KH Sholeh Darat, Ulama yang Lahirkan Pendiri NU dan Muhammadiyah

Jum'at, 06 Desember 2019 - 05:00 WIB
KH Sholeh Darat, Ulama yang Lahirkan Pendiri NU dan Muhammadiyah
KH Sholeh Darat, Ulama yang Lahirkan Pendiri NU dan Muhammadiyah
A A A
Makam KH Sholeh Darat di komplek pemakaman umum Bergota Semarang, Jawa Tengah, selalu ramai didatangi peziarah saat peringatan hari wafat (haul) almarhum. KH Sholeh Darat adalah waliyullah yang menulis 40-an kitab dan menjadi guru bagi pendiri Muhammadiyah dan NU. Kiyai bernama asli Muhammad Sholeh bin Umar Al Samarani merupakan ulama besar yang lahir di Desa Kedung Jumbleng, Kabupaten Jepara, masa pemerintahan kolonial Belanda pada tahun 1820 dan wafat di Semarang pada 28 Ramadan 1321 H/18 Desember 1903 M.

Kiyai Sholeh Darat adalah putra dari Kiyai Umar yang merupakan pasukan perang Pangeran Diponegoro (1825-1830). Sedangkan nama Al Samarani di belakang nama Kiyai Sholeh Darat, untuk menunjukkan daerah asal ulama.

Mbah Sholeh Darat hidup sezaman dengan dua waliyullah besar lainnya, yakni Syekh Nawawi Al-Bantani dari Banten dan Mbah Kholil Bangkalan, Madura. Peneliti sejarah M Rizka Chamami mengungkapkan, setidaknya ada tiga keunikan pada sosok ulama besar Kiyai Sholeh Darat. Yang pertama, beliau adalah orang Jawa yang betul-betul njawani, hal itu terlihat dari kejawaannya dari hasil karya-karyanya kitab yang berbahasa Jawa yang ditulis dengan huruf Arab Pegon.

Arab Pegon adalah tulisan dengan abjad atau huruf arab atau huruf Hijaiyah, tapi menggunakan bahasa lokal seperti bahasa Jawa, Madura, Sunda, Melayu dan bahasa Indonesia. Yang kedua, kata Wakil Ketua Komunitas Pecinta Kiyai Sholeh Darat (Kopi Soda) Semarang itu, menyebut Kiyai Sholeh Darat dikenal dengan komitmennya untuk membangun nalar nusantara karena pada waktu itu ikut ayahnya berjuang menghadapi Belanda.

Hal ini menunjukkan kecintaannya kepada Nusantara dengan benci kepada penjajah Belanda. "Bahkan, beliau menulis sebuah kitab yang salah satu dari isinya "Barang Siapa meniru gaya-gaya Belanda, maka orang itu sama dengan mereka (Belanda-red), termasuk memakai sesuatu benda seperti Belanda, misalnya celana, topi, dan dasi. Beliau menjelaskan hal tersebut di Kitab Majmu'at asy -Syariah Al Kafiyah li al Awam," bebernya.

Menurut M Rizka, hal tersebut bisa menumbuhkan kecintaan dan mendorong jiwa kebangsaan membuat masyarakat beragama dengan baik, termasuk menerjemahkan Alquran sesuai visi dan misi kebangsaan. Tak salah dengan ilmu yang dimilikinya yang telah melahirkan tokoh besar seperti pendiri NU Kiai Hasyim Asyari (1926), yang menjadi muridnya sekitar tahun 1890.
Selain itu, tokoh Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan (1912 ) juga pernah mengaji pada Kiyai Sholeh Darat. Bahkan, RA Kartini juga terpoleskan ilmunya saat mengaji di Pendopo Kabupaten Demak.
Sementara jejak Kiyai Sholeh Darat pada saat menuntut ilmu ada di beberapa tempat, termasuk di Mekkah. Seperti di Jepara tempat kelahirannya, Kudus, Purworejo, Kaliwungu, dan Semarang yang dulunya sebuah langgar untuk mengajar sekaligus sebagai rumah di Dadapsari, Semarang Utara, saat ini menjadi masjid Sholeh Darat.

“Meski, menuntut ilmu di mana-mana, beliau tetap cinta negaranya. Hal ini ditunjukkan beliau saat pulang ke negaranya dari luar negeri, tetap mengajarkan ilmunya bisa dipelajari oleh orang Jawa. Sampai saat ini, jejak tersebut jika digali masih ada dari makam guru-gurunya di daerah tersebut. Karena setiap beliau berguru pada kiyai atau tokoh ulama tertentu, dituliskannya secara rapi di sebuah Kitab Al Mursyid Al Wajiz,” pungkas Dosen UIN Walisongo Semarang ini.

Arab pego atau pegon adalah tulisan dengan abjad atau huruf arab atau huruf hijaiyah tapi menggunakan bahasa lokal seperti bahasa jawa, madura, sunda, melayu dan bahasa Indonesia.

Yang kedua, Wakil Ketua Komunitas Pecinta Kiai Sholeh Darat (Kopi Soda) Semarang itu menyebut Kiai Sholeh Darat dikenal dengan komitmennya untuk membangun nalar nusantara, karena pada waktu itu ikut ayahnya berjuang menghadapi Belanda.

Hal ini menunjukkan kecintaannya kepada nusantara dengan benci kepada penjajah Belanda. "Bahkan, beliau menulis sebuah kitab, yang salah satu dsri isinya "Barang Siapa meniru gaya-gaya Belanda, maka orang itu sama dengan mereka (Belanda-red). Termasuk memakai sesuatu benda seperti Belanda, misalnya celana, topi dan dasi. Kitab karya beliau, yang menjelaskan hal tersebut di kitab Majmu'at asy -Syariah Al Kafiyah li al Awam," bebernya.

Menurutnya, hal tersebut bisa menumbuhkan kecintaan dan mendorong jiwa kebangsaan, membuat masyarakat beragama dengan baik, termasuk menerjemahkan Al Quran sesuai visi misi kebangsaan. Tak salah dengan ilmu yang dimilikinya yang telah melahirkan tokoh besar seperti pendiri NU, Kiai Hasyim Asyari (1926). Yang tercatat saat menuntut ilmu pada sekitar tahun 1890.
Selain itu, tokoh Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan (1912 ) juga pernah mengaji pada Kiai Sholeh Darat. Bahkan, RA Kartini juga terpoleskan ilmunya saat mengaji di Pendopo Kabupaten Demak.
Sementara, jejak Kiai Sholeh Darat pada saat menuntut ilmu, ada di beberapa tempat termasuk di Mekah. Seperti di Jepara tempat kelahirannya, Kudus, Purworejo dan Kaliwungu. Termasuk di Semarang, yang dulunya sebuah langgar untuk mengajar beliau dan sekaligus sebagai rumah di Dadapsari, Semarang Utara yang saat ini menjadi masjid Sholeh Darat.

“Meski, menuntut ilmu dimana-mana, beliau tetap cinta negaranya. Hal ini ditunjukkan beliau saat pulang ke negaranya dari luar negeri, tetap mengajarkan ilmunya bisa dipelajari oleh orang jawa. Sampai saat ini jejak tersebut jika digali masih ada, dari makam guru-gurunya di daerah tersebut. Karena setiap beliau berguru pada kiai atau tokoh ulama tertentu, dituliskannya secara rapi di sebuah kitab Al Mursyid Al Wajiz,” ujar Dosen UIN Walisongo Semarang ini.
(zil)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3248 seconds (0.1#10.140)