Menadah Rupiah di Pemilukada DKI 2012

Kamis, 15 September 2011 - 14:32 WIB
Menadah Rupiah di Pemilukada DKI 2012
Menadah Rupiah di Pemilukada DKI 2012
A A A
JAKARTA - Biaya politik untuk pesta demokrasi pemilihan kepala daerah memang tak sedikit. Anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) terkuras dalam-dalam untuk menyukseskan pemilihan umum lima tahunan ini.

Sebut saja anggaran penyelenggaraan Pemilukada DKI Jakarta 2012 yang dialokasikan Rp250 miliar. Dana sebesar itu untuk antisipasi Pemilukada berlangsung dua putaran. Menurut Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta Juri Ardiantoro, dana penyelenggaraan Pilkada 2007, dari anggaran Rp124 miliar yang dipersiapkan hanya terpakai Rp86 miliar.

Sedangkan sisanya dikembalikan lagi kepada negara. Dari estimasi asumsi awal Rp250 miliar, separuh dari itu untuk honor petugas. Juri menjelaskan, biaya pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta 2012 membutuhkan anggaran yang cukup besar, sehingga harus dipersiapkan sejak awal karena seluruh anggaran ditanggung APBD DKI Jakarta.

Sudah menjadi rahasia umum jika penyelengaraan pemilu atau pemilukada banyak beredar politik uang yang dilakukan kelompok tertentu untuk memenangkan pemilihan. Tidak terkecuali dalam penggunaan dana APBD, dari pengalaman sebelumnya. Pratik cuci uang APBD ini untuk kegiatan sosial dan keagamaan menjadi salah satu modusnya.

Berdasarkan pengalaman tahun sebelumnya dan Pemilukada di daerah lain, penggunaan APBD yang menguntungkan calon tertentu, rawan menjadi ajang bancakan. Dalam analisis FITRA ditemukan beberapa indikasi rawannya penyimpangan APBD menjadi ajang bancakan:

Pertama, setahun sebelum Pemilukada, APBD DKI tahun anggaran 2011 sudah menganggarkan Rp40,3 miliar anggaran yang berbau Pemilukada di luar anggaran yang ajukan oleh KPUD sebesar Rp250 miliar. Hal ini menimbulkan kesan Pemilukada dijadikan kesempatan bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk berlomba-lomba membuat proyek terkait.

Apa yang menjadi soal sekarang adalah pemanfaatan dana alokasi tersebut rawan penyalahgunaan dan pengarahan untuk dukungan kepada calon tertentu, dengan memanfaatkan birokrasi. Duplikasi anggaran juga bisa terjadi dengan alokasi kegiatan yang sama, seperti sosialisasi pilkada sama dengan sosialisasi pemilu kada.

Kedua, belanja hibah dan bansos meningkat hingga 131 persen atau Rp524 miliar dibandingkan tahun sebelumnya. Dari hasil riset FITRA pada 18 daerah yang melaksanakan Pemilukada pada tahun 2008, belanja hibah-bansosnya mengalami peningkatan drastis.

Anggaran bansos-hibah selain dialokasikan untuk KPUD dan Panwas dalam menyelenggarakan Pemilukada, anggaran ini juga berpotensi untuk disalahgunakan untuk meraih dukungan yang menguntungkan calon petahana. Hal ini dikarenakan lemahnya pengaturan kriteria peruntukan dana bansos-hibah, khususnya yang diberikan pada ormas-ormas tertentu.

Indikasi ini juga diperkuat dari temuan hasil audit BPK pada APBD 2007 atau saat dilaksankan Pilkada sebelumnya. Dimana sebanyak 46 lembaga penerima bantuan keuangan senilai Rp527 miliar tidak melalui
penelitian kajian tim pertimbangan, sebanyak 41 lembaga senilai Rp456 miliar penerima bantuan belum melaporkan hasil audit.

Pada dinas olah raga, dinas kesos, dinas kebudayaan dan biro adminkesmas telah mendapat alokasi belanja sebesar Rp246,3 miliar dan terealisasi Rp204,3 miliar (83,05 persen). Namun temuan BPK menyebutkan sebagian realisasi digunakan untuk bantuan keuangan pada organisasi profesi dan ormas sebesar Rp129 miliar.

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Keputusan Gubernur No 37 Tahun 2007, yang menyatakan bahwa belanja bantuan keuangan yang dialokasikan gubernur hanya dialokasikan di DPA-SKPD Setda pada belanja bantuan keuangan. Kepentingan anggaran di APBD yang seharusnya untuk publik, disalahgunakan atau dimainkan untuk kepentingan kampanye calon tertentu juga harus diwaspadai. Kepentingan untuk memanfaatkan birokrasi dalam meraih dukungan suara melalui subsidi anggaran harus diminimalisir.

Melihat anggaran Pemilukada rawan penyimpangan, maka Fitra melihat perlunya menertibkan anggaran kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan Pemilukada ke dalam satu pos dan mengkordinasikannya kepada KPUD sebagai instansi yang bertanggung jawab penuh terhadap penyelenggaraan PemiluKada. Pemprov juga harus melakukan transparansi dengan mempublikasikan anggaran Pemilukada secara terperinci baik yang dialokasikan kepada KPUD maupun instansi lain untuk meminimalisr penyalahgunaan anggaran ini.

Selain itu, melakukan moratorium belanja hibah, bansos dan bantuan keuangan lainnya yang diperuntukan bagi ormas dan oganisasi profesi lainnya, khususnya yang berpotensi untuk dipolitisasi menguntungkan calon tertentu untuk meraih dukungan. Kemudian, melakukan efisiensi anggaran dengan tetap memperhatika pemilukada yang berkualitas, demokratis dan jujur. Juga berkait dengan logistik pilkada, yang diprediksi mengenyampingkan logistik yang sebelumnya masih bisa terpakai.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7887 seconds (0.1#10.140)