Rawan konflik, benahi pemberian izin tambang

Rabu, 28 Desember 2011 - 12:38 WIB
Rawan konflik, benahi pemberian izin tambang
Rawan konflik, benahi pemberian izin tambang
A A A
Sindonews.com - Konflik kepentingan antara pihak swasta dengan warga sekitar terkait pemanfaatan sumber daya alam harus mendapat perhatian serius dari pemerintah.

Pasalnya, tak hanya dampak lingkungan yang diakibatkan dari eksploitasi alam secara-besar-besaran, namun juga memunculkan ketimpangan sosial yang dapat memicu ketegangan hingga berujung rusuh berdarah.

Asosiasi Pertambangan Indonesia (IMA) menyesalkan bentrokan antara polisi dan warga yang menamakan Front Rakyat-Antitambang (FRAT) di Pelabuhan Sape, Kecamatan Lambu, Bima, Nusa Tenggara Barat. “Ada tiga hal yang harus dilakukan apabila terjadi hal-hal semacam itu (bentrokan),” ujar Direktur Eksekutif IMA Syahrir AB dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (28/12/2011).

Pertama, kata dia, pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada PT Sumber Mineral Nusantara seharusnya terbebas dari sengketa kepemilikan atau penguasaan lahan bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak, dan telah mendapatkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). “Kedua, tidak ada pemaksaan kehendak, apalagi yang bertentangan dengan Peraturan Perundangan yang berlaku dan tidak mengabaikan kepentingan umum,” sebut Syahrir.

Ketiga, sambung dia, menghormati upaya penegakan hukum agar tidak terjadi “pemaksaan” tegaknya hukum, dan ketertiban yang menjadi tugas dan tanggung jawab Kepolisian. “Kami berharap Pemerintah dalam menyelesaikan konflik seperti di Bima dapat dicarikan dan diselesaikan akar permasalahannya secara tepat, cepat, dan terarah,” pungkasnya.

Sementara itu Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Rida Saleh berjanji akan merekomendasikan pencabutan izin pertambangan yang merusak lingkungan. Pernyataan itu disampaikan Rida saat berbicara di hadapan massa di lapangan Desa Sumi, Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), hari ini. Rida menilai izin pertambangan selama ini sudah menimbulkan masalah lingkungan yang merugikan warga.

Terakhir, aksi unjuk rasa di Pelabuhan Sape, Bima, memakan tiga korban jiwa, namun versi Kepolisian menyebutkan korban tewas ada dua orang. Namun upaya Komnas HAM itu tampaknya akan menemui kendala. Pasalnya Bupati Bima Ferry Zulkarnaen menegaskan pihaknya tidak memiliki alasan kuat untuk mencabut SK 188 Tahun 2010 tentang Izin Pertambangan.

Menurut bupati ada tiga alasan berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara sehingga izin perusahaan pertambangan bisa dicabut. Tiga alasan itu adalah jika perusahaan terjerat pidana, tidak memenuhi kewajiban, dan dinyatakan pailit. Sementara perusahaan bersangkutan belum melanggar. Alasan ini yang menjadikan bupati tidak bisa mencabut SK yang sudah dibuatnya.

Rombongan Komnas HAM juga menemui sejumlah saksi mata bentrokan di Sape. Kepada Komnas HAM, warga menaruh harapan besar terhadap untuk mengungkap tragedi kemanusiaan pada Sabtu 24 Desember itu. Rombongan juga melihat langsung tiga kuburan korban tewas, yakni Syaiful (17), Arif Rahman (19), dan Arifudin Rahman.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5845 seconds (0.1#10.140)