AAL divonis bersalah
A
A
A
Sindonews.com - AAL (15), pelajar yang diduga sebagai pelaku pencurian sandal jepit akhirnya divonis bersalah. Hukuman AAL adalah dikembalikan kepada orangtuanya.
AAL divonis di Pengadilan Negeri Palu, sekira pukul 19.30 WITA, Rabu (4/1/2011). Demikian dikatakan Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Noor Rachmad saat dihubungi Okezone. Dia menambahkan, awalnya AAL dikenakan pasal 362 KUHP tentang pencurian. Kemudian oleh Jaksa Penuntut Umum AAL dituntut dengan ancaman lima tahun.
"362 KUHP itu hukumannya sehari sampai 5 tahun dan setelah divonis dengan mengedepankan hati nurani, AAL akhirnya divonis dipulangkan kepada orangtuanya dan barang buktinya dimusnahkan," jelasnya.
Kendati AAL sendiri mendapatkan banyak perhatian, Noor membantah jika Jaksa Penuntut Umum mendapatkan tekanan karena itu. "Bukan (karena tekanan), jaksa kan sudah tahu aturan mainnya. Tentunya jaksa mengedepankan hati nurani, fakta-fakta persidangan, karena pelakunya adalah anak-anak, alasan kenapa dia mencuri, toh barang buktinya juga tak terlalu besar dan itu yang jadi pertimbangan," terangnya.
Dia menambahkan, vonis ini masih belum permanen. Jika masih ada upaya hukum yang dilakukan baik dari JPU dan kuasa hukum untuk melakukan upaya banding. "Kalau nantinya ada upaya hukum, ada banding dari jaksa berarti masih dilanjutkan. Makanya, kami lihat perkembangannya dan ini kan ada waktu sepekan lagi," terangnya.
Sidang kali ini dilakukan secara marathon untuk mempercepat proses penyelesaian perkara. Pertimbangannya terdakwa merupakan anak yang masih di bawah umur. Sebab dikhawatirkan jika sidang mengikuti tahapan-tahapan normal akan mengganggu psikologi anak.
Sekadar diketahui, AAL (15), siswa SMK Negeri 3 Kota Palu, 20 Desember lalu, diadili di Pengadilan Negeri Palu. Siswa SMK kelas I itu didakwa atas tuduhan mencuri sandal jepit butut milik Brigadir Polisi Satu (Briptu) Ahmad Rusdi Harahap, anggota Brimob Polda Sulawesi Tengah. Jaksa mendakwa siswa SMK itu dengan Pasal 362 KUHP, dengan ancaman hukuman sekitar lima tahun.
Kasus pencurian sandal itu terjadi setahun lalu. Pada November 2010, AAL dan dua temannya pulang dari sekolah. Saat itu ia masih duduk di bangku kelas III SMP. Mereka lewat di Jalan Zebra, di depan rumah indekos yang salah satunya ditempati Rusdi. Saat itu, AAL menemukan sandal merek Ando warna putih dan membawanya pulang.
Pada Mei 2011 sekitar pukul 15.00 Wita, saat AAL dan temannya pulang sekolah, Rusdi yang berada di depan rumah indekosnya bertanya kepada ketiganya soal sandal yang hilang.
Saat itu, Rusdi menyatakan kehilangan sandal merek Eiger dan juga mengatakan sudah tiga kali kehilangan sandal. AAL dan temannya mengaku tidak mengambil sandal tersebut.
Kasus ini mendapat perhatian luas dari masyarakat yang menilai tidak adanya keadilan dengan memproses hukum apalagi tersangkanya anak-anak dengan barang bukti berupa sandal jepit.
Sebagai reaksinya, sekelompok masyarakat menggalang gerakan aksi 1.000 sandal untuk membebaskan AAL. Sandal yang terkumpul dari berbagai daerah, tak hanya di Jakarta ini, akan diserahkan ke Mabes Polri sebagai simbol baru ketidakadilan hukum.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menilai, diseretnya AAL, anak 15 tahun ke pengadilan dengan tuduhan mencuri sandal di Kota Palu Sulawesi Tengah, seharusnya dapat diselesaikan dengan cara yang lebih berkeadilan yaitu pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).
AAL divonis di Pengadilan Negeri Palu, sekira pukul 19.30 WITA, Rabu (4/1/2011). Demikian dikatakan Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Noor Rachmad saat dihubungi Okezone. Dia menambahkan, awalnya AAL dikenakan pasal 362 KUHP tentang pencurian. Kemudian oleh Jaksa Penuntut Umum AAL dituntut dengan ancaman lima tahun.
"362 KUHP itu hukumannya sehari sampai 5 tahun dan setelah divonis dengan mengedepankan hati nurani, AAL akhirnya divonis dipulangkan kepada orangtuanya dan barang buktinya dimusnahkan," jelasnya.
Kendati AAL sendiri mendapatkan banyak perhatian, Noor membantah jika Jaksa Penuntut Umum mendapatkan tekanan karena itu. "Bukan (karena tekanan), jaksa kan sudah tahu aturan mainnya. Tentunya jaksa mengedepankan hati nurani, fakta-fakta persidangan, karena pelakunya adalah anak-anak, alasan kenapa dia mencuri, toh barang buktinya juga tak terlalu besar dan itu yang jadi pertimbangan," terangnya.
Dia menambahkan, vonis ini masih belum permanen. Jika masih ada upaya hukum yang dilakukan baik dari JPU dan kuasa hukum untuk melakukan upaya banding. "Kalau nantinya ada upaya hukum, ada banding dari jaksa berarti masih dilanjutkan. Makanya, kami lihat perkembangannya dan ini kan ada waktu sepekan lagi," terangnya.
Sidang kali ini dilakukan secara marathon untuk mempercepat proses penyelesaian perkara. Pertimbangannya terdakwa merupakan anak yang masih di bawah umur. Sebab dikhawatirkan jika sidang mengikuti tahapan-tahapan normal akan mengganggu psikologi anak.
Sekadar diketahui, AAL (15), siswa SMK Negeri 3 Kota Palu, 20 Desember lalu, diadili di Pengadilan Negeri Palu. Siswa SMK kelas I itu didakwa atas tuduhan mencuri sandal jepit butut milik Brigadir Polisi Satu (Briptu) Ahmad Rusdi Harahap, anggota Brimob Polda Sulawesi Tengah. Jaksa mendakwa siswa SMK itu dengan Pasal 362 KUHP, dengan ancaman hukuman sekitar lima tahun.
Kasus pencurian sandal itu terjadi setahun lalu. Pada November 2010, AAL dan dua temannya pulang dari sekolah. Saat itu ia masih duduk di bangku kelas III SMP. Mereka lewat di Jalan Zebra, di depan rumah indekos yang salah satunya ditempati Rusdi. Saat itu, AAL menemukan sandal merek Ando warna putih dan membawanya pulang.
Pada Mei 2011 sekitar pukul 15.00 Wita, saat AAL dan temannya pulang sekolah, Rusdi yang berada di depan rumah indekosnya bertanya kepada ketiganya soal sandal yang hilang.
Saat itu, Rusdi menyatakan kehilangan sandal merek Eiger dan juga mengatakan sudah tiga kali kehilangan sandal. AAL dan temannya mengaku tidak mengambil sandal tersebut.
Kasus ini mendapat perhatian luas dari masyarakat yang menilai tidak adanya keadilan dengan memproses hukum apalagi tersangkanya anak-anak dengan barang bukti berupa sandal jepit.
Sebagai reaksinya, sekelompok masyarakat menggalang gerakan aksi 1.000 sandal untuk membebaskan AAL. Sandal yang terkumpul dari berbagai daerah, tak hanya di Jakarta ini, akan diserahkan ke Mabes Polri sebagai simbol baru ketidakadilan hukum.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menilai, diseretnya AAL, anak 15 tahun ke pengadilan dengan tuduhan mencuri sandal di Kota Palu Sulawesi Tengah, seharusnya dapat diselesaikan dengan cara yang lebih berkeadilan yaitu pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).
()