KKP-Perinus Berdamai Soal KJA Sabang, FNI: Proses Hukum Harus Jalan Terus
A
A
A
ACEH - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh pada 2019 lalu telah menetapkan eks Direktur Utama PT Perikanan Nusantara (Perinus) Persero, Dendi Andi Gumilang sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek perikanan Keramba Jaring Apung (KJA) di Sabang, Aceh.
PT Perinus merupakan perusahaan yang menggarap proyek KJA di Sabang dengan nilai kontrak senilai Rp 45,5 miliar. Proyek itu milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sejak tahun 2017. Proyek ini mestinya berjalan berdasarkan program anggaran tahun 2017 dengan pagu senilai Rp 50 miliar.
PT Perinus menjadi rekanan dalam pengerjaan proyek KJA. Setelah menggeser perusahaan swasta lainnya. Termasuk Perum Perindo yang digeser oleh PT Perinus karena tidak menerima skema pengadaan KJA tersebut.
Dalam perjalanannya, ditemukan indikasi melanggar hukum dalam dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terhadap paket yang dimenangkan PT Perinus dengan nilai kontrak Rp45,5 miliar. Beberapa temuan dalam kasus ini di antaranya hasil pekerjaan yang dilakukan rekanan tidak sesuai kontrak dan pekerjaan tidak selesai 100 persen.
Hal ini dianggap sebagai kelalaian dari PT Perinus sebagai pelaksana. Selain itu, juga terdapat indikasi kelebihan bayar yang tidak sesuai dengan termin. Penyidik Kejati Aceh kemudian mengusut kasus tersebut. Selanjutnya, pada Juli lalu, PT Perinus mengembalikan uang sebesar Rp 36,2 miliar ke penyidik Kejati Aceh. Uang tunai tersebut telah dijadikan barang bukti dalam kasus ini yang juga turut menyeret beberapa oknum di dalam KKP.
Terkait polemik itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo telah menyurati PT Perinus pada 17 Januari 2020, yang isinya perdamaian antara kedua belah pihak antara KKP dan PT Perinus. Isi perdamaiannya ialah bagaimana menyelesaikan masalah kasus dugaan korupsi KJA ini dengan perdamaian tidak saling menuntut.
Menurut Ketua Front Nelayan Indonesia (FNI) Rusdianto Samawa, soal langkah Menteri Edhy Prabowo menyurati PT Perinus sudah tepat. Namun, harus tetap dilanjutkan kasus korupsi tersebut.
“Jangan berhenti karena surat sakti damai. Walaupun, kedua belah pihak berdamai untuk kepentingan melanjutkan proyek KJA di tiga tempat. Penting diingat, jangan sampai ada kepentingan tertentu untuk memberhentikan proses kasus yang sudah berjalan,” ucap Rusdianto dalam keterangannya, Selasa (28/1).
Sambung Rusdianto, Kejaksaan Tinggi Aceh harus segera menahan Dendi Andi Gumilang sebagai tersangka dan tetap mendesak agar dapat memanggil mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti.
Selain itu, secara formal pengajuan hak angket kepada Komisi III dan IV DPR RI juga sangat perlu untuk melakukan kontrol terhadap penegakan hukum, karena keputusan damai itu berisiko mengganggu proses peradilan yang sedang berlangsung dalam penyelidikan, penyidikan dan persidangan.
Menurut Rusdianto, hal ini bisa dilakukan, sebagaimana salah satu poin dasar pengajuan hak angket nanti adalah surat damai yang sakti dari Menteri KP Edhy Prabowo yang diduga berkeinginan memaksa Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh untuk tidak lagi membuka berita acara pemeriksaan saksi-saksi pada perkara korupsi KJA.
"Jangan sampai surat Sakti Damai itu merupakan upaya melakukan tindak pidana menghalang-halangi proses hukum penyidikan perkara tindak pidana korupsi atau obstruction of justice," ungkap Rusdianto.
Masih kata dia, kehendak surat sakti Menteri KP ini dapat dikategorikan pelanggaran hukum atas berjalannya sistem peradilan pidana (contempt ex facie). Aturan terkait Obstruction of Justice sendiri telah diatur dalam Pasal 21 UU No.31/1999 Junto UU No.20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
“Karena dari persfektif aturan itu, bahwa surat damai KKP merupakan bentuk Obstruction of Justice itu sendiri yang sebetulnya tidak boleh menghalang-halangi proses penegakan hukum pemberantasan tindak pidana korupsi. Apalagi di dalam surat tersebut berakibat tidak saling tuntut menuntut di meja hijau,” jelasnya.
Atas dasar itu, Rusdianto mengendus bahwa Surat Damai Menteri KP yang dikirim kepada PT Perinus merupakan sinyal kuat dalam rangka menghentikan perkara kasus tindak pidana korupsi KJA di Kejati Aceh. Karena itu, dia meminta Menteri KP Edhy Prabowo sebelum menjadi masalah, harus ada perubahan pada materi isi surat kepada PT Perinus.
“Jelaskan, bahwa perihal Menteri KKP meminta kepada PT Perinus untuk menyelesaikan proyek KJA di tiga tempat yakni Pangandaran, Sabang dan Karimunjawa untuk diselesaikan. Tentu risiko melanjutkannya dengan skema anggaran baru, tender baru, dan metode pembangunan KJA yang baru serta pengadaan bibit. Semua harus terbuka,” tegasnya.
PT Perinus merupakan perusahaan yang menggarap proyek KJA di Sabang dengan nilai kontrak senilai Rp 45,5 miliar. Proyek itu milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sejak tahun 2017. Proyek ini mestinya berjalan berdasarkan program anggaran tahun 2017 dengan pagu senilai Rp 50 miliar.
PT Perinus menjadi rekanan dalam pengerjaan proyek KJA. Setelah menggeser perusahaan swasta lainnya. Termasuk Perum Perindo yang digeser oleh PT Perinus karena tidak menerima skema pengadaan KJA tersebut.
Dalam perjalanannya, ditemukan indikasi melanggar hukum dalam dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terhadap paket yang dimenangkan PT Perinus dengan nilai kontrak Rp45,5 miliar. Beberapa temuan dalam kasus ini di antaranya hasil pekerjaan yang dilakukan rekanan tidak sesuai kontrak dan pekerjaan tidak selesai 100 persen.
Hal ini dianggap sebagai kelalaian dari PT Perinus sebagai pelaksana. Selain itu, juga terdapat indikasi kelebihan bayar yang tidak sesuai dengan termin. Penyidik Kejati Aceh kemudian mengusut kasus tersebut. Selanjutnya, pada Juli lalu, PT Perinus mengembalikan uang sebesar Rp 36,2 miliar ke penyidik Kejati Aceh. Uang tunai tersebut telah dijadikan barang bukti dalam kasus ini yang juga turut menyeret beberapa oknum di dalam KKP.
Terkait polemik itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo telah menyurati PT Perinus pada 17 Januari 2020, yang isinya perdamaian antara kedua belah pihak antara KKP dan PT Perinus. Isi perdamaiannya ialah bagaimana menyelesaikan masalah kasus dugaan korupsi KJA ini dengan perdamaian tidak saling menuntut.
Menurut Ketua Front Nelayan Indonesia (FNI) Rusdianto Samawa, soal langkah Menteri Edhy Prabowo menyurati PT Perinus sudah tepat. Namun, harus tetap dilanjutkan kasus korupsi tersebut.
“Jangan berhenti karena surat sakti damai. Walaupun, kedua belah pihak berdamai untuk kepentingan melanjutkan proyek KJA di tiga tempat. Penting diingat, jangan sampai ada kepentingan tertentu untuk memberhentikan proses kasus yang sudah berjalan,” ucap Rusdianto dalam keterangannya, Selasa (28/1).
Sambung Rusdianto, Kejaksaan Tinggi Aceh harus segera menahan Dendi Andi Gumilang sebagai tersangka dan tetap mendesak agar dapat memanggil mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti.
Selain itu, secara formal pengajuan hak angket kepada Komisi III dan IV DPR RI juga sangat perlu untuk melakukan kontrol terhadap penegakan hukum, karena keputusan damai itu berisiko mengganggu proses peradilan yang sedang berlangsung dalam penyelidikan, penyidikan dan persidangan.
Menurut Rusdianto, hal ini bisa dilakukan, sebagaimana salah satu poin dasar pengajuan hak angket nanti adalah surat damai yang sakti dari Menteri KP Edhy Prabowo yang diduga berkeinginan memaksa Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh untuk tidak lagi membuka berita acara pemeriksaan saksi-saksi pada perkara korupsi KJA.
"Jangan sampai surat Sakti Damai itu merupakan upaya melakukan tindak pidana menghalang-halangi proses hukum penyidikan perkara tindak pidana korupsi atau obstruction of justice," ungkap Rusdianto.
Masih kata dia, kehendak surat sakti Menteri KP ini dapat dikategorikan pelanggaran hukum atas berjalannya sistem peradilan pidana (contempt ex facie). Aturan terkait Obstruction of Justice sendiri telah diatur dalam Pasal 21 UU No.31/1999 Junto UU No.20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
“Karena dari persfektif aturan itu, bahwa surat damai KKP merupakan bentuk Obstruction of Justice itu sendiri yang sebetulnya tidak boleh menghalang-halangi proses penegakan hukum pemberantasan tindak pidana korupsi. Apalagi di dalam surat tersebut berakibat tidak saling tuntut menuntut di meja hijau,” jelasnya.
Atas dasar itu, Rusdianto mengendus bahwa Surat Damai Menteri KP yang dikirim kepada PT Perinus merupakan sinyal kuat dalam rangka menghentikan perkara kasus tindak pidana korupsi KJA di Kejati Aceh. Karena itu, dia meminta Menteri KP Edhy Prabowo sebelum menjadi masalah, harus ada perubahan pada materi isi surat kepada PT Perinus.
“Jelaskan, bahwa perihal Menteri KKP meminta kepada PT Perinus untuk menyelesaikan proyek KJA di tiga tempat yakni Pangandaran, Sabang dan Karimunjawa untuk diselesaikan. Tentu risiko melanjutkannya dengan skema anggaran baru, tender baru, dan metode pembangunan KJA yang baru serta pengadaan bibit. Semua harus terbuka,” tegasnya.
(pur)