Kasus Q-NET di Lumajang, Kuasa Hukum Temukan Banyak Kejanggalan
A
A
A
JAKARTA - Pemilik PT Amoeba International, Muhammad Karyadi, akhirnya menghirup udara bebas setelah sekitar empat bulan menjalani penahanan di Mapolres Lumajang. Dia ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penipuan bisnis money game Q-NET sejak 2 Agustus 2019.
Kuasa hukum Muhammad Karyadi, Tony Akbar Hasibuan, mengaku ada yang janggal dalam penangan kasus kliennya. Pasalnya, sampai saat ini berkas kasus yang disangkakan pada Muhammad Karyadi belum juga diterima kejaksaan (P-21), padahal sudah berjalanan lama. Apalagi kliennya sampai ditahan selama 120 hari.
"Berkasnya sampai sekarang masih bolak-balik ke Kejaksaan (P-19), karena tidak memenuhi unsuri," ujar Tony saat menghadiri sebuah diskusi mengenai hukum di bilangan Jakarta Timur.
Kejanggalan lain yang dilakukan oleh Polres Lumajang yakni penetapan Mohammad Karyadi sebagai tersangka kasus tindak pidana pencucian uang (TPP), sesaat setelah penahanannya ditangguhkan. Tony tak habis pikir, karena di kasus pertama polisi belum menemukan dua alat bukti sah, kini kliennya ditetapkan atas pasal lainnya, padahal kasusnya berkaitan.
"Walaupun TPPU dapat diterapkan bersamaan penuntutannya dengan kejahatan asalnya (predicate crime), namun penyidik setidak-tidaknya harus lebih dahulu menemukan 2 alat bukti yang sah dan terpenuhi pula unsur kejahatan asalnya. Nah dalam perkara ini jelas bahwa kejahatan asalnya tindak pidana skema piramida dan atau penipuannya masih tidak memenuhi unsur (P-19), makanya saya pikir ini tidak Iayak dan patut untuk diterapkan TPPU," terang Tony. (Baca: Cerita Tragis Korban Q-NET, Dari Juang Sapi Hingga Terjerat Utang).
Kasus Q-NET yang menjerat Muhammad Karyadi berawal dari laporan seorang warga Lumajang atas hilangnya sang anak perempuan. Hasil penelurusan polisi, anak perempuan tersebut ternyata pergi bersama teman laki-lakinya ke Madiun untuk mengikuti presentasi bisnis QNET. Muhammad Karyadi kemudian terseret dan dijadikan tersangka kasus penipuan investasi bodong. Perusahaannya, PT Amoeba International berafiliasi dengan QNET sebagai induk perusahaan.
Tony menerangkan, sebenarnya kasus hilangnya anak perempuan tersebut sudah disepakati penyelesaiannya secara kekeluargaan. Namun malah berkembang ke kasus investasi bodong yang akhirnya menyeret Mohammad Karyadi sebagai tersangka. Dia pun heran, bisnis yang dijalankan kliennya sudah berlangsung sejak 2004, namun baru belakangan dipersoalkan. Ditambah lagi, kliennya sempat mendapat kuasa hukum, yang ternyata disediakan oleh Polres Lumajang. Tujuannya sebagai formalitas agar polisi dapat memeriksa tersangka.
"Tentu saya akan melakukan perlawanan secara prosedural, sesuai aturan-aturan hukum yang ada. Seperti mengadu ke kompolnas, Komnas HAM, dan mengajukan praperadilan. Tentu kami akan pilih mana yang terbaik, kalau perlu kami akan datangi DPR RI dan Presiden," pungkasnya.
Kuasa hukum Muhammad Karyadi, Tony Akbar Hasibuan, mengaku ada yang janggal dalam penangan kasus kliennya. Pasalnya, sampai saat ini berkas kasus yang disangkakan pada Muhammad Karyadi belum juga diterima kejaksaan (P-21), padahal sudah berjalanan lama. Apalagi kliennya sampai ditahan selama 120 hari.
"Berkasnya sampai sekarang masih bolak-balik ke Kejaksaan (P-19), karena tidak memenuhi unsuri," ujar Tony saat menghadiri sebuah diskusi mengenai hukum di bilangan Jakarta Timur.
Kejanggalan lain yang dilakukan oleh Polres Lumajang yakni penetapan Mohammad Karyadi sebagai tersangka kasus tindak pidana pencucian uang (TPP), sesaat setelah penahanannya ditangguhkan. Tony tak habis pikir, karena di kasus pertama polisi belum menemukan dua alat bukti sah, kini kliennya ditetapkan atas pasal lainnya, padahal kasusnya berkaitan.
"Walaupun TPPU dapat diterapkan bersamaan penuntutannya dengan kejahatan asalnya (predicate crime), namun penyidik setidak-tidaknya harus lebih dahulu menemukan 2 alat bukti yang sah dan terpenuhi pula unsur kejahatan asalnya. Nah dalam perkara ini jelas bahwa kejahatan asalnya tindak pidana skema piramida dan atau penipuannya masih tidak memenuhi unsur (P-19), makanya saya pikir ini tidak Iayak dan patut untuk diterapkan TPPU," terang Tony. (Baca: Cerita Tragis Korban Q-NET, Dari Juang Sapi Hingga Terjerat Utang).
Kasus Q-NET yang menjerat Muhammad Karyadi berawal dari laporan seorang warga Lumajang atas hilangnya sang anak perempuan. Hasil penelurusan polisi, anak perempuan tersebut ternyata pergi bersama teman laki-lakinya ke Madiun untuk mengikuti presentasi bisnis QNET. Muhammad Karyadi kemudian terseret dan dijadikan tersangka kasus penipuan investasi bodong. Perusahaannya, PT Amoeba International berafiliasi dengan QNET sebagai induk perusahaan.
Tony menerangkan, sebenarnya kasus hilangnya anak perempuan tersebut sudah disepakati penyelesaiannya secara kekeluargaan. Namun malah berkembang ke kasus investasi bodong yang akhirnya menyeret Mohammad Karyadi sebagai tersangka. Dia pun heran, bisnis yang dijalankan kliennya sudah berlangsung sejak 2004, namun baru belakangan dipersoalkan. Ditambah lagi, kliennya sempat mendapat kuasa hukum, yang ternyata disediakan oleh Polres Lumajang. Tujuannya sebagai formalitas agar polisi dapat memeriksa tersangka.
"Tentu saya akan melakukan perlawanan secara prosedural, sesuai aturan-aturan hukum yang ada. Seperti mengadu ke kompolnas, Komnas HAM, dan mengajukan praperadilan. Tentu kami akan pilih mana yang terbaik, kalau perlu kami akan datangi DPR RI dan Presiden," pungkasnya.
(nag)