Ratusan anak tak miliki akta lahir
A
A
A
Sindonews.com - Ratusan anak di daerah pelosok di Kabupaten Gunungkidul diketahui tidak memiliki akta kelahiran. Penyebabnya, banyak orang tua yang tidak tuntas dalam mengurus perkawinannya.
Tidak tuntasnya orang tua dalam mengurus pernikahan disebabkan beberapa faktor.Di antaranya, pernikahan dilakukan secara siri (sembunyi-sembunyi) dan tidak dicatatkan dalam buku nikah.
Selain itu, juga disebabkan perceraian orang tua sebelum anak dilahirkan. Akibatnya, sang ibu enggan mengurus akta kelahiran anaknya karena tidak ingin nama bapaknya ada dalam akta kelahiran.
Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak (LPA) DIY Sari Murti Widyastuti mengatakan, pada 2011 pihaknya telah berkoodinasi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Gunungkidul untuk menguruskan sebanyak 271 akta kelahiran anak di Desa Jetis,Kecamatan Saptosari.
LPA terpaksa turun tangan karena banyak anak di wilayah tersebut banyak yang tidak memiliki akta. “Di Gunungkidul persoalan akta kelahiran ini masih menjadi masalah,” katanya dalam penyampaian catatan akhir 2011 LPA DIY di Aula Yayasan Sayap Ibu, kemarin.
Atas fenomena itu, LPA DIY kemudian giat melakukan sosialisasi ke daerah-daerah terpencil dan pengurusan akta kelahiran anak. Selain itu, juga melakukan motivasi kepada Himpunan Pendidikan Anak Usia Dini Indonesia (Hipaudi) dan berhasil menguruskan sebanyak 639 akta kelahiran.
Menurut Sari Murti, tingkat kesadaran orang tua untuk segera menguruskan akta kelahiran anak masih rendah terutama di daerah pelosok. Hal itu dikarenakan kurangnya pemahaman pentingnya pengurusan akta kelahiran bagi anak.
“Pemahaman masyarakat mengenai akta kelahiran masih banyak yang sebatas untuk keperluan pengurusan sekolah.Padahal lebih dari itu akta kelahiran juga menjadi identitas diri yang nantinya akan mempermudah dalam melakukan pendataan,” paparnya.
Ketua III LPA DIY Nyadi Kasmoredjo menambahkan, dalam pelaksaan proses pengurusan akta kelahiran sendiri kadang terganjal di tingkat pedukuhan. Sebab, di beberapa daerah masing ada kepala dukuh yang memanfaatkan pengurusan akta kelahiran sebagai tempat mencari pendapatan dari uang titipan pengurusan.
“Jadi semacam ada sindiran, sebenarnya kecemburuan dukuh itu muncul sejak ada peraturan bidan bisa membantu melakukan pengurusan akta kelahiran,” paparnya.
Selain melakukan sosialisasi dan membantu pengurusan di Gunungkidul, LPA DIY juga membantu melakukan pengurusan kembali akta kelahiran anak-anak di Sleman yang rusak akibat erupsi Merapi.
Tidak tuntasnya orang tua dalam mengurus pernikahan disebabkan beberapa faktor.Di antaranya, pernikahan dilakukan secara siri (sembunyi-sembunyi) dan tidak dicatatkan dalam buku nikah.
Selain itu, juga disebabkan perceraian orang tua sebelum anak dilahirkan. Akibatnya, sang ibu enggan mengurus akta kelahiran anaknya karena tidak ingin nama bapaknya ada dalam akta kelahiran.
Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak (LPA) DIY Sari Murti Widyastuti mengatakan, pada 2011 pihaknya telah berkoodinasi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Gunungkidul untuk menguruskan sebanyak 271 akta kelahiran anak di Desa Jetis,Kecamatan Saptosari.
LPA terpaksa turun tangan karena banyak anak di wilayah tersebut banyak yang tidak memiliki akta. “Di Gunungkidul persoalan akta kelahiran ini masih menjadi masalah,” katanya dalam penyampaian catatan akhir 2011 LPA DIY di Aula Yayasan Sayap Ibu, kemarin.
Atas fenomena itu, LPA DIY kemudian giat melakukan sosialisasi ke daerah-daerah terpencil dan pengurusan akta kelahiran anak. Selain itu, juga melakukan motivasi kepada Himpunan Pendidikan Anak Usia Dini Indonesia (Hipaudi) dan berhasil menguruskan sebanyak 639 akta kelahiran.
Menurut Sari Murti, tingkat kesadaran orang tua untuk segera menguruskan akta kelahiran anak masih rendah terutama di daerah pelosok. Hal itu dikarenakan kurangnya pemahaman pentingnya pengurusan akta kelahiran bagi anak.
“Pemahaman masyarakat mengenai akta kelahiran masih banyak yang sebatas untuk keperluan pengurusan sekolah.Padahal lebih dari itu akta kelahiran juga menjadi identitas diri yang nantinya akan mempermudah dalam melakukan pendataan,” paparnya.
Ketua III LPA DIY Nyadi Kasmoredjo menambahkan, dalam pelaksaan proses pengurusan akta kelahiran sendiri kadang terganjal di tingkat pedukuhan. Sebab, di beberapa daerah masing ada kepala dukuh yang memanfaatkan pengurusan akta kelahiran sebagai tempat mencari pendapatan dari uang titipan pengurusan.
“Jadi semacam ada sindiran, sebenarnya kecemburuan dukuh itu muncul sejak ada peraturan bidan bisa membantu melakukan pengurusan akta kelahiran,” paparnya.
Selain melakukan sosialisasi dan membantu pengurusan di Gunungkidul, LPA DIY juga membantu melakukan pengurusan kembali akta kelahiran anak-anak di Sleman yang rusak akibat erupsi Merapi.
()