Konflik dengan Perusahaan Industri, Petani Gugat Pemprov Riau
A
A
A
PEKANBARU - Ratusan petani Desa Gondai, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, Riau sangat khawatir bakal tergusur oleh perusahaan Hutan Tamanan Industri (HTI) PT NWR.
Petani mengklaim bahwa seribuan hektare kebun sawit yang dieksekusi adalah tanah ulayat. Untuk itu, ratusan petani sawit mengajukan gugatan terhadap pengeksekusi lahan yakni Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau.
Kuasa hukum petani sawit Desa Gondai yang tergabung dalam Koperasi Unit Desa Gondai Bersatu Asep Rukiyat mengatakan, gugatan itu dilayangkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Pekanbaru.
Masyarakat sudah tingal di sana sejak puluhan tahun. "Dalam putusan ini, yang gugat warga adalah surat tugas untuk eksekusi di kebun sawit yang akan dieksekusi," kata Asep (30/1/2020).
Asep mengatkan, DLHK Provinsi Riau yang melakukan eksekusi berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) RI No 1087 K/Pid.Sus.LH/2018 pada 17 Desember 2018 tersebut tidak tepat. Dalam putusan MA lahan sawit yang dieksekusi seluas 3.323 hektare yang terdiri dalahan milik perusahaan sawit PT PSJ dan kebun sawit warga.
Saat ini eksekusi yang sudah dilakukan sejak dua pekan, hampir menumbangi lahan 2 ribu hektare dan langsung ditanami dengan kayu akasia (kayu bahan industri). Warga saat ini masih melakukan upaya hukum PK (peninjauan kembali) atas putusan MA.
Sementara itu pihak DLHK menjelaskan, bahwa eksekusi dilakukan sudah sesuai dengan aturan. "Ini kan sudah ada putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Kita hanya menjalankan saja. Kita pulihkan kemudian menjadi kawasan hutan tanaman industri," ucap Kepala Seksi Penegakan Hukum DLHK Riau, Agus.
Ketua Komisi II DPRD Pelalawan yang membidangi perkebunan dan kehutanan, Abdul Nasip meminta dua perusahaan dan warga menghormati putusan MA."Saya rasa DLHK menjalankan putusan pengadilan. Saya rasa itu sudah tetap dan harus dihormati," ucapnya.
Terkait dengan nasib ratusan petani, dia meminta seharusnya perusahaan PSJ selaku perusahaan inti bertanggungjawab kepada petani. "Masalah koperasi itu seharusnya menjadi tanggungjawab perusahaan inti. Karena sudah jelas, lahan yang selama ini mereka duduki adalah masuk kawasan HTI," ucapnya.
Saat ini ratusan warga bertahan di kebun mereka. Para mendirikan posko darurat di berbagai titik di tengah kebun sawit. Mereka juga mendirikan dapur umum. Para ibu ibu sibuk memasak untuk para lelaki yang berjaga di dalam kebun.Sementara yang lain terus mengawasi pergerakan aparat keamanan dan alat berat yang sudah mulai menumbangi sawit satu persatu.
"Karena ini kebun kami, kita semua siap mempertahankan sampai titik darah penghabisan," kata Radisman (51) salah satu petani yang lahannya bakal dieksekusi.
Petani mengklaim bahwa seribuan hektare kebun sawit yang dieksekusi adalah tanah ulayat. Untuk itu, ratusan petani sawit mengajukan gugatan terhadap pengeksekusi lahan yakni Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau.
Kuasa hukum petani sawit Desa Gondai yang tergabung dalam Koperasi Unit Desa Gondai Bersatu Asep Rukiyat mengatakan, gugatan itu dilayangkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Pekanbaru.
Masyarakat sudah tingal di sana sejak puluhan tahun. "Dalam putusan ini, yang gugat warga adalah surat tugas untuk eksekusi di kebun sawit yang akan dieksekusi," kata Asep (30/1/2020).
Asep mengatkan, DLHK Provinsi Riau yang melakukan eksekusi berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) RI No 1087 K/Pid.Sus.LH/2018 pada 17 Desember 2018 tersebut tidak tepat. Dalam putusan MA lahan sawit yang dieksekusi seluas 3.323 hektare yang terdiri dalahan milik perusahaan sawit PT PSJ dan kebun sawit warga.
Saat ini eksekusi yang sudah dilakukan sejak dua pekan, hampir menumbangi lahan 2 ribu hektare dan langsung ditanami dengan kayu akasia (kayu bahan industri). Warga saat ini masih melakukan upaya hukum PK (peninjauan kembali) atas putusan MA.
Sementara itu pihak DLHK menjelaskan, bahwa eksekusi dilakukan sudah sesuai dengan aturan. "Ini kan sudah ada putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Kita hanya menjalankan saja. Kita pulihkan kemudian menjadi kawasan hutan tanaman industri," ucap Kepala Seksi Penegakan Hukum DLHK Riau, Agus.
Ketua Komisi II DPRD Pelalawan yang membidangi perkebunan dan kehutanan, Abdul Nasip meminta dua perusahaan dan warga menghormati putusan MA."Saya rasa DLHK menjalankan putusan pengadilan. Saya rasa itu sudah tetap dan harus dihormati," ucapnya.
Terkait dengan nasib ratusan petani, dia meminta seharusnya perusahaan PSJ selaku perusahaan inti bertanggungjawab kepada petani. "Masalah koperasi itu seharusnya menjadi tanggungjawab perusahaan inti. Karena sudah jelas, lahan yang selama ini mereka duduki adalah masuk kawasan HTI," ucapnya.
Saat ini ratusan warga bertahan di kebun mereka. Para mendirikan posko darurat di berbagai titik di tengah kebun sawit. Mereka juga mendirikan dapur umum. Para ibu ibu sibuk memasak untuk para lelaki yang berjaga di dalam kebun.Sementara yang lain terus mengawasi pergerakan aparat keamanan dan alat berat yang sudah mulai menumbangi sawit satu persatu.
"Karena ini kebun kami, kita semua siap mempertahankan sampai titik darah penghabisan," kata Radisman (51) salah satu petani yang lahannya bakal dieksekusi.
(nag)