Polisi belum mau tangkap provokator kasus Sampang

Jum'at, 30 Desember 2011 - 12:29 WIB
Polisi belum mau tangkap provokator kasus Sampang
Polisi belum mau tangkap provokator kasus Sampang
A A A
Sindonews.com - Belakangan ini kepolisian dipusingkan oleh kasus-kasus kerusuhan melibatkan massa. Belum tuntas kasus Mesuji dan Bima, kini menyusul kasus pembakaran rumah dan sebuah pondok pesantren milik kelompok Islam Syiah di Dusun Nangkernang, Desa Sumber Gayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Madura Jawa Timur.

Dalam kasus tersebut polisi memastikan ada provokator didalamnya. Tak mau ambil risiko, kasus itu pun kini ditangani oleh Polda Jatim diback up Mabers Polri. Terkait kasus tersebut, Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Saud Usman mengungkapkan, pembakaran itu dipicu oleh permasalahan keluarga.

Telah terjadi perselisihan antara kakak dan adik yang berbuntut pada konflik agama. Konflik agama merupakan kasus yang sangat rawan isu sara. Sehingga dalam menanganinya perlu kehati-hatian. Termasuk tidak gegabah menentukan tersangka dari insiden tersebut.

Menurutnya, dalam melakukan tindakan polisi sesuai prosedur dan memprioritaskan kemansiaan. "Jaminan pertama, kami tidak akan menangkap siapa tersangka. Ini dilakukan, karena kami lebih dulu menolong orang-orang yang berada dalam lokasi itu, agar tidak ada korban," jelas Saud kepada wartawan di Mabes Polri Jalan Trunojoyo, Jakarta, Jumat (30/12/2011).

Lebih lanjut dijelaskan, dua kelompok yang berkonflik itu adalah Sunni dan Syiah. Konflik diawali perbedaan pendapat antara Rois Alhukama dan Rojul alias Tajul Muluk mereka kakak beradik. Keduanya pada mulanya ada dalam satu kelompok aliran yakni Sunni. Karena terjadi perselisihan pendapat, Tajul pun masuk ke kelompok Syiah.

Dari perselisihan kakak beradik itulah, kemudian berbuntut pada perselisihan massa. "Yang mempengaruhi konflik antar massa adalah kepentingan pribadi kakak beradik ini," kata Saud.

Sebenarnya massa sendiri tak tahu menahu persoalan. Tapi mereka ikut terjebak dalam konflik itu. Muspida setempat sebenarnya sudah menjembatani pertemuan kedua belah pihak tapi tidak mendapatkan titik temu.

Saat kerusuhan belum terjadi, Muspida juga pernah mempertemukan Rojul dan Rois di Kantor Kecamatan Omben. Mereka juga telah menandatangani kesepakatanan berdamai dan saling memaafkan. Namun kenyataannya tetap terjadi konflik.

Beruntung, dari kerusuhan itu tak ada korban jatuh. Namun demikian, kata Saud, pihaknya akan terus memantau kasus itu dan menyelesaikan hingga tuntas. Meskipun, kedatangan polisi di tempat kejadian sempat dihambat oleh massa.

Melihat itu, polisi juga tak mau memaksa, agar bentrok tak terjadi antar warga dengan aparat. Polisi akan terus memantau desa yang lokasinya cukup terpencil itu. Dan belum ada rencana untuk menambah pasukan untuk pengamanan, karena kondisi berangsur kondosif.

Terpisah, Tajul Muluk yang pondok pesantrennya dibakar massa itu membantah jika konflik dipicu persoalan pribadi dengan adiknya Rois. Pemicu penyerangan ke ponpesnya buka karena soal pribadi seperti diberikan di media selama ini.

“Permasalahan keluarga sebetulnya hanya permasalahan tambahan. Konflik ini sudah ada sejak tahun 2006, banyak unjuk rasa, 2007 ada lagi. Tiap tahun pasti ada. Tahun 2009 ini ditambah lagi masalah keluarga,” ujar Tajul seperti dikutip Okezone. Tajul menolak menjelaskan pemicu konflik itu, karena menurutnya sangat memalukan untuk diceritakan.

Tajul yang saat ini masih mengungsi di pendopo kantor Kecamatan Omben mensinyalir pemerintah hendak mengecilkan peristiwa penyerangan terhadap pengikut Syiah dengan menyebutnya sebagai konflik keluarga. Karena sebenarnya, konflik itu sudah sejak lama ada. Dia dan pengikutnya dituduh menyebarkan ajaran sesat, diancam dibunuh dan sebagainya. (lin)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8960 seconds (0.1#10.140)