono, warga Pengkol, Nguter, Sukoharjo. Meskipun, saat kejadian karamnya kapal Costa Concordia, Bejo Wiyono sudah tidak lagi menjadi Anak Buah Kapal (ABK) Costa Concordia. Namun, selama Bejo Wiyono bergabung menjadi ABK, banyak kenangan manis yang tidak terlupakan.
Jerih payahnya selama belasan tahun mengabdi di kapal pesiar mewah Costa Concordia, membuat Bejo bisa membangun rumah cukup mewah berbentuk mirip joglo dengan lantai keramik hijau.
Saat ditemui di rumahnya, pria empat anak ini sedang melakukan kerja bakti pengecoran jalan kampung di dekat rumahnya. Dari penampilannya, siapa yang menyangka pria berkacamata ini sudah melalang buana bersama kapal yang dimiliki Costa Grup itu.
Setelah mengutarakan maksud, Bejo menghentikan kegiatan kerja bakti dan mengajak Okezone ke rumahnya. Dia lantas mempersilakan duduk pada sebuah kursi yang terbuat dari ukiran kayu.
“Ada yang bisa saya bantu,” ucap pria berkulit sawo matang ini, membuka percakapan akhir pekan ini.
Setelah mengambil posisi nyaman, pria 51 tahun ini mulai bercerita awal mula hingga bisa bekerja di kapal pesiar mewah Costa Concordia, sekitar tahun 1990-an.
Hanya bermodal nekad dirinya ikut tetangga kampung mengadu untuk melamar kerja di kapal pesiar. “Saat itu mencari pekerjaan belumlah sulit dan seleksi belum begitu ketat, saya pun lolos. Saya bekerja jadi cleaning service,” ceritanya.
Bejo mengaku beruntung, saat, perusahaan tempatnya bekerja, tahun 1999 diakuisisi oleh Costa Grup.
Saat itulah, dia mulai bekerja di kapal-kapal pesiar super mewah milik perusahaan yang berinduk di Genoa, Italia itu. Terakhir, dia ditempatkan di Costa Concordia yang akhirnya tenggelam.
"Beruntung pada 28 November 2011 lalu, kontrak saya yang dimulai sejak Maret habis," ungkap Bejo, sambil membenarkan letak kacamatanya.
Selama hampir 13 tahun menjadi waiter dan melayani orang-orang kaya di Eropa, penghasilannya cukup lumayan. Dalam sebulan, dia dibayar sekitar 1.049 euro atau sekitar Rp12,5 juta. Jumlah itu masih belum termasuk bonus jika hasil kerja dinilai bagus.
Tapi siapa yang menyangka, bila gaji yang diterima Bejo di kapal yang bertarif cukup mahal ini, sering molor. Namun, gaji molor yang sering dialami Bejo,tidak berlaku untu ABK Costa Grup yang berasal dari negara Eropa.
“Saya menerima gaji, setiap tanggal 42. Yaitu akhir bulan tanggal 30 ditambah 12 hari bulan berikutnya. Ini tidak berlaku untuk ABK asli Italia atau negara eropa. Malah terkadang, mereka ABK eropa, sudah menerima gaji sebelum tanggal 30,” tutur Bejo.
Ia menuturkan, gaji yang diterima itu sepadan dengan pekerjaan yang dilakukan. Sebab selama dikontrak 8 hingga 9 bulan, sama sekali tak ada waktu libur layaknya orang kerja di Tanah Air. Bahkan, tak berlaku hari Minggu atau tanggal merah yang biasa digunakan untuk bersantai.
“Waktu kerja selama 12 jam dibagi dalam 3 waktu. Jadi tidak ada waktu untuk libur,” katanya.
Tiga waktu itu adalah 3 jam makan pagi, 3 jam makan siang, dan 6 jam makan malam. Istilah libur baru berlaku jika saat kapal berlabuh, seluruh penumpang yang mencapai 4 ribu orang melakukan makan di darat.
Dia dan teman-temannya pun bisa sejenak melepas lelah selama sekitar 3 jam saja. Setelah itu, aktivitas melayani penumpang pun kembali dilakukan.
Diakui Wiyono, selama 9 bulan di atas kapal, dia kadang merasa jenuh dengan aktivitas monoton yang selalu dilakukan setiap hari. Terlebih pihak perusahaan kadang tak pernah memikirkan rasio antara jumlah tamu dan pelayan.
Terkadang Bejo mengaku melayani tamu di empat meja sendirian. Padahal satu meja berisi enam orang yang semuanya minta dilayani sebaik mungkin.
“Apalagi saat Natal dan tahun baru. Itu adalah waktu yang paling super sibuk. Sebab, semua orang kaya Eropa berbondong-bondong naik perahu pesiar karena memang menjadi gaya hidup," terangnya.
Musibah yang menimpa Costa Concordia tidak membuat Bejo kapok untuk kembali melaut. Pada bulan April mendatang, ia akan kembali bekerja di kapal pesiar melayani penumpang berkeliling Eropa.
Jerih payahnya selama belasan tahun mengabdi di kapal pesiar mewah Costa Concordia, membuat Bejo bisa membangun rumah cukup mewah berbentuk mirip joglo dengan lantai keramik hijau.
Saat ditemui di rumahnya, pria empat anak ini sedang melakukan kerja bakti pengecoran jalan kampung di dekat rumahnya. Dari penampilannya, siapa yang menyangka pria berkacamata ini sudah melalang buana bersama kapal yang dimiliki Costa Grup itu.
Setelah mengutarakan maksud, Bejo menghentikan kegiatan kerja bakti dan mengajak Okezone ke rumahnya. Dia lantas mempersilakan duduk pada sebuah kursi yang terbuat dari ukiran kayu.
“Ada yang bisa saya bantu,” ucap pria berkulit sawo matang ini, membuka percakapan akhir pekan ini.
Setelah mengambil posisi nyaman, pria 51 tahun ini mulai bercerita awal mula hingga bisa bekerja di kapal pesiar mewah Costa Concordia, sekitar tahun 1990-an.
Hanya bermodal nekad dirinya ikut tetangga kampung mengadu untuk melamar kerja di kapal pesiar. “Saat itu mencari pekerjaan belumlah sulit dan seleksi belum begitu ketat, saya pun lolos. Saya bekerja jadi cleaning service,” ceritanya.
Bejo mengaku beruntung, saat, perusahaan tempatnya bekerja, tahun 1999 diakuisisi oleh Costa Grup.
Saat itulah, dia mulai bekerja di kapal-kapal pesiar super mewah milik perusahaan yang berinduk di Genoa, Italia itu. Terakhir, dia ditempatkan di Costa Concordia yang akhirnya tenggelam.
"Beruntung pada 28 November 2011 lalu, kontrak saya yang dimulai sejak Maret habis," ungkap Bejo, sambil membenarkan letak kacamatanya.
Selama hampir 13 tahun menjadi waiter dan melayani orang-orang kaya di Eropa, penghasilannya cukup lumayan. Dalam sebulan, dia dibayar sekitar 1.049 euro atau sekitar Rp12,5 juta. Jumlah itu masih belum termasuk bonus jika hasil kerja dinilai bagus.
Tapi siapa yang menyangka, bila gaji yang diterima Bejo di kapal yang bertarif cukup mahal ini, sering molor. Namun, gaji molor yang sering dialami Bejo,tidak berlaku untu ABK Costa Grup yang berasal dari negara Eropa.
“Saya menerima gaji, setiap tanggal 42. Yaitu akhir bulan tanggal 30 ditambah 12 hari bulan berikutnya. Ini tidak berlaku untuk ABK asli Italia atau negara eropa. Malah terkadang, mereka ABK eropa, sudah menerima gaji sebelum tanggal 30,” tutur Bejo.
Ia menuturkan, gaji yang diterima itu sepadan dengan pekerjaan yang dilakukan. Sebab selama dikontrak 8 hingga 9 bulan, sama sekali tak ada waktu libur layaknya orang kerja di Tanah Air. Bahkan, tak berlaku hari Minggu atau tanggal merah yang biasa digunakan untuk bersantai.
“Waktu kerja selama 12 jam dibagi dalam 3 waktu. Jadi tidak ada waktu untuk libur,” katanya.
Tiga waktu itu adalah 3 jam makan pagi, 3 jam makan siang, dan 6 jam makan malam. Istilah libur baru berlaku jika saat kapal berlabuh, seluruh penumpang yang mencapai 4 ribu orang melakukan makan di darat.
Dia dan teman-temannya pun bisa sejenak melepas lelah selama sekitar 3 jam saja. Setelah itu, aktivitas melayani penumpang pun kembali dilakukan.
Diakui Wiyono, selama 9 bulan di atas kapal, dia kadang merasa jenuh dengan aktivitas monoton yang selalu dilakukan setiap hari. Terlebih pihak perusahaan kadang tak pernah memikirkan rasio antara jumlah tamu dan pelayan.
Terkadang Bejo mengaku melayani tamu di empat meja sendirian. Padahal satu meja berisi enam orang yang semuanya minta dilayani sebaik mungkin.
“Apalagi saat Natal dan tahun baru. Itu adalah waktu yang paling super sibuk. Sebab, semua orang kaya Eropa berbondong-bondong naik perahu pesiar karena memang menjadi gaya hidup," terangnya.
Musibah yang menimpa Costa Concordia tidak membuat Bejo kapok untuk kembali melaut. Pada bulan April mendatang, ia akan kembali bekerja di kapal pesiar melayani penumpang berkeliling Eropa.
()