Kasus sandal jepit, ujian untuk keadilan restoratif

Selasa, 03 Januari 2012 - 15:06 WIB
Kasus sandal jepit, ujian untuk keadilan restoratif
Kasus sandal jepit, ujian untuk keadilan restoratif
A A A
Sindonews.com - Diseretnya AAL, anak 15 tahun ke pengadilan dengan tuduhan mencuri sandal di Kota Palu Sulawesi Tengah, seharusnya dapat diselesaikan dengan cara yang lebih berkeadilan yaitu pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).

Demikian diutarakan Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait dalam keterangan tertulisnya yang diterima Sindonews, Selasa (3/1/2012).

Dia menjelaskan, penerapan keadilan restoratif dapat dilakukan dengan menyelenggarakan sidang selanjutnya pada 4 Januari 2012 secara maraton untuk mengurangi dampak psikologis terhadap AAL. Dalam sidang ini, kata Arist, juga harus membebaskan AAL dari segala tuntutan atas perkara dugaan tindak pidana pencurian sendal jepit yang diduga dilakukannya.

Hal ini sesuai dengan Pasal 16 Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, serta Keputusan Bersama Menteri Hukum dan HAM, Menteri Sosial, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Mahkamah Agung, Jaksa Agung dan Kepolisian Republik Indonesia.

Menurut Arist, dalam ketentuan ini menyatakan penyelesaian pidana bagi anak yang berhadapan dengan hukum haruslah mengedepankan pendekatan keadilan restoratif. Sedangkan penahanan atau pemenjaraan terhadap anak adalah upaya terakhir.

"Pada 13 kasus anak berhadapan dengan hukum yang ditangani oleh Komnas Perlindungan Anak pada tahun 2011, menunjukkan bahwa pendekatan keadilan restoratif dapat diterapkan dan memberikan keadilan bagi anak sebagai pelaku maupun korban," terang dia.

Karena itu, Komnas PA mengimbau seluruh aparat penegak hukum di seluruh Indonesia, untuk mengedepankan pendekatan keadilan restoratif dalam penyelesaian kasus anak yang berhadapan dengan hukum. Pihaknya, juga mendukung Pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan Rancangan UU Sistem Peradilan Pidana Anak sebagai payung hukum keadilan restoratif.

Sementara itu, aksi 1.000 sandal jepit untuk membebaskan AAL, terus berlanjut. Diperkirakan seribu sandal akan terkumpul hari ini dan akan langsung diserahkan ke Mabes Polri.

Relawan aksi, Naswardi mengatakan hingga kini sudah terkumpul 589 pasang sandal yang terkumpul dari lima posko yakni Cibubur, Tangerang, Bekasi, Solo, dan Rawamangun.

"Kami masih menunggu dari posko Palembang dan Bogor. Kemungkinan kalau dari tujuh posko sudah terkumpul akan mencukupi seribu sandal dan akan langsung dibawa ke Mabes Polri," kata dia.

Dari tujuh posko, posko Cibubur mampu mengumpulkan sandal paling banyak yakni 138 sandal. Yang menarik selain mendapat perhatian dari dalam negeri, aksi ini juga menggugah rasa keprihatinan dari WNI di Australia. Mereka menyumbangkan 25 pasang sandal.

Mereka yang memberikan sandal secara suka rela hadir dari berbagai kalangan. "Yang di Cibubur ada purnawirawan TNI, cendekiawan, pemulung, dan pengamen," ungkapnya.

Hari ini, sandal akan dihitung diawali dengan testimoni dari pemerhati anak, aktivis dan pemerhati hukum. AAL tak pernah menyangka jika sepasang sandal jepit butut warna putih kusam yang ditemukannya di pinggir Jalan Zebra, Kota Palu, Sulteng, akan menyeretnya ke meja hijau.

Sekadar diketahui, AAL (15), siswa SMK Negeri 3 Kota Palu, 20 Desember lalu, diadili di Pengadilan Negeri Palu. Siswa SMK kelas I itu didakwa atas tuduhan mencuri sandal jepit butut milik Brigadir Polisi Satu (Briptu) Ahmad Rusdi Harahap, anggota Brimob Polda Sulawesi Tengah. Jaksa mendakwa siswa SMK itu dengan Pasal 362 KUHP, dengan ancaman hukuman sekitar lima tahun.

Sidang perdana dengan pembacaan dakwaan dan pemeriksaan saksi-saksi dipimpin hakim tunggal Rommel F Tampubolon, dengan jaksa penuntut umum Naseh. Ada setidaknya 10 pengacara yang mendampingi AAL dalam kasus ini.

Dalam sidang yang berlangsung tertutup, AAL tidak mengakui perbuatannya. Adapun Rusdi tetap bersikukuh bahwa sandal merek Ando berwarna putih itu adalah miliknya kendati saat diminta hakim untuk mencoba tampak kekecilan.

Kasus pencurian sandal jepit itu terjadi setahun lalu. Pada November 2010, AAL dan dua temannya pulang dari sekolah. Saat itu ia masih duduk di bangku kelas III SMP. Mereka lewat di Jalan Zebra, di depan rumah indekos yang salah satunya ditempati Rusdi. Saat itu, AAL menemukan sandal merek Ando warna putih dan membawanya pulang.

Pada Mei 2011 sekitar pukul 15.00 Wita, saat AAL dan temannya pulang sekolah, Rusdi yang berada di depan rumah indekosnya bertanya kepada ketiganya soal sandal yang hilang.

Saat itu, Rusdi menyatakan kehilangan sandal merek Eiger dan juga mengatakan sudah tiga kali kehilangan sandal. AAL dan temannya mengaku tidak mengambil sandal tersebut.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5214 seconds (0.1#10.140)