Uniknya Kearifan Lokal Sentra Ulos Desa Meat dan Papande Pulau Sibandang
A
A
A
TARUTUNG - Kawasan Danau Toba menjadi daya tarik bagi wisatawan yang mengunjungi karena memiliki keunikan tersendiri selain keindahan alamnya. Nah jika kita mengunjungi kawasan Danau Toba lewat Bandara Silangit di Kabupaten Tapanuli Utara tentunya tak lengkap jika tak mengunjungi sentra pembuatan ulos di Desa Meat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Toba Samosir.
SINDOnews yang ikut dalam rombongan Familiarization Trip Media Digital Nasional ke Destinasi Super Prioritas mendapat kesempatan untuk mengunjungi desa wisata ini.
Untuk sampai ke Meat rombongan Familiarization Trip Media Digital Nasional ke Destinasi Super Prioritas membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam 30 menit dari Bandara Silangit dengan melewati jalan kecil dan berliku yang tidak begitu bagus. (Baca: Serunya Menikmati Keindahan Danau Toba dari Hutaginjang)
Namun rasa penat setelah menjelajahi Bukit Sipalihutu yang berliku seakan langsung hilang ketika rombongan sampai di Desa Adat Ragi Hotang, Meat yang juga terletak di tepian Danau Toba.
Begitu turun dari kendaraan rombongan Familiarization Trip Media Digital Nasional ini pun dijemput Guntur Sianipar, Ketua Desa Adat Meat yang langsung menjelaskan pembuatan tenun ulos secara tradisional. Mulai dari paunggasan atau maunggas yaitu cara pengerasan benang dengan nasi untuk benang gulung dan tepung kanji untuk benang 100.
Dewita Boru Simamora warga Dusun Lumbantogatorop, Desa Papande yang telah menekuni tenun ulos sejak remaja ini mengaku bisa menyekolahkan anak dari hasil tenun ulos.
"Penghasilan yang didapat bisa Rp1 juta perminggu kalau ramai pesanan ulos. Sementara dari tani jagung hasilnya baru bisa dirasakan setelah panen enam bulan kemudian," kata Dewita.
Wanita paruh baya ini pun mengaku telah mengajari anak-anaknya dari mulai kelas 5 SD untuk menenun ulos. "Ya selain untuk melestarikan peninggalan leluhur juga untuk bekal masa depan mereka. Karena nilai jual ulos kan lumayan tinggi, " pungkasnya.
Sementara Bupati Tapanuli Utara Nikson Nababan mengatakan, pihaknya mendukung pengembangan usaha tenun ulos di Kabupaten Taput. "Ya untuk di Tapanuli Utara kita larang penggunaan mesin untuk membuat ulos. Selain itu sejak tiga tahun terakhir ini kita telah menggunakan benang 100. Keunggulan ulos benang 100 ini bisa berulang kali dicuci namun tidak luntur. Kedepannya kita akan kembangkan lagi pembuatan ulos dari benang sutra untuk pasar mancanegara," kata Nikson.
Terpisah penggiat ulos Nelson Lumbantoruan mengaku senang dengan perkembangan ulos yang kian disukai berbagai kalangan karena banyaknya inovasi terhadap pembuatannya.
"Saya cukup senang melihat perkembangan tenun ulos yang memiliki banyak turunannya karena inovasi. Kreatifitas boleh saja dilakukan dalam pembuatan ulos tapi jangan merubah esensi dari ulos tersebut karea ulos Batak itu fungsinya yang membedakannya," tandas Kabid Kebudayaan Dinas Pariwisata Kabupaten Humbang Hasundutan ini.
SINDOnews yang ikut dalam rombongan Familiarization Trip Media Digital Nasional ke Destinasi Super Prioritas mendapat kesempatan untuk mengunjungi desa wisata ini.
Untuk sampai ke Meat rombongan Familiarization Trip Media Digital Nasional ke Destinasi Super Prioritas membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam 30 menit dari Bandara Silangit dengan melewati jalan kecil dan berliku yang tidak begitu bagus. (Baca: Serunya Menikmati Keindahan Danau Toba dari Hutaginjang)
Namun rasa penat setelah menjelajahi Bukit Sipalihutu yang berliku seakan langsung hilang ketika rombongan sampai di Desa Adat Ragi Hotang, Meat yang juga terletak di tepian Danau Toba.
Begitu turun dari kendaraan rombongan Familiarization Trip Media Digital Nasional ini pun dijemput Guntur Sianipar, Ketua Desa Adat Meat yang langsung menjelaskan pembuatan tenun ulos secara tradisional. Mulai dari paunggasan atau maunggas yaitu cara pengerasan benang dengan nasi untuk benang gulung dan tepung kanji untuk benang 100.
Dewita Boru Simamora warga Dusun Lumbantogatorop, Desa Papande yang telah menekuni tenun ulos sejak remaja ini mengaku bisa menyekolahkan anak dari hasil tenun ulos.
"Penghasilan yang didapat bisa Rp1 juta perminggu kalau ramai pesanan ulos. Sementara dari tani jagung hasilnya baru bisa dirasakan setelah panen enam bulan kemudian," kata Dewita.
Wanita paruh baya ini pun mengaku telah mengajari anak-anaknya dari mulai kelas 5 SD untuk menenun ulos. "Ya selain untuk melestarikan peninggalan leluhur juga untuk bekal masa depan mereka. Karena nilai jual ulos kan lumayan tinggi, " pungkasnya.
Sementara Bupati Tapanuli Utara Nikson Nababan mengatakan, pihaknya mendukung pengembangan usaha tenun ulos di Kabupaten Taput. "Ya untuk di Tapanuli Utara kita larang penggunaan mesin untuk membuat ulos. Selain itu sejak tiga tahun terakhir ini kita telah menggunakan benang 100. Keunggulan ulos benang 100 ini bisa berulang kali dicuci namun tidak luntur. Kedepannya kita akan kembangkan lagi pembuatan ulos dari benang sutra untuk pasar mancanegara," kata Nikson.
Terpisah penggiat ulos Nelson Lumbantoruan mengaku senang dengan perkembangan ulos yang kian disukai berbagai kalangan karena banyaknya inovasi terhadap pembuatannya.
"Saya cukup senang melihat perkembangan tenun ulos yang memiliki banyak turunannya karena inovasi. Kreatifitas boleh saja dilakukan dalam pembuatan ulos tapi jangan merubah esensi dari ulos tersebut karea ulos Batak itu fungsinya yang membedakannya," tandas Kabid Kebudayaan Dinas Pariwisata Kabupaten Humbang Hasundutan ini.
(sms)