Gubernur Jateng Kunjungi Lokasi Keraton Agung Sejagat
A
A
A
PURWOREJO - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Selasa (21/1/2020) mengunjungi eks Keraton Agung Sejagat di Pogung Juru Tengah, Bayan, Purworejo. Selain disambut ribuan masyarakat yang memadati sekitar keraton, Ganjar juga disambut Namono sang juru bangunan sekaligus penjaga keraton.
Ganjar tiba di lokasi keraton yang sudah diberi police line itu pukul 17.15 wib. Begitu turun dari mobil H1, Ganjar nampak kesusahan berjalan menuju keraton. Masyarakat menyemut di jalan yang lebarnya hanya 2 m. Sementara di sisi-sisi jalan itu puluhan pedagang menjajakan aneka snack dan makanan.
Setelah berjalan beberapa meter dari mobil, seorang pria berkaos merah berusia sekitar 60 tahun menghadang Ganjar. Beberapa menit mereka nampak ngobrol serius di tengah kerumunan warga. "Oalah sampeyan seng mbangun keraton iki? (Ternyata Anda yang membangun keraton ini?)," kata Ganjar kepada pria yang mengaku bernama Namono.
Kepada Ganjar, Namono menjelaskan proses pembangunan keraton itu berjalan kurang lebih satu bulan. Selain membangun, Namono juga diberi mandat sebagai penjaga keraton. Yang membuat Ganjar kaget, Namono mengaku melakukan semua itu tanpa minta imbalan upah. Dia dijanjikan, kelak ketika keraton berhasil berdiri, bakal didaulat sebagai abdi dalem.
Begitu mendengar kisah Namono, Ganjar lantas bertanya kepada ratusan masyarakat yang berjubel apakah ada yang berniat hendak menjadi bagian Keraton Agung Sejagat saat berkunjung. Mereka pun bersahutan mengatakan tidak. Hanya mengobati rasa penasaran dan mengisi waktu luang.
Ganjar pun lantas keliling ke seluruh sisi-sisi keraton, melihat benteng yang terbuat dari batako dan bagunan calon pendopo. Mengamati batu prasasti yang diukir indah juga sebuah kolam yang dikiranya sebagai Sendang Kamulyan. Namun begitu memasuki ruang utama keraton, para pewarta tidak diperbolehkan mengikuti.
Ganjar mengatakan, baiknya eks keraton itu dijadikan lokasi wisata. Terlebih lokasinya sangat eksotis. Di sebelah barat keraton sawah membentang luas, sementara di sisi timur terdapat Kali atau Sungai Jali selebar 25 meter.
"Nanti dibangun bagus, ada singgasana, kolam, pendopo dan istana. Terus jadi desa wisata. Setiap bulan atau tahun bikin event. Kan banyak kuliner dan keseniannya, kan sayang kalau ditiadakan kan sudah terkenal desa ini. Sudah ramai banget," katanya.
Nama Keraton Agung Sejagat ini memang tengah jadi primadona di dunia maya. Bahkan selama beberapa hari sempat trending di medsos, pertama waktu kirab dan saat raja serta ratunya ditangkap. Namun sejak awal kabar itu viral, Ganjar hanya menanggapi sebagai peristiwa lucu-lucuan saja.
"Tidak seserius itu. Ini keraton harus lucu. Masyarakat maunya lucu-lucuan kok. Tapi kalau mau dirikan kerajaan dan pengin jadi raja izin dulu. Boleh. Yang tidak boleh itu bohong-bohongan.
Kalau ada situsnya, ada urut-urutannya malah kita dorong," katanya.
Masyarakat pun sangat mendukung jika eks Keraton Agung Sejagat itu jadi destinasi wisata baru di Purworejo. Nyatanya meskipun sudah dikelilingi police line, masyarakat tetap saja berduyun-duyun ke sana. Entah sekadar melihat maupun berfoto di depan gapura keraton.
"Iya ini sama anak-anak dan suami. Pengin lihat saja. Tidak dari sini, dari kecamatan tetangga, desa Sangubayu," kata Septi Kurnia Ningsih setelah selfie dengan anaknya di tepi kolam atau Sendang Kamulyan.
Di sisi lain, ramainya pemberitaan maupun upload-an tentang keraton itu justru membawa berkah bagi pedagang-pedagang kaki lima. Doni Yubhar, misalnya yang berjualan kudapan khas Purworejo, Geblek. Sudah lima hari ini dia berjualan bersama sang istri. Menurutnya hampir 24 jam dalam lima hari terakhir pasti ada pengunjung yang datang.
"Paling ramai hari Minggu kemarin, saya jualan seperti ini saja dapat uang hampir satu juta. Harapannya ya semoga pemerintah memutuskan yang terbaik saja lah. Bagus untuk wisata," katanya.
Ganjar tiba di lokasi keraton yang sudah diberi police line itu pukul 17.15 wib. Begitu turun dari mobil H1, Ganjar nampak kesusahan berjalan menuju keraton. Masyarakat menyemut di jalan yang lebarnya hanya 2 m. Sementara di sisi-sisi jalan itu puluhan pedagang menjajakan aneka snack dan makanan.
Setelah berjalan beberapa meter dari mobil, seorang pria berkaos merah berusia sekitar 60 tahun menghadang Ganjar. Beberapa menit mereka nampak ngobrol serius di tengah kerumunan warga. "Oalah sampeyan seng mbangun keraton iki? (Ternyata Anda yang membangun keraton ini?)," kata Ganjar kepada pria yang mengaku bernama Namono.
Kepada Ganjar, Namono menjelaskan proses pembangunan keraton itu berjalan kurang lebih satu bulan. Selain membangun, Namono juga diberi mandat sebagai penjaga keraton. Yang membuat Ganjar kaget, Namono mengaku melakukan semua itu tanpa minta imbalan upah. Dia dijanjikan, kelak ketika keraton berhasil berdiri, bakal didaulat sebagai abdi dalem.
Begitu mendengar kisah Namono, Ganjar lantas bertanya kepada ratusan masyarakat yang berjubel apakah ada yang berniat hendak menjadi bagian Keraton Agung Sejagat saat berkunjung. Mereka pun bersahutan mengatakan tidak. Hanya mengobati rasa penasaran dan mengisi waktu luang.
Ganjar pun lantas keliling ke seluruh sisi-sisi keraton, melihat benteng yang terbuat dari batako dan bagunan calon pendopo. Mengamati batu prasasti yang diukir indah juga sebuah kolam yang dikiranya sebagai Sendang Kamulyan. Namun begitu memasuki ruang utama keraton, para pewarta tidak diperbolehkan mengikuti.
Ganjar mengatakan, baiknya eks keraton itu dijadikan lokasi wisata. Terlebih lokasinya sangat eksotis. Di sebelah barat keraton sawah membentang luas, sementara di sisi timur terdapat Kali atau Sungai Jali selebar 25 meter.
"Nanti dibangun bagus, ada singgasana, kolam, pendopo dan istana. Terus jadi desa wisata. Setiap bulan atau tahun bikin event. Kan banyak kuliner dan keseniannya, kan sayang kalau ditiadakan kan sudah terkenal desa ini. Sudah ramai banget," katanya.
Nama Keraton Agung Sejagat ini memang tengah jadi primadona di dunia maya. Bahkan selama beberapa hari sempat trending di medsos, pertama waktu kirab dan saat raja serta ratunya ditangkap. Namun sejak awal kabar itu viral, Ganjar hanya menanggapi sebagai peristiwa lucu-lucuan saja.
"Tidak seserius itu. Ini keraton harus lucu. Masyarakat maunya lucu-lucuan kok. Tapi kalau mau dirikan kerajaan dan pengin jadi raja izin dulu. Boleh. Yang tidak boleh itu bohong-bohongan.
Kalau ada situsnya, ada urut-urutannya malah kita dorong," katanya.
Masyarakat pun sangat mendukung jika eks Keraton Agung Sejagat itu jadi destinasi wisata baru di Purworejo. Nyatanya meskipun sudah dikelilingi police line, masyarakat tetap saja berduyun-duyun ke sana. Entah sekadar melihat maupun berfoto di depan gapura keraton.
"Iya ini sama anak-anak dan suami. Pengin lihat saja. Tidak dari sini, dari kecamatan tetangga, desa Sangubayu," kata Septi Kurnia Ningsih setelah selfie dengan anaknya di tepi kolam atau Sendang Kamulyan.
Di sisi lain, ramainya pemberitaan maupun upload-an tentang keraton itu justru membawa berkah bagi pedagang-pedagang kaki lima. Doni Yubhar, misalnya yang berjualan kudapan khas Purworejo, Geblek. Sudah lima hari ini dia berjualan bersama sang istri. Menurutnya hampir 24 jam dalam lima hari terakhir pasti ada pengunjung yang datang.
"Paling ramai hari Minggu kemarin, saya jualan seperti ini saja dapat uang hampir satu juta. Harapannya ya semoga pemerintah memutuskan yang terbaik saja lah. Bagus untuk wisata," katanya.
(nag)